Sabtu, 03 Mei 2014

tugas makalah santia wiki



TUGAS
MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN TENTANG : POPULASI, EKOSISTEM, KOMUNITAS, KLIMATOLOGIS DAN EDHAPIS EKOSISTEM RAWA GAMBUT
DOSEN PEMBIMBING: PRIMA WAHYUNTITITSARI, M.Si


DISUSUN OLEH:
NAMA: SANTIA WIKI
KELAS: 6A BIOLOGI
NPM: 116511949

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengetahuan tentang populasi sebagai bagian dari penetahuan ekologi telah berkembang menjadi semakin luas. Dinamika populasi tampaknya telah berkembang menjadi pengetahuan yang dapat berdiri sendiri. Dalam perkembangannya pengetahuan itu banyak mengembangkan kaidah-kaidah matematika terutama dalam pembahasan kepadatan dan pertumbuhan populasi. Pengembangan kaidah-kaidah matematika itu sangat berguna untuk menentukan dan memprediksikan pertumbuhan populasi organisme di masa yang akan datang. Penggunaan kaidah matematika itu tidak hanya memperhatikan pertumbuhan populasi dari satu sisi yaitu jenis organisme yang di pelajari, tetapi juga memperhatikan adanya pengaruh dari faktor-faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Pengetahuan tentang dinamika populasi menyadarkan orang untuk mengendalikan populasi dari pertumbuhan meledak ataupun punah.
Populasi juga mempunyai sejarah hidup dalam arti mereka tumbuh, mendadakan pembedaan dan memelihara diri seperti yang di lakukan organisme. Di samping itu populasi juga mempunyai organisasi dan struktur yang dapat dilukiskan. Tetapi ada kalanya dalam praktek sehari-hari, pengertian populasi itu dinyatakan dalam pengertian heterospesies dan polispesies.
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini meliputi pengertian populasi, ciri-ciri populasi, kerapatan populasi dan cara pengukurannya, pengukuran kerapatan nisbi, kelangkaan hewan, parameter utama populasi, distribusi individu dalam populasi, struktur utama populasi, piramida ekologi dan pertumbuhan populasi.


1.2  Rumusan masalah
1.      Apa pengertian populasi?
2.      Bagaimana  karakteristik populasi?
3.      Apa saja metode yang digunakan dalam pengukran populasi?
4.      Bagaimana distribusi individu dalam populasi?
5.      Bagaimana pola penyebaran individu?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian populasi
2.      Untuk mengetahui karakteristik populasi
3.      Untuk mengetahui metode dalam pengukran populasi
4.      Untuk mengetahui distribusi individu dalam populasi
5.      Untuk mengetahui pola penyebaran individu.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Spesies Taksonomi
Konsep taksomis adalah pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan ciri fisik tertentu. Dalam penyebutan organisme sering dipergunakan istilah taksa apabila tingkatan taksonominya belum diketahui. Unit terkecil dalam taksonomi adalah spesies, sedangkan unit tertinggi adalah kingdom. Diantara unit-unit ba ku dapat ditambahkan super jika terletak di atas unit baku, contoh: super kingdom, merupakanunit yang lebih tinggi dari kingdom. Jika ditambahkan sub terletakdi bawah unit baku. Contoh: sub filum, terdapat di bawah unit filum.
2.2 Pengertian Populasi dan Populasi lokal
Pengertian Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi. Contoh populasi :


                    

                 Populasi Tumbuhan                                    Populasi hewan
Sumber: Anonymous 2010
           Penyebaran individu-individu itu dapat berada dalam kelompok-kelompok, dan kelompok-kelompok itu terpisah antara satu dengan yang lain. Pemisahan kelompok-kelompok itu dapat dibatasi oleh kondisi geografis atau kondisi cuaca yang menyebabkan individu antar kelompok tidak dapat saling berhubungan untuk melakukan tukar menukar informasi genetik. Populasi-populasi yang hidup secara terpisah ini di sebut deme. Sebagai contoh, populasi banteng di Pulau Jawa terpisah menjadi dua subpopulasi, yang satu terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran yang terletak di ujung timur, yang lain terdapat di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang berada di ujung barat Pulau Jawa. Jika isolasi geografis atau cuaca itu menyebabkan hewan sama sekali tidak dapat melakukan pertukaran informasi genetik, maka antara kelompok yang satu dengan yang lain bisa terdapat variasi-variasi genetik sebagai akibat seleksi alam yang terjadi di tempat masing-masing. Namun, jika ada kejadian yang memungkinkan dua populasi yang terpisah dapat bersatu, pertukaran informasi genetik dapat berlangsung.
Populasi Lokal dan Ras Ekologi
            Dalam situasi tertentu sekelompok individu ada kemungkinan secara genetika terisolasi, persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota kelompok itu sendiri. Kelompok organisma-organisma yang terisolasi tersebut biasanya disebut ”populasi lokal”. Populasi lokal adalah merupakan unit dasar dalam proses evolusi, pertukaran gena terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama shingga terjadi struktur gena yang khusus untuk kelompok tersebut dan akan berbeda dengan struktur gena populasi lokal lainnya meski untuk species yang sama. Hal ini dikarenakan adanya seleksi alami yang beroperasi terhadapnya, sehingga menghasilkan individu-individu dengan susunan gena yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap lingkungan lokal, dan akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika dibandingkan dengan individu-individu yang tidak tahan.
            Salah satu jalan suatu populasi lokal dapat teradaptasi terhadap suatu lingkungan adalah dengan pengembangan dan pengelolaan diversitas genetikanya melalui reproduksi seksual dalam populasi.Hasilnya adalah sekelompok atau susunan individu-individu yang masing-masing berbeda dalam toleransinya terhadap lingkungan, salah satunya ada kemungkinan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim daripada rata-rata anggota populasi lainnya.Dengan demikian kehetrogenan struktur gena dari anggota populasi mempersiapkan populasi terhadap kehancurnnya akibat lingkungan, misal terhadap kemarau yang panjang.
            Hal yang sejalan terjadi pula dalam kurun waktu yang relatif lama dan lamban sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa ratusan bahkan ribuan tahun. Dengan demikian keheterogenan struktur gena merupakan cara dalam mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini sebagai mekanisma teradaptasinya suatu populasi akibat seleksi alami. Dalam suatu kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif sama, populasi lokal dari species yang ada berkecenderungan untuk memperlihatkan toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan berbeda toleransinya dengan species lokal lainnya (dari species yang sama) yang berada pada kondisi iklim yang berbeda.
            Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan ras ekologi. Contoh yang terkenal dari ras ekologi adalah di Skandinavia dimana terdapat dua populasi yang secara sistematik dimasukkan dalam satu species yang sama meskipun kedua populasi ini mempunyai karakteristika yang berbeda. Populasi di daerah pegunungan mempunyai karakteristika bentuk morfologi yang kerdil dan berbunga cepat, sedangkan populasi di daerah pantai bentuk morfologinya tinggi tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan bila individu dari populasi di pegunungan dipindahkan atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh dengan karakteristika populasi pantai, demikian pula sebaliknya. Contoh-contoh lain biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental yang luas. Jadi suatu ras ekologi adalah juga populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritika individu-individunya.
            Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah secara teratur, maka adaptasi  genetikanya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang nyata seperti pada ras yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang memperlihatkan keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat genetikanya sebagai penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya. Populasi-populasi dari sekelompok organisma-organisma dengan karakteristika yang berbeda secara teratur atau berurutan ini disebut ekoklin.Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka suatu species dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks dari ekoklin.Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi populasi yang mendalami pertumbuhan suatu populasi dan interaksi diantara populasi-populasi yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan yang terkontrol ataupun tidak terkontrol.Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu atau lebih populasi lokal dari suatu species dalam usaha untuk mempelajari genetika species sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi lingkungannya, kajian ini disebut ekologi gena atau ekologi fisiologi perbandingan. Pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada ekologi populasi. Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu peristilahan kerapatan atau kepadatan populasi. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam: jumlah individu persatuan luas, atau dapat pula dinyatakan dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran berbeda, ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).
            Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami perubahan. Dalam mempelajari perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kelahiram atau regenerasi: kematian, perpindahan masuk, dan perpindahan keluar). Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem dimana organisma itu masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan intra species adalah dalam keadaan maksimal yang dapat ditanggung oleh organisma tersebut. Berbagai faktor sebagai pendorong untuk terjadinya fluktuasi ini, yaitu: perubahan musim yang menyebabkan perubahan-perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim tertentu, disebut ”plankton bloom”.
Pengertian Ekotipe
Ekotipe adalah bagian dari populasi suatu jenis yang menunjukan ciri-ciri morfologi kimia, atau fisiologi yang mantap dan agaknya diatur oleh faktor-faktor genetika yang berkorelasi dengan keadaan ekologi tertentu.Ekotipe merupakan bentuk genetik dari suatu jenis dalam suatu populasi sebagai hasil adaptasinya terhadap lingkungan peralihan antara 2 atau lebih komunitas yang berbeda.Komunitas disini biasanya lebih beranekaragam dibanding dengan komunitas yang mengapitnya.Hal ini yang disebut dengan edge effect.

