TUGAS
“MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN”
DISUSUN:
ASTRI PANDINI OKTAVIANI
MUQSI
116510331
116510331
KELAS : 6A BIOLOGI
DOSEN
PEMBIMBING : Prima Wahyu
Titisari,M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2014/2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang
telah memberikan hikmah, hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga
makalah Ekologi Tumbuhan yang berjudul “populasi komunitas ekosistem (ekologi),
Klimatologis Hutan Rawa Gambut dan edaphis hutan rawa Gambut ” ini dapat
terselesaikan.
Sholawat serta beriring salam senantiasa kita
limpahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya dari alam yang berliku-liku menuju alam yang lurus. Amin
Saya menyadari
sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun menuju
kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
Pekanbaru, April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ekologi
Ekologi, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel ( zoologiwan Jerman,
1834-1914), berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos
yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup
maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya, kita mempelajari
makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya,
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari
berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan
klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan
perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian
populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan
hidup meliputi Komponen Biotik dan Komponen Abiotik. Komponen biotik meliputi
berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai
makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh
kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan
kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor
kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan
mineral.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling memengaruhi. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang
terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk
hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya.
Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu
ekosistem.
B. Lingkungan
Lingkungan suatu organisme adalah segala sesuatu diluar organisme, yang
menjadi kondisi atau persyaratan organisme untuk hidup, lingkungan makhluk
hidup ( organisme dibagi menjadi 2 :
- Lingkungan abiotik ( benda mati / Fisik )
- Lingkungan Biotik ( Maklhuk Hidup )
- Lingkungan abiotik ( benda mati / Fisik )
Lingkungan abiotik meliputi segala sesuatu yang tidak secara langsung
terkait pada keberadaan organisme tertentu antara lain :
- Sinar Matahari: Jika tidak ada, tidak akan ada kehidupan
- Air: ±70% Struktur penyusun makhluk hidup. fungsi: untuk reaksi kimia pada tubuh yg disebut juga metabolisme dan juga untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil.
- Senyawa organik: karbohidrat, lemak dan protein. senyawa organik harus memiliki unsur C, H, O. khusus untuk protein, harus memiliki C, H, O, N.
- Udara: ±80% udara bebas adalah Nitrogen (N). fungsi N: membentuk protein bagi tubuh. N bisa didapat dari atmosfer langsung, tetapi harus dirubah ke dalam bentuk N2 . Proses pengubahan N menjadi N2 dinamakan Proses Biogeokimia. sisanya, udara bebas adalah Oksigen (O2). fungsi O2: untuk respirasi. tetapi untuk respirasi yang tidak menggunakan O2 dinamakanRespirasi anaerob.
- Tanah: sebagai substrat bagi tumbuhan dan sebagai tempat tinggal bagi hewan.
- Suhu: mempengaruhi reaksi kimia. jika suhu tinggi, zat/unsur yang direaksikan lebih cepat bereaksi karena dalam suhu yang tinggi terdapat zat katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi kimia. dalam tubuh manusia, terdapat zat katalis yang disebutbiokatalisator yang berbentuk enzim. suhu yang tinggi juga dapat mengakibatkan enzim rusak. sedangkan suhu rendah menyebabkan melambatnya kinerja enzim.
- Mineral: membantu proses reaksi kimia
- Kelembaban udara: kandungan air di udara
- PH: derajat keasaman suatu zat. ukuran PH: 0-14. PH 0-7 mengindikasikan zat tersebut asam. PH 7 mengindikasikan zat tersebut normal. PH 7-14 mengindikasikan zat tersebut basa.