Ciri-Ciri Dasar Populasi
           Ada dua ciri dasar populasi, yaitu :ciri biologis, yang merupakan ciri-ciri yang dipunyai oleh individu-individu pembangun populasi itu, serta ciri-ciri statistik, yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok individu-individu yang berinteraksi satu dengan lainnya
1.ciri- ciri biologi
 Seperti halnya suatu individu, suatu populasi pun mempunyai ciri- ciri biologi, antara lain :
a. Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, yang sifatnya ada yang konstan dan ada pula yang berfluktuasi dengan berjalannya waktu (umur)
b. Ontogenetik, mempunyai sejarah kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, menjadi tua  = senessens, dan mati)
c. Dapat dikenai dampak lingkungan dan memberikan respons terhadap perubahan  lingkungan
d. Mempunyai hereditas
e. Terintegrasi oleh faktor- faktor hereditaa oleh faktor- fektor herediter (genetik) dan ekologi (termasuk dalam hal ini adalah kemampuan beradaptasi, ketegaran reproduktif dan persistensi. Persistensi dalam hal ini adalah adanya kemungkinan untuk meninggalkan keturunanuntuk waktu yang lama.
2. ciri- ciri statistik
             Ciri- ciri statistik merupakan ciri- ciri kelompok yang tidak dapat di terapkan pada individu, melainkan merupakan hasil perjumpaan dari ciri- ciri individu itu sendiri, antara lain:
a. Kerapatan (kepadatan) atau ukuran besar populasi berikut parameter- parameter utama yang mempengaruhi seperti natalitas, mortalitas, migrasi, imigrasi, emigrasi.
b. Sebaran (agihan, struktur) umur
c. Komposisi genetik (“gene pool” = ganangan gen)
d. Dispersi(sebaran individu intra populasi
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan populasi kita harus mengenal istilah-istilah yang dipakai, bahkan karena penelitian tentang populasi menggunakan angka-angka, maka juga harus mengerti tentang matematika.Istilah-istilah yang dimaksud misalnya yang dijumpai dalam mempelajari karakteristik populasi.
2.3 Karakteristik populasi
1.    Kerapatan Populasi dan Cara Pengukurannya
            Kerapatan populasi adalah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang (area), yang umumnya diteliti dan dinyatakan sebagai jumlah (cacah) individu dan biomasa persatuan luas, persatuan isi( volume) atau persatuan berat medium lingkungan yang ditempati. Misalnya, 50 individu tikus sawah per hektar, 300 individu keratela sp (zooplankton) per meter kubik air, 3 ton udang per hektar luas permukaan tambak, atau 50 individu afik( kutu daun) per daun.
Pengaruh populasi terhadap  komunitas dan ekosistem tidak hanya tergantung kepada jenis apa dari organisme yang terlibat tetapi tergantung kepada jumlahnya atau kerapatan populasinya kadang kala penting untuk membedakn kerapatan kasar dari kerapatan ekologi( kerapatanspesifik.
            Kerapatan kasar adalah kerapatan yang didasarkan atas kesatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologi adalah kerapatan yang didasarkan atas ruang yang benar- benar (sesungguhnya) ditempati (mikrohabitat). Contoh : kerapatan afik (kutu daun) per pohon dibandingkan dengan kerapatan afik per daun,
            Lebih lanjut, kerapatan populasi suatu hewan dapat dinyatakan dalam bentuk kerapatan mutlak(absolut) dan kerapatan nisbi( relatif). Pada penafsiran kerapatan mutlak diperoleh jumlah hewan per satuan area, sedangkan pada penafsiran kerapatan nisbi nisbi hal itu tidak diperoleh, melainkan hanya akan menghasilkan suatu indeks kelimpahan (lebih banyak atau sedikit, lebih berlimpah atau kurang berlimpah).
            Pengukuran kerapatan populasi kebanyakan dilakukan dengan sensus atau metode menggunakan sample (sampling).
A.    Kerapatan mutlak
             Pengukuran kerapatan mutlak dapat dilakukan dengan cara:
1.    Pencacahan Total (perhitungan menyeluruh)
Metode ini disebut juga sensus yang digunakan untuk mengetahui jumlah nyata dari individu yang hidup dari suatu populasi. Metode ini biasanya diterapkan kepada daerah yang sempit pada hewan yang hidupnya menetap,misalnya porifera dan binatang karang. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan  populasi hewan  yang berjalan lambat, misalnya jenis hewan dari coelenterata, siput air dan lain- lain.
2.    Metode Sampling (cuplikan)
Pada metode ini, pencacahan dilakukan pada suatu cuplikan (sample), yaitu suatu proporsi kecil dari populasi dan menggunakan hasil cuplikan tersebut untuk membuat taksiran kerapatan (kelimpahan) populasi.
Pemakaian metode ini bersangkut paut dengan masalah penentuan ukurann dan jumlah cuplikan, oleh karena itu bersangkut paut pula dengan metode-metode statistik. Beberapa metode pencuplikan yang digunakan antara lain:
A.  Metode kuadrat
Pencuplikan dilakukan pada suatu luasan yang dapat berbentuk bujur sangkar, persegi enam, lingkaran dan sebagainya. Prosedur yang umum dipakai disini adalah menghitung semua individu dari beberapa kuadrat yang diketahui ukurannya dan mengekstrapolasikan harga rata- ratanya untuk seluruh area yang diselidiki.
B.  Metoda menangkap- menandai- menangkap ulang
Metode ini dinamakan juga dengan “mark-recapture”, metode ini mengambil tiga asumsi pokok, yaitu: 1. individu- individu yang tidak bertanda maupun yang bertanda ditangkap secara acak.2. individu- individu yang diberi tanda mengalami laju mortalitas yang sama seperti yang tidak bertanda.3. tanda- tanda yang dikenakan pada individu tidak hilang ataupun tidak tampak.
C.  Metode removal (pengambilan)
Metode ini umum digunakan untuk menaksir besar populasi mamalia kecil. Asumsi- asumsi dasar yang digunakan dalm metode pengambilan adalah sebagai berikut: 1. populasi tetap stasioner selama periode penangkapan.2. peluang setiap individu populasi untuk tertangkap pada setiap perioda panangkapan adalah sama.3. probabilitas penangkapan individu dari waktu selama perioda penangkapan adalah sama.
D.  Pengukuran kerapatan nisbi (relatif)
Beberapa diantara pengukuran kelimpahan relatif adalah sebagai berikut :
·    Menggunakan perangkap
·    Menggunakan jala
·    Menghitung jumlah felet faeses
·   Frekuensi vokalisasi, indeks kelimpahan populasi dinyatakan sebagai frekuensi bunyi persatuan waktu
·    Tangkaan persatuan usaha
·    Jumlah artifakta
·    Daya makan
·    Kuesioner
·    Sensus tepi jalan
·    Umpan manusia
2.    Natalitas
            Merupakan kemampuan populasi untuk bertambah atau untukmeningkatkan jumlahnya, melalui produsi individu baru yang dilahirkan atau ditetaskan dari teliu melalui aktifitas perkembangan.
Laju natalitas: jumlah individu baru per individu atau per betina per satuan waktu.
Ada dua aspek yang berkaitan dengan natalitas ini antara lain :
A.    fertilitas
tingkat kinerja perkembangbiakan yang direalisasikan dalm populasi, dan tinggi rendahnya aspek ini diukur dari jumlah telur yang di ovovivarkan atau jumlah anak yang dilahirkan.
B.    fekunditas
tingkat kinerja potensial populasi itu untuk menghasilkan individu baru.
Dalam ekologi dikenal dua macam natalitas yaitu:
1.  Natalitas maksimum= n. mutlak (absolut)=n.
2. Natalitas ekologi= pertambahan populasi dibawah kondisi lingkungan yang spesifik atau sesungguhnya.
3.    Mortalitas
Menunjukkan kematian individu dalam populasi.Juga dapat dibedakan dalam dua jenis yakni:
A.    mortalitas ekologik = mortalitas yang direalisasikan yakni,matinya individu            
     dibawah kondisi lingkungan tertentu.
B.    mortalitas minimum(teoritis), yakni matinya individu dalam kondisi lingkungan      
      yang ideal, optimum dan mati semata- mata karena usia tua.
4.    Emigrasi, imigrasi dan migrasi.
 Ketiga istilah diatas bersangkut paut dengan perpindahan.
·    Emigrasi  : perpindahan keluar dari area suatu populasi.
·   Imigrasi   : perpindahan masuk ke dalam suatu area populasi dan  mengakibatkan meningkatkan kerapatan
·   Migrasi   : menyangkut perpindahan (gerakan) periodik berangkat dan kembali dari populasi.