Lingkungan
Biotik ( Maklhuk Hidup )
Lingkungan Biotik adalah lingkungan yang meliputi semua makhluk hidup di
bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai
produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai
decomposer, juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu,
populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme
makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling
mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih
terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a. Individu
b. POPULASI
c. KOMUNITAS
d. EKOSISTEM
B.KLIMATOLOGIS
Lahan gambut berperan penting bagi
kesejahteraan manusia sebagai Penghasil ikan, hasil hutan non kayu, “carbon –
sink”, sebagai penahan banjir, pemasok air, berbagai proses biokimia yang
berhubungan dengan air, mengandung plasma nutfah yang bermanfaat (sumber
karbohidrat, protein, minyak dan antibiotik). Pengembangan lahan gambut untuk
pertanian telah dimulai sejak kolonial. Masyarakat Bugis, Banjar, Cina, Melayu
telah mampu mengembangkan pertanian secara berkelanjutan dengan teknik
sederhana dengan skala kecil.
Pengembangan lahan gambut dengan
skala besar dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1970 an yang dikaitkan dengan
program transmigrasi. Pemanfaatan lahan gambut dapat dijadikan lahan alternatif
untuk pengembangan pertanian, meskipun perlu pengelolaan yang tepat, dukungan
kelembagaan yang baik dan profesional serta pemantauan secara terus menerus.
Potensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta
hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di
Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dimaksudkan menghilangkan
kelebihan air permukaan dan air dibawah permukaan serta mengendalikan muka air
tanah.
Pemanfaatan lahan gambut untuk
pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest)
mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan
konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi
perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan
lingkungan. Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan
rawa ini baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya. Masalah teknis utama
termasuk adalah pengelolaan lahan dan air.
C. EDAPHIS
Hutan rawa gambut merupakan
kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation)
dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi
pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada
daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan
gambut setebal 50 cm atau lebih.
Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1976). MenurutSoerianegara
(1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan
digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara,
oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa
gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang
dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari
bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur
sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu
terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Lingkungan Biotik ( Maklhuk Hidup )
Lingkungan Biotik adalah lingkungan yang meliputi semua makhluk hidup di
bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai
produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai
decomposer, juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu,
populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme
makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling
mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih
terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a. Individu
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing,
sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan
hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya,
seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh
alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme
harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk.
Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau
melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku
demikian disebut adaptasi
b. populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu
disebut populasi
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang
hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya
semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan
pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan
pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan
kondisi-kondisi lingkungan.
Faktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar.
Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang
ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang
kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi
diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan
dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.
Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan
tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut.
Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi
mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang
bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.
Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu.
Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya
perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara
populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru
secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan.
Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke
dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan
asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi
ikan menurun secara tajam.
c. .
Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu
dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan
dengan individu dan populasi.
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup
secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon
cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan
di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang
berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain
dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi
atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya
sangat sulit untuk dipastikan.
Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang
sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya
ditentukan oleh iklim. Biome yang utama termasuk diantaranya padang pasir,
hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air.
Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche).
Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di
dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa
yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa,
jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana
dapat direproduksi.
Ahli ekologi memiliki catatan yang panjang tentang beberapa spesies yang
menempati peran ekologi tinggi tertentu dalam komunitas tertentu.Berbagai
penjelasan banyak yang diusulkan untuk hal ini. Beberapa ahli ekologi merasa
bahwa hal ini disebabkan karena kompetisi jika dua spesies mencoba untuk mengisi
peran ekologi "niche" yang sama, selanjutnya kompetisi untuk
membatasi berbagai sumber daya akan menekan salah satu spesies keluar. Ahli
lainnya berpendapat bahwa sebuah spesies yang menempati peran ekology yang
tinggi, melakukannya karena tuntutan fisik yang keras tentang peran tertentu
tersebut di dalam komunitas. Dengan kata lain hanya satu spesies yang menempati
peran ekologi "niche" bukan karena memenangkan kompetisi dengan
spesies lainnya, tetapi karena hanya satu-satunya anggota komunitas yang
memiliki kemampuan fisik memainkan peran tersebut.
Perubahan komunitas yang terjadi disebut suksesi ekologi. Proses yang
terjadi berupa urutan-urutan yang lambat, pada umumnya perubahannya dapat
diramalkan yakni dalam hal jumlah dan jenis mahkluk organisme yang ada di suatu
tempat . Perbedaan intensitas sinar matahari, perlindungan dari angin, dan
perubahan tanah dapat merubah jenis-jenis organisme yang hidup di suatu
wilayah.
Perubahan-perubahan ini dapat juga merubah populasi yang membentuk
komunitas. Selanjutnya karena jumlah dan jenis spesies berubah, maka
karakteristik fisik dan kimia dari wilayah mengalami perubahan lebih lanjut.
Wilayah tersebut bisa mencapai kondisi yang relatip stabil atau disebut
komunitas klimaks, yang bisa berakhir hingga ratusan bahkan ribuan tahun.
Para ahli ekologi membedakan dua tipe suksesi yakni primer dan sekunder. Di
dalam suksesi primer organisme mulai menempati wilayah baru yang belum ada
kehidupan seperti sebuah pulau baru yang terbentuk karena letusan gunung berapi.
Sebagai contoh anak krakatau yang terbentuk sejak 1928 dari kondisi steril,
kini telah dihuni oleh puluhan spesies.
Suksesi sekunder terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang
besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya
kebakaran hutan. Komunitas padang rumput dan bunga liar akan tumbuh pertama
kali. Selanjutnya diikuti oleh tumbuhan semak-semak. Terakhir pohon-pohonan
baru muncul kembali dan wilayah tersebut akan kembali menjadi hutan hingga
gangguan muncul kembali. Dengan demikian kekuatan-kekuatan alam yang terakhir
menyebabkan terjadinya komunitas klimaks (stabil). Sebagai tambahan para ahli
ekologi memandang kebakaran dan gangguan alam besar lainnya sebagai hal yang
dapat diterima dan tetap diharapkan.
d. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun
ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan
omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme). Dalam komunitas, semua
organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling
berhubungan melalui keragaman interaksinya.
e. Biosfer
Seluruh ekosistem di dunia disebut biosfer. Dalam biosfer, setiap makhluk
hidup menempati lingkungan yang cocok untuk hidupnya. Lingkungan atau tempat
yang cocok untuk kehidupannya disebut habitat. Dalam biologi kita sering
membedakan istilah habitat untuk makhluk hidup mikro, seperti jamur dan
bakteri, yaitu disebut substrat.
Dua spesies makhluk hidup dapat menempati habitat yang sama, tetapi tetap
memiliki relung (nisia) berbeda. Nisia adalah status fungsional suatu
organisme dalam ekosistem. Dalam nisianya, organisme tersebut dapat berperan
aktif, sedangkan organisme lain yang sama habitatnya tidak dapat berperan
aktif. Sebagai contoh marilah kita lihat pembagian nisia di hutan hujan tropis.
A. Komponen dalam Ekosistem
1. Aliran Energi
Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
a. Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak
semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar
setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi
oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang
diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas,
dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses
respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
b. Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui
rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi
diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah
tahapan berikutnya dari rantai makanan. Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10
% energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10
% energi yang dikandung mangsanya.
- Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
- Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari system
- Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.
Gambar 10. 1. Aliran energi dalam
ekosistem
1, Rantai Makanan dan Jaring Jaring Makanan.
adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan
organisme yang makan dan yang dimakan
Gambar 10. 2. Rantai Makanan
Apabila antara rantai makanan yang satu dengan yang lainnya terdapat
hubungan (ada komponen yang sama), maka beberapa rantai makanan akan membentuk
jaring-jaring makanan.
Berikut ini contoh jaring-jaring makanan :
Gambar 10. 3. jaring-jaring makanan
2. Piramida Ekologi
Struktur trofik dapat disusun secara urut sesuai hubungan makan dan dimakan
antar trofik yang secara umum memperlihatkan bentuk kerucut atau piramid.
Gambaran susunan antar trofik dapat disusun berdasarkan kepadatan populasi,
berat kering, maupun kemampuan menyimpan energi pada tiap trofik yang disebut
piramida ekologi. Piramida ekologi ini berfungsi untuk menunjukkan gambaran
perbandingan antar trofik pada suatu ekosistem. Pada tingkat pertama ditempati
produsen sebagai dasar dari piramida ekologi, selanjutnya konsumen primer,
sekunder, tersier sampai konsumen puncak.