5.    Distribusi Individu dalam Populasi
Distribusi individu dalam populasi, sering kali disebut sebagai dispersi atau pola penjarakan (pola penyebaran) secara umum dapat di bedakan atas 3 pola utama yaitu:
1.    Acak (Random)
 Pada pola sebaran ini peluang suatu individu untuk menempati sesuatu situs dalam area yang di tempati adalah sama, yang memberikan indikasi bahwa kondisi lingkungan bersifat seragam. Keacakan berarti pula bahwa kehadiran individu lainnya. Dalam sebaran statistik, sebaran acak ini ditunjukkan oleh varians (s2) yang sama dengan rata-rata (x).
2.    Teratur (Seragam, unity):
Pola sebaran ini terjadi apabila diantara individu-individu dalam populasi terjadi persaingan yang keras atau ada antagonisme positif oleh adanya teritori-teritori terjadi penjarakan yang kurang lebih merata. Pola sebaran teratur ini relatif jarang terdapat di alam. Lewat pendekatan statistik, pola sebaran teratur ini di tunjukkan oleh varians (s2) yang lebih kecil dari rata-rata (x)
3.    Mengelompok (Teragregasi, Clumped)
Merupakan pola sebaran yang relatif paling umum terdapat di alam pengelompokan itu sendiri dapat terjadi oleh karena perkembangbiakan, adanya atraksi sosial dan lain-lain. Lewat pendekatan statistik, pola sebaran menelompok ini varians (s2) yang lebih besar dari rata-rata (x)
6.    Pertumbuhan Populasi
Suatu populasi akan mengalami pertumbuhan, apabila laju kelahiran di dalam populasi itu lebih besar dar laju kematian, dengan mengasumsikan bahwa laju emigrasi.
Dikenal dua macam bentuk pertumbuhan populasi, yakni bentuk pertumbuhan eksponensial ( dengan bentuk kurva J) dan bentuk pertumbuhan sigmoid (dengan bentuk kurva S).
1.    Pertumbuhan Eksponensial
Pertumbuhan populasi bentuk eksponensial ini terjadi bilamana populasi ada dalam sesuatu lingkungan ideal baik, yaitu ketersediaan makanan, ruang dan kondisi lingkungan lainnya tidak beroperasi membatasi, tanpa da persaingan dan lain sebagainya. Pada pertumbuhan populasi yang demikian kerapatan bertambah dengan cepat secara eksponensial dan kemudian berhenti mendadak saat berbagai faktor pembatas mulai berlaku mendadak.
2.    Pertumbuhan Sigmoid
Pada pertumbuhan populasi yang berbentuk sigmoid ini, populasi mula-mula meningkat sangat lambat (fase akselerasi positif). Kemudian makin capet sehingga mencapai laju peningkatan secara logaritmik (fase logaritmik), namun segera menurun lagi secara perlahan dengan makin meningkatnya pertahanan lingkungan, misalnya yang berupa persaingan intra spesies (fase akselerasi negatif) sehingga akhirnya mencapai suatu tingkat yang kurang lebih seimbang (fase keseimbangan). Tingkat populasi yang merupakan asimptot atas dari kurva sigmod, yang menandakan bahwa populasi tidak dapat meningkat lagi di sebut daya dukung (K= suatu konstanta). Jadi daya dukung suatu habitat adalah tingkat kelimpahan populasi maksimal (kerapatan jumlah atau biomasa) yang kelulus hidupannya dapat di dukung oleh habitat tersebut.
1.4  Penyebaran Populasi
A.  Pengertian Jenis Endemik dan Kosmopolit
Endemik adalah Endemisme dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada satu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu. Untuk dapat dikatakan endemik suatu organisme harus ditemukan hanya di suatu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain( Anonymous, 2010 ).
Menurut pakar biologi dan ekologi, endemik atau endemis berarti eksklusif asli pada suatu tempat (biota). Suatu jenis tumbuhan dikatakan endemik apabila keberadaannya unik di suatu wilayah dan tidak ditemukan di wilayah lain secara alami. Istilah ini biasanya diterapkan pada unit geografi suatu pulau atau kelompok pulau, tetapi kadang - kadang dapat berupa negara, tipe habitat atau wilayah.Tumbuhan yang hidup pada suatu kepulauan cenderung berkembang menjadi tipe atau jenis endemik karena isolasi geografi. Jenis endemik adalah jenis yang ditemukan secara eksklusif pada suatu lokasi yang memiliki sifat-sifat spesifik, misalnya tanah serpentin ( tanah yang morfologinya berasal dari batuan ). Sedangkan jenis kosmopolit merupakan kebalikan dari jenis endemik.Artinya dapat ditemukan di tempat luas.Istilah endemik biasanya digunakan untuk daerah yang secara geografi terisolasi.Sementara kosmopolit adalah terdapat diberbagai tempat.
Endemik dan kosmopolit dalam ekologi erat kaitannya dengan flora dan fauna.Khusus di ekologi tumbuhan berkaitan erat dengan flora.Banyak yang telah mengenal tumbuhan endemik dan kosmopolit yang berada di Indonesia.Tumbuhan endemik adalah merupakan tumbuhan yang penyebarannya terbatas di wilayah yang tidak terlalu luas, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan setempat.
Terdapat macam-macam tumbuhan endemik, antara lain :
      Tumbuhan endemik benua( ruang lingkup yang hanya terdapat di suatu benua)
      Tumbuhan endemik regional ( ditemukan dalam sub regional saja)
      Tumbuhan endemik lokal atau setempat ( hanya terdapat disuatu tempat saja misalnya di Indonesia Bunga Raflesia arnoldi )
      Tumbuhan endemik adalah tumbuhan yang daerah distribusinya sempit atau hanya terdapat di daerah tertentu, contohnya Cendana dan Raflesia arnoldi.
      Tumbuhan kosmopolit merupakan kelompok tumbuhan yang penyebarannya diseluruh dunia. Tumbuhan kosmopolit ada tumbuhan yang daerah distribusinya luas atau terdapat dimana-mana. Contohnya rumput dan lumut.
Penyebaran Jenis Endemik dan Kosmopolit.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persebaran jenis endemik dan kosmopolit.Seperti keadaan iklim yang mencakup curah hujan, suhu, jenis tanah dan topografi.Curah hujan merupakan komponen iklim yang penting bagi sebagian besar organisme, terutama tumbuhan.Daerah tropis mempunyai curah hujan dan suhu udara yang tinggi sehingga memiliki lebih banyak spesies tumbuhan dan hewan dari pada daerah iklim sedang atau lainnya.Pada ekosistem laut, pembentukan komunitas dipengaruhi oleh faktor suhu, air, cahaya matahari, salinitas, tekanan air dan bentuk dasar laut.Iklim merupakan faktor utama yang menentukan tipe tanah maupun spesies tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut. Sebaliknya, jenis tumbuhan yang ada menentukan jenis hewan dan mikroorganismeyang akan menghuni daerah tersebut.
Pada dasarnya iklim tergantung pada matahari. Matahari bertanggung jawab tidak hanya untuk intensitas cahaya yang tersedia untuk proses fotosintesis, tetapi juga untuk temperatur umumnya. Iklim tropis yang menerima cahaya matahari secara vertikal selama setahun penuh, mempunyai temperatur yang tingginya hampir tetap.Di daerah-daerah lainnya secara kasar temperatur berbeda-beda dalam kuatitas dan intensitas cahaya matahari pada musim yang berbeda.Temperatur di suatu daerah menentukan batas-batas yang keras terhadap jenis-jenis organisme yang dapat hidup di daerah tersebut.Karena temperatur berubah-ubah baik di daerah ketinggian (altituda) maupun garis lintang (latituda), maka daerah pegunungan cenderung menunjukan suatu variasi ketinggian dalam vegetasi dari dasar ke puncak yang serupa, seperti yang tampak bila mengadakan perjalanan pergi jauh ke arah utara (kutub utara) atau ke arah selatan (kutub selatan) dari equator.Komponen lain yang dapat menentukan organisme apa yang dapat hidup di suatu daerah adalah kelembaban. Udara yang hangat menahan/ menyimpan kelembaban lebih banyak dari pada udara dingin, dan pada saat udara menjadi dingin beberapa dari kelembaban dapat memadat sebagai air hujan, salju atau embun. Udara yang di panas di equator akan naik atau mengembang atau menyebar luas dan menjadi dingin pada saat naik lebih tinggi di atmosfer. Hal ini membuat udara dingin melepaskan beberapa kelembabannya dan menghsilkan hujan tropis.Udara bergerak terus dan akhirnya turun masuk tanah lagi menjadi lebih hangat danmengumpulkan lebih banyak kelembaban.
Penurunan dari udara kering ini dapat menciptakan gurun yang luas di dunia.Lebih jauh ke utara dan ke selatan digaris lintang iklim sedang.Curah hujan yang banyak diperlukan untuk mendukung pertumbuhan pohon-pohon yang besar, sedangkan curah hujan yang lebih sedikit membantu komunitas yang di dominasi oleh pohon-pohon yang lebih pendek, semak, belukar, rumput dan akhirnya kaktus atau tumbuhan gurun lainnya. Dalam keadaan yang ekstrem, kekurangan curah hujan mengakibatkan tidak ada tumbuhan sama sekali di daerah tersebut. Makin tinggi curah hujan dan temperatur di suatu daerah (tanah), makin banyak dan makin besar jumlah tumbuhan yang didukungnya.Dengan demikian iklim merupakan salah satu faktor utama terbentuknya daerah-daerah persebaran bagi tumbuhan – tumbuhan epifit dan kosmopolit.    
Keadaan dari iklim inilah menciptakan suatu lingkungan terestrial yang cenderung berubah dalam suatu pola karakteristik.Perubahan ini terjadi bertahap dan akhirnya membentuk zona – zona tertentu dan tersendiri, yang masing – masing zona membentuk bioma.Bioma dapat diartikan sebagai macam komunitas utama yang terdapat pada suatu daerah yang dapat dikenal berdasarkan kenampakannya.Di dalam suatu bioma terdapat jenis – jenis dari tumbuhan endemik dan kosmopolit yang mewarnai keaneka ragaman dalam suatu bioma.Ada berbagai bioma di dunia yaitu bioma gurun, sabana, hutan hujan tropis, hutan gugur dan savana.
a)    Bioma Gurun
Bioma gurun dicirikan dengan kondisi iklim musim kering yang sangat ekstrim dengan suhu udara yang tinggi. Bioma gurun ini tersebar di Amerika Utara yang disebut praire, di Asia disebut steppa, Amerika Selatan disebut pampas, dan Afrika Selatan disebut veld. Sesuai dengan kondisi alamnya, maka tidak semua jenis vegetasi bisa tumbuh di gurun.Jenis vegetasi yang bisa bertahan hidup di daerah gurun antara lain adalah kaktus, liliaceae, aloe, Kaktus saguora, dan cholla.
b)   Bioma Sabana
Bioma sabana adalah padang rumput dengan diselingi oleh gerombolan pepohonan. Berdasarkan jenis tumbuhan yang menyusunnya, sabana dibedakan menjadi dua, yaitu sabana murni dan sabana campuran.
- Sabana murni : bila pohon-pohon yang menyusunnya hanya terdiriatas satujenis tumbuhan saja.
- Sabana campuran : bila pohon-pohon penyusunnya terdiri darcampuran berjenis-jenis pohon.
c) Bioma Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan merupakan bioma paling kompleks, jumlah dan jenis vegetasinya sangat banyak dan bervariasi, keadaan itu disebabkan oleh iklim mikro ( iklim yang sesuai untuk tumbuh tanaman ) yang sangat sesuai bagi kehidupan berbagai jenis tumbuhan. Iklim hutan hujan tropis dicirikan dengan musim hujan yang panjang, suhu udara, dan kelembapan udara tinggi. Terdapat beberapa lapisan vegetasi dalam hutan hujan, yaitu sebagai berikut:
a) Lapisan vegetasi yang tingginya mencapai 35-42 m, dan daunnya merupakan”kanopi” (payung) bagi vegetasi dibawahnya.
b) Lapisan tertutup kanopi dengan ketinggian vegetasi berkisar 20-35 m, pada lapisanini sinar matahari masih bias menembus.
c) Lapisan tertutup kanopi berkisar 4–20 m, merupakan daerah kelembapan udara relatif konstan.
d) Lapisan vegetasi dengan ketinggian berkisar 1-4 m.
e) Lapisan vegetasi dengan ketinggian antara 0-1 m, berupa anakan pohon serta semakbelukar.

Bioma hutan hujan tropis tersebar di daerah antara 10º LU dan 10º LS, termasuk di dalamnya Hutan Amazon (Amerika Tengah), Afrika Barat, Madagaskar Timur, AsiaSelatan (Indonesia dan Malaysia), dan Australia.
d)   Bioma Hutan Gugur
Ciri khas dari bioma ini adalah warna daun yang berwarna oranye keemasan. Hal ini disebabkan karena pendeknya hari sehingga merangsang tanaman menarik klorofil dari daun sehingga diisi pigment lain. Jenis vegetasi yang tumbuh adalah quercus (oak), acer (maple), castanea dan lain-lain. Tersebar di Eropa Barat, Eropa Tengah, Asia Timur (Korea dan Jepang) dan Timur Laut Amerika. Vegetasi jenis ini hanya dapat ditemui di Benua Eropa serta Asia Timur, karena vegetasi ini hidup pada kawasan subtropis dengan iklim semi selama enam bulan serta mengalami musim gugur saat musim kering sampai musim dingin.
e)    Bioma Savana
Bioma savana beriklim asosiasi antara iklim tropis basah dan iklim kering yang terbentang dari kawasan tropika sampai subtropik.Daerah tropika sampai subtropika dengan curah hujan yang tidak teratur menyebabkan tanah di daerah tersebut mempunyai tingkat kesuburan sangat rendah. Vegetasi yang tumbuh adalah rumput-rumputan, seperti gramineae jenis rumput yang hidup sepanjang tahun dengan ketinggian rumput mencapai 2,5 m lebih. Bioma ini tersebar di Afrika Timur, Amerika Tengah, Australia, dan Asia Timur.Indonesia memiliki 2 bioma yaitu bioma hutan hujan tropis dan savanna.Dimana banyak terdapat tumbuhan endemik dan kosmopolit. Di bioma hutan hujan tropis sendiri banyak di ketemukan tumbuhan endemik yanghanya dapat tumbuh di Indonsia misalnya saja:
1. Bunga bangkai (Amorphophalus titanum) di Sumatera
2. Rafflesia arnoldi di Sumatra
3. Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata) di Kalimantan
4. Kayu Eboni (Diospyros sp) di Sulawesi
5. Kayu Cendana (Santalum album) di Nusa Tenggara
6. Sagu (Metroxylon sagu) di Papua
7. Matoa (Pometia pinnata)
8. Rafflesia borneensis di Kalimantan
9. Rafflesia cilliata di Kalimantan Timur
10. Rafflesia horsfilldii di Jawa
11. Rafflesia patma di Nusa Kambangan dan Pangandaran
12. Sawo Kecik (Manilkara Kauki) Di Jawa
13. Bambu manggong (Gigantochloa manggong) di Jawa
14. Ketapang (Terminalia cattapa)
Saat ini, jumlah tumbuhan endemik di Indonesia khususnya telah mengalami kepunahan maka dari itu perlu dilakukan beberapa cara seperti melakukan perlindungan–perlindungan pada tanaman endemik. Beberapa cara tersebut adalah :
1.Mendirikan cagar alam untuk melindungi tumbuhan endemic
2.Penguatan upaya pemerintah melindungi tumbuhan endemic
3.Memperbanyak spesies tumbuhan endemik misalnya dengan cara kultur jaringan