Gambar 10. 4. Piramida Ekologi
Dikenal ada tiga macam piramida ekologi antara lain piramida jumlah,
piramida biomassa dan piramida energi. Gambaran ideal suatu piramida ekologi
adalah sebagai berikut.
3. Piramida Energi
Piramida energi adalah piramida yang menggambarkan hilangnya energi pada saat
perpindahan energi makanan di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem.
Gambar 10. 5. Piramida Energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita
butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat
berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi
mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.
Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang
tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap
trofik terjadi karena hal-hal berikut.
1). Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat
trofik selanjutnya.
2). Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan
sebagai sampah.
3). Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh
organisme, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.
4. Piramida Biomassa
Piramida biomassa yaitu suatu piramida yang menggambarkan berkurangnya
transfer energi pada setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Pada
piramida biomassa setiap tingkat trofik menunjukkan berat kering dari seluruh
organisme di tingkat trofik yang dinyatakan dalam gram/m2. Umumnya bentuk
piramida biomassa akan mengecil ke arah puncak, karena perpindahan energi
antara tingkat trofik tidak efisien. Tetapi piramida biomassa dapat berbentuk
terbalik.
Gambar 10. 6. Piramida Biomassa
Misalnya di lautan terbuka produsennya adalah fitoplankton mikroskopik,
sedangkan konsumennya adalah makhluk mikroskopik sampai makhluk besar seperti
paus biru dimana biomassa paus biru melebihi produsennya. Puncak piramida
biomassa memiliki biomassa terendah yang berarti jumlah individunya sedikit,
dan umumnya individu karnivora pada puncak piramida bertubuh besar.
5. Piramida Jumlah
Yaitu suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap tingkat
trofik dalam suatu ekosistem.
Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit ke atas. Organisme piramida
jumlah mulai tingkat trofik terendah sampai puncak adalah sama seperti piramida
yang lain yaitu produsen, konsumen primer dan konsumen sekunder, dan konsumen
tertier. Artinya jumlah tumbuhan dalam taraf trofik pertama lebih banyak dari
pada hewan (konsumen primer) di taraf trofik kedua, jumlah organisme kosumen
sekunder lebih sedikit dari konsumen primer, serta jumlah organisme konsumen
tertier lebih sedikit dari organisme konsumen sekunder.
Gambar 10. 7. Piramida
Jumlah
D. Interaksi Antar Komponen
Interaksi antar komponen ekologi dapatmerupakan interaksi antar organisme,
antar populasi, dan antar komunitas.
- Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap
individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari
populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.Interaksi
antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat.
Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak,
disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini
sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator
juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan
mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah
satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari
hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.contoh : Plasmodium dengan
manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.
d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies
dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies
diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon
yang ditumpanginya.
e. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang
hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
2. Interaksi Antar populasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi
secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antar
populasi adalah sebagai berikut.
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang
satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain.
Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain
karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme
istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium
sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi
terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan
apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi
sapi di padang rumput.
3. Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama
dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai.
Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang,
burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang,
zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah
terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan
peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut. Interaksi
antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga
aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya
pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut
dan darat.
4. Interaksi Antar komponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem.
Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran
energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga
struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat
mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya
keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini
tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem
untuk mencapai keseimbangan baru.
C. Keseimbangan Ekosistem
Ekosistem terbentuk dari komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang
berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.Keteraturan itu
terjadi oleh adanya siklus materi dan aliran energi yang terkendalikan
oleh arus informasi antar komponen dalam ekosistem. Masing-masing komponen
memiliki fungsi yang berbeda- berbeda. Selama masing-masing komponen itu
melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, keteraturan ekosistem
itupun terjaga. Keteraturan itu menunjukkan bahwa ekosistem berada dalam
keseimbangan tertentu. Jumlah individu
.