4.Sosialisasi pada masyarakat akan pentingnya melindungi tumbuhan endemic
1.5 Pola Penyebaran Individu
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi biasbermacam–macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : enyebaran secara acak, penyebaran secara merata, dan penyebaran berkelompok (Rahardjanto, 2001)
Penyebaran secara teratur (regular dispersion) dengan individu – individu yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem yang dikelola, dan disini tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999).
Penyebaran acak (random dispersion) juga sangat jarang terjadi dialam. Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila factor lingkunganya sangat seragam unuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat – sifat untuk berkelompok dai organisme tersebut,, dalam tumbuhan ada bentuk – bentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompokan tumbuhan (Azhari, 2007).
Penyebaran secara merata, umum terdapat padaa tumbuhan. Penyebaran seacam ini terjadi apabila adapersaingan yang kuat diantara individu – individu dalam populasi tersebut. Pada tumuhan misalnya untuk mendapatkan nutrisi dan ruang (Lestari, 2001).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah.
           Ada dua ciri dasar populasi, yaitu :ciri biologis, yang merupakan ciri-ciri yang dipunyai oleh individu-individu pembangun populasi itu, serta ciri-ciri statistik, yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan atau kelompok individu-individu yang berinteraksi satu dengan lainnya.
            Dalam menentukan karakteristik populasi dapat dilihat dari kerapatan, natalitas, mortalitas, distribusi, pertumbuhan populasi. Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi. Pola penyebaran individu antara lain :
1.  Penyebaran secara teratur (regular dispersion)
2.   Penyebaran acak (random dispersion
3.   Penyebaran secara merata, umum terdapat padaa tumbuhan.
4.   Penyebaran secara berkelompok (clumped dispersion)







DAFTAR PUSTAKA


Krebs, S.J. 1989. Ekofarming.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Lestari, P. 2001. Fraksional POOL Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan Lahan Deforestasi.Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian Indonesia Volume 3 No 2, 2001. Hal 75 – 83.
Margian, Wolf. 1988. General Ecology. Saunders College Pub. New York.
Pratiwi, D.A dkk. 2007. Biologi SMA. Erlangga: Jakarta
Riberu, Paskalis. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur – No.01 / Th.I / Maret 2002.
Rifqi, MA. Ekologi Dasar; Keterbatasan, Komunitas, Nich, dan Suksesi.
Setiono, Djoko. 1999. Keberadaan Taman Nasional Baluran Terancam Acacia Nilotica (Akasia Duri).Jurnal Nasional Taman Baluran Vol 5 No 14, 1999. Hal 45 – 58.
Anonymous. 2010 .http://biologimanzapo.blogspot.com/2010/02/reproduksipada-tumbuhan.html ( 17 Oktober 2010 )

Anonymous. 2010. http://iwandrsgeo81.wordpress.com/( 17 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://riyn.multiply.com/journal/item/15( 23 Oktober 2010 )
Anonymous. 2010. http://zogakurniawan.blogspot.com/2010/02/macam-macam-bioma-di-dunia.html( diakses 17 Oktober 2010 )

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “EKOSISTEM”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro.
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Ibu Dr. Nanik Heru S, M.Si selaku dosen pengampu pada mata kuliah Ilmu Lingkungan.
1.        Rekan-rekan yang mengikuti perkuliahan Biologi.
2.        Keluarga yang selalu mendukung penyusun.
3.        Semua pihak yang ikut membantu penyusunan makalah “EKOSISTEM”, yang  tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu,kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.


Pekanbaru,  29 April  2014








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi seperti kerusakan tanah, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian dan pemanfataan sumber-sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia akibat pertumbuhan penduduk yang cepat.
Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan. Makin tinggi kebudayaan manusia, makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar jumlah kebutuhan hidupnya yang diambil dari lingkungan, maka berarti makin besar perhatian manusia terhadap lingkungan.
Perhatian dan pengaruh manusia hidup terhadap lingkungan makin meningkat pada zaman teknologi maju. Masa ini manusia mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Eksplotasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhi bahan dasar industri. Sebaliknya hasil sampingan dari industri berupa asap dan limbah mulai menurunkan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan hidup manusia dapat dilihat dan dibagi menjadi 2, yaitu kebutuhan hidup materil, dan kebutuhan hidup nonmateril. Kebutuhan hidup materil , antara lain adalah air, udara, sandang, pangan, papan, transportasi, serta perlengkapan fisik lainnya. Dan kebutuhan nonmateril adalah rasa aman, kasih sayang, pengakuan atas eksistensinya, dan sistem nilai dalam masyarakat.
Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya pikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan makhluk lainnya. Disini jelas terlihat bahwa manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa


yang dikehendaki. Namun demikian, kegiatan manusia ini dapat menimbulkan bermacam-macam gejala.
Secara sekilas penulis gambarkan bahwa masalah lingkungan bukanlah masalah yang mudah, namun merupakan masalah yang sangat global.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian dari ekosistem?
2.    Bagaimana susunan ekosistem?
3.    Apa saja macam-macam ekosistem?

C.    Tujuan
1.    Menguraikan pengertian dari ekosistem.
2.    Menguraikan susunan ekosistem.
3.    Menguraikan macam-macam ekosistem.

















BAB II
EKOSISTEM
A.  Ekosistem
Ekosistem  adalah hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati yang membentuk sistem ekologi atau tingkatan organisasi kehidupan yang mencakup organisme dan lingkungan tak hidup, dimana kedua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi. Pada ekosistem, setiap organisme mempunyai suatu peranan, ada yang berperan sebagai produsen, konsumen ataupun dekomposer.. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup ,dan tidak hidup di suatu tempat serta Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu.Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.
B. Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan.
1.   Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya).
Ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut:
a.   Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu siang hari tinggi (bisa mencapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.
b.  Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru, serangga, tikus dan ular.
c.       Bioma hutan basah
Bioma hutan basah terdapat di daerah tropika dan subtropik. Ciri-cirinya adalah, curah hujan 200-225 cm per tahun. Species pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya. Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinngi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro (iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme). Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari. Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu sepanjang hari sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit. Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu.
d.      Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang, Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
e.       Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dap sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur.
f.       Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk dan lalat hitam.
2.      Ekosistem perairan
Ekosistem perairan ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa air.
a.       Ekosistem air tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.
Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut:
a.         Adaptasi tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
b.     Adaptasi hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup:
a. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
b.  Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
1)  Plankton; terdiri atas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang   (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
2)  Nekton; hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
3)  Neuston; organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
4)  Perifiton; merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
5)  Bentos; hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai.
1)      Danau
     Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi.
2)   Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang.
Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular.
b.      Ekosistem air laut
Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang.
1)      Ekosistem Laut
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.

2)      Ekosistem pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

C. STUDI KASUS
1)      Pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang: studi kasus efek sedimentasi di wilayah pesisir timur pulau Bintan
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemilahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Pada tahun 1996 diperkirakan luas terumbu karang di perairan Bintan adalah 16.860,5 hektar. Pengamatan di lapangan atas terumbu karang yang dilakukan di sekitar perairan Pantai Trikora, di pesisir timur Pulau Bintan, memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang pada lokasi tersebut telah mengalami kerusakan. Hal ini dilihat dari tutupan karang hidup yang rendah serta banyaknya ditemukan karang mati. Banyaknya karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan yang berlangsung di wilayah pesisir timur Pulau Bintan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu karang. Namunberdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan pembangunan yang pengaruhnya paling besar pada ekosistem terumbu karang adalah kegiatan pembukaan lahan.
2)      Gambaran Kerusakan Ekosistem Mangrove
Dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki boundary yang jelas. Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan sumberdaya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove, ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan. Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah:
1.    Ekosistem  adalah hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati yang membentuk sistem ekologi atau tingkatan organisasi kehidupan yang mencakup organisme dan lingkungan tak hidup, dimana kedua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi. 
1.    Ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air laut.

B.     Saran
Dalam suatu kehidupan, suatu organisme tidak dapat hidup sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya suatu organisme akan sangat bergantung pada organisme lain dan berbagai komponen lingkungan yang ada di sekitarnya.
















DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. 2008. Ekosistem Umum.
macam-ekosistem/tanggal 28 Maret 2013.

tanggal 28 Maret 2013.

Heddy, Suwasono, dkk. 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali.
Rahardjanto, Abdulkadir. 2001. Ekologi Umum. Umm Press: Malang.














BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
    Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu  waktu daerah tertentu dan yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat – sifat komunitas tersebut.  Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan kata – kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati.
   Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan : 1) bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan aghatis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil. 2) berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dll. 3) berdasarkan sifat – sifat atau tanda – tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik. Macam – macam komunitas. Di alam terdapat bermacam – macam komunitas yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1) komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam, (2) komunitas teresterial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di perkarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.

1.2 Tujuan
            Tujuan penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan memahami pengertian komunitas
2.      Mengetahui dan memahami pembagian komunitas
3.      Mengetahui dan memahami pengertian struktur komunitas
4.      Mengetahui dan memahami konsep pengamatan pola komunitas
5.      Mengetahui dan memahami interaksi antar spesies anggota populasi















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian komunitas tumbuhan

         Komunitas adalah sekelompok mahluk hidup dari berbagai macam jenis yang hidup bersama pada suatu daerah. Organisme yang hidup bersama ini di sebut komunitas biotic. Masing – masing organism dalam suatu komunitas hidup di tempat tertentu diantara organism yang hidup dan yang mati serta sisa – sisanya. Organisme ini di pengaruhi oleh faktor – faktor lingkunga yang tidak hidup yang di sebut abiotik seperti tanah, iklim, dan air.
         Seorang ahli Frederick Klemans (1900) mengatkan bahwa, suatu komunitas merupakan suatu organisme  jenis komposisi yang terbatas dan yang mempunyai sejumlah kehidupan namun, dianut oleh alhi ekologi sekarang adalah pendangan yang mengatkan suatu komunitas adalah merupakan suatu gabungan dari beberapa organisme.
          Hutan tropika basah merupakan komunitas yang dominan di indonesia. Sifat yang menyolok dari hutan tropis basah adalah volum persatuan luas dari biomassa yang ada di atas tanah, sehingga memberi kesan bahwa lahan yang ditumbuhinya itu merupakan lahan yang sangat subur. Tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, tanah hutan dikawasan tropis itu umumnya miskin, kecuali tanah – tanah alufial yang baru dan tanah – tanah vulkanik. Karena hujan lebat sering terjadi, maka tanah juga mudah sekali terkena pembasuhan. Dalam keadaan demikian sering terjadi, maka tanah juga mudah sekali terkena pembasuhan. Dalam keadaan demikian tidaklah efisien dan menguntungkan bagi pertumbuhan apabila kesuburan itu di simpan dalam tanah tanggap dalam keadaan seperti ini tumbuhan yang tumbuhan dalam habitat itu melalui proses evaluasi telah mengadaptasikan diri dan mengembangkan suatu sistem untuk mencegah kehilangan hara makanan. Sistem daun hara dalam hutan tropis basah sangat ketat, tahan kebocora serasa segera di serap kembali untuk digunakan dalam pertumbuhann dan berjalan cepat, arti kata bahwa hara makanan yang di lepas oleh dekomposisi serasa segera di serap kembali untuk digunakan dalam pertumbuhan  dan kembali untuk digunakan dalam pertumbuhan dan kemudian digabungkan kedalam tubuh tumbuhan.
            Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
1.      Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil.
2.      Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dll.
3.      Berdasarkan sifat – sifat atau tanda – tanda fungsional misalnya metabolisme komunitas.

2.2. konsep pengamatan pola komunitas
            Whittaker (1970) mengemukakan bahwa ada tiga konsep yang dapat diterapkan dalam mengamati pola komunitas. Umpamanya saja, dalam gradasi elevasi (elevation gradient) termasuk faktor – faktor penurunan suhu rata – rata, pertambahan curah hujan, pertambahan kecepatan angin dan sebagainya, kearah ketinggian yang meningkat. Faktor – faktor ini secara menyeluruh mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan, dan sangat sulit menentukan faktor nama sebenarnya yang paling penting dalam sebuah populasi, tanpa eksperimen kelompok faktor lingkungan berubah secara bersama – sama.
            Penelitian komunitas dengan menghubungkan ketiga gradasi, yaitu gradasi faktor lingkungan, populasi dan karakteristik komunitas, disebut analisis gradasi (whittaker, 1970). Dengan analisis gradasi ini faktor – faktor lingkungan disajikan sebagai dasar dalam mencari hubungan yang erat antara variasi lingkungan dengan variasi populasi jenis dan komunitas.