Waktu
Gambar 10. 8. Dinamika Populasi harimau dengan rusa (mangsanya)
Diskusikan dengan teman sebangkumu, apa makna grafik tersebut ? Jika grafik
tersebut adalah gambaran suatu ekosistem yang seimbang, dapatkah kamu
mengidentifikasi, bagaimana karakteristik suatu ekosistem yang
seimbang ?
Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang
dinamakan homeostasis, yaitu kemampuan ekosistem untuk
menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Dengan
kemampuan seperti ini ekosistem mampu mendukung manusia dan makhluk hidup
yang lainnya untuk hidup secara normal dan wajar. Kemampuan seperti
ini akan memberikan dukungan secara maksimum terhadap populasi
dalam habitat tertentu, tanpa berdampak mengganggu produktivitas
habitat tersebut. Kemampuan lingkungan untuk mendukung manusia dan
perikehidupan yang lainnya, bukanlah terfokus pada maksimum populasi, tetapi
maksimum “beban” lingkungan yang dapat terjaga. .
Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar terhadap suatu
perubahan, namun biasanya batas mekanisme homeostasis, dengan mudah dapat
diterobos oleh kegiatan manusia. Misalnya sebuah sungai yang dikotori
oleh pembuangan sampah yang terlalu banyak, sungai itu dapat dijernihkan
kembali airnya secara alami, sehingga secara keseluruhan sungai itu
dianggap tidak tercemar. Tetapi apabila sampah yang masuk terlalu banyak,
apalagi mengandung bahan beracun berbahaya, maka batas homeostasis
alami sungai itu terlampaui dan bahkan menyebabkan kerusakan ekosistem.
Kemampuan suatu ekosistem untuk pulih kembali seperti semula (kondisi
seimbang), setelah mengalami kerusakan sering dinamakan Daya lenting /
(resiliensi). Sebutkan salah satu contoh gejala kerusakan
ekosistem di sekitar tempat tinggalmu ! Kenalilah penyebab
terjadinya gejala itu ! Apakah upaya yang dapat kamu lakukan untuk
mengatasinya ? Diskusikan dengan teman sebangkumu!
1. Suksesi Ekologi
Tidak satupun yang bersifat tetap di dunia ini, semuanya berubah
seiring dengan perjalanan waktu. Bagian-bagian kecil suatu komunitas di
alam juga berubah, begitu pula komunitas secara keseluruhan. Perubahan yang
terjadi dalam komunitas dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang
terdapat dalam komunitas tadi. Jadi komunitas apa yang akan terbentuk di
kemudian hari dipengaruhi oleh apa yang terjadi sekarang dengan komunitas
ini. Pernahkah kamu memperhatikan perubahan komunitas gulma
pada Ekosistem sawah pada fase vegetatif tanaman padi ?
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat dengan
mudah diamati, dan seringkali perubahan itu berupa pergantian satu
komunitas oleh komunitas lain. Bila diamati dalam kurun waktu
tertentu akan terlihat bahwa komunitas yang terbentuk
pada akhir kurun waktu tertentu sangat berbeda, baik
dalam komposisi jenis maupun strukturnya dengan komunitas yang terbentuk
pada awal pengamatan. Hanya sedikit sekali komunitas yang dapat bertahan tanpa
perubahan untuk jangka waktu yang lama. Semua komunitas memperlihatkan suatu
pola perubahan. Proses perubahan dalam komunitas yang
berlangsung menuju ke satu arah secara teratur dinamakan suksesi
ekologi
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir
dengan sebuah komunitas klimaks. Sekurang-kurangnya ada enam gradasi
perubahan dalam peristiwa suksesi. Pertama nudasi yang ditandai
adanya pembentuk substrat baru. Diikuti migrasi berupa kehadiran
alat-alat pembiakan, yang ditandai oleh invasi ( serbuan suatu organisme
dari luar wilayah). Dilanjutkan dengan exceses yang ditandai oleh
perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi. Kolonisasi (tumbuh dan
berkembangnya sekelompok organisme) merupakan sebagian proses yang
terjadi pada tahap eksesis . Peristiwa selanjutnya adalah
terjadinya kompetisi yang akan mengakibatkan pergantian populasi.