2.3. interaksi antar spesies anggota populasi
            Interaksi terjadi antar spesies anggota populasi akan mempengaruhi terhadap kondisi mengingat keaktifan atau tindakan individu dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi.
            Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar di alam atau di suatu komunitas, dan kejadian tersebut mudah dipelajari (irwan 1992). Interaksi antar spesies tidak terbatas antara hewan dengan hewan, tetapi interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan.
            Demikian juga antar tumbuhan di alam dapat saling bergabung membentuk hutan dengan berbagai pelapisan tajuk yang satu dengan lainnya saling menutup, ada kalanya suatu spesies tumbuhan memerlukan rambatan atau harus hidup menempel pada tumbuhan lainnya. Ada kalanya suatu spesies tumbuhan perlu naungan (penutupan) tumbuhan lainnya sehingga masing – masing organisme yang berdampingan dapat melakukan tugas sesuai kedudukan dan fungsinya.
1.      Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidupselalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu – individu dari populasi lain.
            Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
Ø Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu antaroranisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak,. Contohnya: antara capung dan sapi.
Ø  Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Contoh : singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa, dan burung hantu dengan tikus.
Ø  Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies. Contohnya : plasmodium dengan manusia.
Ø  Komensalisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contoh : anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
Ø  Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh : bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang – kacangan.
2.        interaksi antarpopulasi

          Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah sebagai berikut.
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.

3. Interaksi Antar Komunitas
           Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.

4. Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
           Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.













BAB III
KESIMPULAN

       Dari pemaparan isi makalah di atas, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
       Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Cara penamaan suatu komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas tersebut seperti bentuk atau struktur utama (jenis yang didominan), berdasarkan habitat fisik dari komunitas, atau pun berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsionalnya.
Macam-macam dari komunitas yaitu komunitas akuantik dan komunitas terestrial.
Yang menyusun dari suatu komunitas yaitu karakter komunitas seperti kualitatif, kuantitatif, dan sintesis,
       Dan interaksi pada ekosistem dibagi menjadi empet, yaitu interaksi antar organisme, interaksi antar populasi, interaksi antar komunitas, dan interaksi antar komponen biotik dengan abiotik.














DAFTAR PUSTAKA

Irwan, Djamal Zoer’aini, 2003, Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekologi Komunitas dan Lingkungan, Jakarta: Bumi Aksara
http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi
http://rantanie.blogspot.com/2009/04/ekologi-hubungan-dengan-ilmu-lain.html



















KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan hikmah, hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah Ekologi Tumbuhan yang berjudul “Klimatologis Hutan Rawa Gambut” ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta beriring salam senantiasa kita limpahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam yang berliku-liku menuju alam yang lurus. Amin
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.


                                                                                                        Pekanbaru,29 April 2014



BAB I
PENDAHULUAN

Lahan gambut berperan penting bagi kesejahteraan manusia sebagai Penghasil ikan, hasil hutan non kayu, “carbon – sink”, sebagai penahan banjir, pemasok air, berbagai proses biokimia yang berhubungan dengan air, mengandung plasma nutfah yang bermanfaat (sumber karbohidrat, protein, minyak dan antibiotik). Pengembangan lahan gambut untuk pertanian telah dimulai sejak kolonial. Masyarakat Bugis, Banjar, Cina, Melayu telah mampu mengembangkan pertanian secara berkelanjutan dengan teknik sederhana dengan skala kecil.
Pengembangan lahan gambut dengan skala besar dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1970 an yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Pemanfaatan lahan gambut dapat dijadikan lahan alternatif untuk pengembangan pertanian, meskipun perlu pengelolaan yang tepat, dukungan kelembagaan yang baik dan profesional serta pemantauan secara terus menerus. Potensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dimaksudkan menghilangkan kelebihan air permukaan dan air dibawah permukaan serta mengendalikan muka air tanah.
Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan lingkungan. Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa ini baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya.  Masalah teknis utama termasuk adalah pengelolaan lahan dan air.


BAB II
PEMBAHASAN
KLIMATOLOGIS HUTAN RAWA GAMBUT

A.    Karakteristik Lahan Gambut
Bahan induk pembentuk tanah adalah bahan organik hasil akumulasi bagian – bagian tanaman hutan hujan tropika. Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias. Tanah gambut umumnya terbentuk karena kondisi jenuh air atau karena temperatur yang rendah, sehingga proses dekomposisi berlangsung nisbi lambat dibanding proses akumulasi. Tanah ganbut terbentuk dari endapan bahan organik sedenter (pengendapan setempat) yang berasal dari sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa dengan ketebalan bervariasi, tergantung keadaan topografi/tanah mineral di bawahnya. Bahan dasar penyusun tanah gambut didominasi oleh lignin dengan lingkungan yang kahat oksigen, sehingga proses dekomposisi bahan organiknya lambat. Sifat fisika tanah gambut, khususnya hidrolikanya ditentukan oleh tingkat pelapukan bahan organiknya. Pengelompokan tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni  fibrik, hemik, dan saprik. Pengendalian drainase lahan gambut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya oksidasi gambut sehingga dapat menurunkan dekomposisi gambut. Hal ini dapat dimungkinkan dengan penggenangan, menghindari pengusikan (distrubance) dan mengatur tinggi permukaan air tanah (ground water level) di daerah rhizosfer. Drainase gambut harus didekati dengan perspektif total pengelolaan air yaitu dengan meminimalisir “stress” lengas tanah.

B.     Iklim Hutan Rawa Gambut
            Iklim adalah sintesis hasil pengamatan cuaca untuk memperoleh deskripsi secara statistik mengenai keadaan atmosfier pada daerah yang sangat luas (Barry, 1981 dalam Wenger, 1984).
            Menurut Soerianegara dan Indrawan (1984) iklim makro adalah iklim yang nilai-nilainya berlaku untuk daerah yang luas, sedangkan iklim mikro hanya berlaku untuk tempat atau ruang yang terbatas. Dikemukakan lebih lanjut bahwa iklim makro dipergunakan untuk menentapkan tipe iklim, zona iklim, zona vegetasi dan sebagainya, sedangkan iklim mikro berhubungan dengan habitat atau lingkungan mikro.
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960) dalam Idris (1996), faktor-faktor iklim yang penting bagi hidup dari pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, gas udara dan angin.         Menurut de Rozari (1987) suhu udara di dekat permukaan mempunyai arti penting bagi kehidupan oleh karena selain kebanyakan bentuk kehidupan terdapat di permukaan, juga ada kaitan erat antara beberapa proses kehidupan dengan suhu.

C.    Suhu dan Kelembaban Hutan Rawa Gambut
Dari segi biologi, profil suhu udara penting untuk diketahui karena adanya perbedaan yang tajam antara suhu permukaan dengan udara di atasnya, menyebabkan sebagaian organisme hidup berada seketika pada dua rejim suhu yang sangat berlainan. Sebuah kecambah yang baru muncul, memperoleh cekaman bahang luar biasa dibandingkan dengan cekaman yang akan dialaminya kemudian.
Dalam sebuah hutan, suhu udara maksimum biasanya lebih rendah dan suhu minimum lebih tinggi daripada di daerah yang terbuka. Selama siang hari, daun-daun dalam tajuk menghalang-halangi masuknya radiasi matahari ke lantai hutan. Suhu di dalam tajuk dipertahankan melalui transpirasi dari daun-daun. Pengaruh ini mencegah suhu pada siang hari meningkat secara cepat; dengan demikian ruangan di bawah tajuk lebih dingin daripada daerah terbuka selama siang hari.
            Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1) jumlah bersih panas yang diadsorbsi, (2) energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada suhu tanah dan (3) energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
            Kelembaban relatif hutan gambut cukup tinggi pada musim hujan, yakni berkisar 90 % - 96 %, baik dalam hutan alami maupun hutan gundul atau lahan kosong. Pada musim kemarau, kelembaban menurun menjadi 80 %, dan pada bulan-bulan kering berkisar 0 % - 84 % Pada siang hari di muism kemarau, kelembaban dapat mencapai 67 % - 69 %. Tetapi pada pai hari, kelembaban pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan, yaitu dapat mencapai 90 % - 96%(Rieley,etal.,1996).

B.  Pengolahan Lahan Gambut Untuk Pengembangan Pertanian
           Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman padi
Di dalam sistem handil, parit utama dibuat kurang lebih tegak lurus badan sungai, ukuran parit utama lebar 2 m dalam 1 – 2 m), Setiap sekitar 200 m dibuat parit parit sekunder tegak lurus parit utama. Pada parit utama sebelum di persimpangan parit sekunder dibuat tabat untuk mengatur air. Di hulu parit utama selalu disisakan parit utama sebagai tandon (”reservoir”) air untuk menggelontor air masam dan kemudian mengairi lahan untuk tanaman padi lokal yang olah tanahnya dilaksanakan secara tradisional. Dengan sistem ini pertanian padi dapat lestari (sustainable) sampai saat ini dengan tingkat produktivitas antara 2,0 – 2,5 t/ha tiap tahun.
         Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman kelapa
Parit dibuat ukuran minimal, pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas tanaman kelapa dapat kontinu sampai saat ini.
         Pengelolaan lahan gambut untuk tanaman perkebunan kelapa
Pengelolaan lahan gambut dalam satu ekosistem pulau. Sistem drainase dikendalikan dengan baik untuk menjaga muka air dalam tanah disesuaikan dengan ruang perakaran yang diperlukan oleh tanaman. Produksi kelapa dapat menopang industri perkebunan.
         Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman sagu
         Parit dibuat ukuran kecil dan pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas tanaman sagu dapat dikelola dalam skala industri.
         Pengelolaan lahan gambut untuk hutan tanaman industri
Pengembangan hutan tanaman industri (HTI) tanaman Acasia mangium dan Acasia crasicarpa di kaki kubah gambut. Parit (saluran) primer cukup besar lebar antara 8 – 10 meter karena selain untuk drainase juga untuk transportasi (navigasi), namun permukaanair dijaga ketat. Saluran sekunder (lebar 2 – 3 meter) dan saluran tertier (1 – 2 meter) cukup kecil untuk mengendalikan permukaan air tanah. Perkebunan ini telah memasok pabrik pulp.

D.    Pengelolaan Air Pada Tanah Gambut
Pengelolaan air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.Tanah gambut mempunyai kemampuan menyimpan air yang besar dan tergantung tingkat kematangan gambut. Salah satu sistem yang diterapkan untuk pengelolaan air di lahan gambut adalah sistem drainase terkendali. Pada dasarnya sistem ini untuk mengatus air secara terkendali mulai dari tanggul dipasang bangunan pengendali (kontrol) agar dasar saluran relatif datar dan bangunan pengandali kedua sebelum air dari air keluar dari lahan menuju ke sungai dengan maksud untuk mengendalikan elevasi muka air relatif. Bila aliran air keluar tidak akan drastis sehingga dapat mengendalikan ”overdrained” dan mencegah kekeringan yang akhirnya mempertahankan kondisi lahan tetap terpenuhi keperluan airnya.
Ukuran bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetap tergenang sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zona perakarannya. Pengelolaan air diperlukan karena:
a.     kondisi alami dan restorasi terutama kegiatan koservasi air .
b.    pengelolaan air diperlukan untuk menghilangkan kelebihan air permukaan   (drainase) dan air dibawah permukaan terutama untuk pertanian.
c.    pengecegahan kebakaran dan pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah

E.     Fungsi dan Manfaat Ekosistem Gambut

Fungsi dan manfaat ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada Tabel 1.
Fungsi Hutan Rawa Gambut Tropis
Manfaat dan Penggunaan
Pengaturan banjir dan arus larian
Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah hilir. Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang sangat besar. Menurut jenisnya, gambut saprik, hemik, dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus lima puluh satu per seratus), 450-850% (empat ratus lima puluh hingga delapan ratus lima puluh per seratus), dan lebih dari 850% (delapan ratus lima puluh per seratus) dari bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau.
Pencegahan instrusi air laut
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut akan memperoleh manfaat besar dari keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai sumber air tawar untuk irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus guna menghindari atau mitigasi intrusi air asin.
Pasokan air
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut bisa jadi merupakan sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
Stabilisasi iklim
Penyimpanan karbon
Nilai keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga) per hektar per tahun, tidak termasuk nilai intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa gambut di asia tenggara semakin menunjukkan peran pentingnya sebagai bank gen, terutama karena semakin menyusutnya peran hutan dataran rendah akibat kegiatan pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai jenis satwa, lahan gambut menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya pada wilayah yang bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
habitat hidup liar
Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Habitat tumbuhan
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui
Bentang alam
Hutan rawa gambut menempati kawasan yang khusus pada bentang alam dataran rendah, membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari tipe vegetasi khas pada hutan bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran sungai serta pertemuan dengan hutan rawa air tawar
Alam liar
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar yang luar biasa, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga untuk pengembangan pariwisata alam.
Sumber hasil alam
Rawa gambut menyediakan sumber alam yang luar biasa, termasuk berbagai jenis tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata) dan meranti (shorea spp).
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat sekitar terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga 80% (delapan puluh per seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan mereka terhadap usaha pertanian.

F.     Ancaman Terhadap Ekosistem Gambut
Selama lebih dari 30 (tiga puluh) tahun terakhir ini, hutan rawa gambut telah mengalami pembalakan, pengeringan, dan perusakan dahsyat akibat adanya berbagai kegiatan yang terkait dengan kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kegiatan pembalakan baik resmi maupun tidak resmi seringkali melibatkan pengeringan gambut selama proses ekstraksinya.
Pada kondisi alaminya yang basah, lahan gambut sebenarnya tidak mungkin untuk mengalami kebakaran besar. Pada kenyataannya, karena telah banyak mengalami kekeringan akibat drainase diantaranya untuk perkebunan maupun pengeluaran kayu, kebakaran kemudian menjadi fenomena umum di lahan gambut. Berbagai kegiatan seperti pembukaan dan persiapan lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, penebangan yang tidak terkendali, pembangunan saluran irigasi/parit/kanal untuk perkebunan dan pengeluaran kayu tebangan serta transportasi menyebabkan kerusakan lahan gambut. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik (subsiden terbakar dan berkurangnya luasan gambut), tetapi juga menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem dan ekologis gambut.






















BAB III
PENUTUP

1.    Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias.
2.    Pengelompokan tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni  fibrik, hemik, dan saprik.
3.    Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1)jumlah bersih panas yang diadsorbsi,(2)energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada suhu tanah dan (3)energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
4.    Pengelolaan air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.
5.    Pengelolaan air diperlukan karena:
a.kondisi alami dan restorasi terutama kegiatan koservasi air .
b.pengelolaan air diperlukan untuk menghilangkan kelebihan air permukaan   (drainase) dan air dibawah permukaan terutama untuk pertanian.
c.pengecegahan kebakaran dan pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah.











Daftar Pustaka



















KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas nikmat karunia-Nya, maka kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Ekologi Tumbuhan yang berjudul “Faktor Edaphis Hutan Rawa Gambut”
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Terima kasih dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.


                                                                                    Pekanbaru, 29 April 2014



























BAB I
PENDAHULUAN

Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih.
 Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). MenurutSoerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.

Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.










BAB II
PEMBAHASAN
1.        Komposisi Tanah Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin.
Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah:
1)      Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%.
2)      Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu:
a.  Gambut dangkal (50−100 cm),
b.  Gambut sedang (101−200 cm)
c.  Gambut dalam (201−300 cm)
d.  Gambut sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
2.        Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a.  Gambut endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b.  Berserat: Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi
c.  Gambut kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.

Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:

1.        Gambut topogen 
Ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.

2.        Gambut ombrogen 
Ialah lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.

C.     Vegetasi Hutan Rawa Gambut

Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.









DAFTAR PUSTAKA







Tidak ada komentar:

Posting Komentar