Dengan adanya pergantian populasi maka akan terjadi reaksi
yang diikuti perubahan habitat dari spesies yang ada, dan akhirnya terbentuk
komunitas klimaks sebagai final stabilisasi.
Ahli ekologi umumnya membedakan suksesi menjadi suksesi primer dan
suksesi sekunder. Perbedaan suksesi ini terletak pada kondisi habitat
pada awal proses suksesi terjadi. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal
terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal
tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal tersebut
terbentuk habitat baru atau substrat baru. Pada habitat baru ini tidak
ada lagi organisme yang membentuk komunitas asal yang
tertinggal. Gangguan seperti ini dapat terjadi secara alami (
misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur baru
di muara sungai dan endapan pasir di pantai) atau di buat oleh manusia (
penambangan timah dan batu bara, tepi jalan yang dipapas bersih, dan
sebagainya). Berikut diagram suksesi khas di darat
2. Ekosistem Suksesi
Merupakan ekosistem yang berkembang setelah terjadin perusakan terhadap
ekosistem alami. Ada dua macam ekosistem suksesi, yaitu ekosistem
suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder.
a..Ekosistem suksesi primer
terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya
komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal
terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah
longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru di muara sungai, dan
endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya
penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang terdapat di Indonesia
adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang pernah meletus pada tahun
1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa
lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran matahari
dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah
permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana.
Gambar 10. 7. Suksesi primer pada
Pulau Anak Krakatau
Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat
yang terbentuk karena aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan
lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini,
biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput
yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh
menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak
menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.
b. Ekosistem suksesi sekunder
berkembang setelah ekosistem alami rusak tetapi terbentuk habitat
baru. Contoh, misalnya penebangan pohon di hutan sampai habis.Ekosistem
suksesi sekunder dapat pula berkembang dari ekosistem buatan yang ditinggalkan
secara alami. Contohnya sawah atau ladang tegalan-tegalan, padang
alang-alang, belukar bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak
terurus.
Gambar 10. 8. Suksesi sekunder
karena penebangan hutan
Gambar 10. 9. Diagram suksesi primer
ekosistem darat
Bila suatu komunitas atau ekosistem alami terganggu, baik secara
alami atau buatan ( misal oleh perbuatan manusia), dan gangguan
tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga dalam
komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada, maka pada substrat
tersebut akan terjadi suksesi sekunder. Banjir, kebakaran secara alami, angin
kencang dan gelombang laut (tsunami) merupakan gangguan alami,
sedangkan penebangan hutan secara selektif (misalnya sistem tebang pilih),
dan pembakaran padang rumput secara sengaja merupakan gangguan
buatan.
Contoh klasik suksesi primer adalah pembentukan dan perkembangan
komunitas di kepulauan krakatau setelah gunung krakatau meletus
tahun 1883. Selama seratus tahun sejak letusan tersebut, perubahan
komunitas banyak ditelaah oleh para ahli ekologi. Perubahan vegetasi yang
terjadi dapat disarikan pada gambar di bawah ini.
Sampai saat ini belum banyak diketahui penelitian tentang
suksesi sekunder yang terperinci dan dimonitor dalam jangka panjang pada
tempat yang sama seperti pada suksesi primer di Krakatau. Meskipun
demikian dari data yang berasal dari berbagai tempat dan diambil pada
waktu yang berbeda mengenai proses suksesi setelah hutan alam tanah
rendah di daerah iklim basah setelah ditebang habis dapat digambarkan
sebagai berikut
Proses dan faktor yang berperan pada suksesi sekunder sama dengan
yang berlaku pada suksesi primer. Diantara factor yang mempengaruhi
macam komunitas yang terbentuk dan kecepatan suksesi adalah luasnya komunitas
asal yang rusak, jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas
yang terganggu, kehadiran pemencar biji dan benih, iklim (terutama arah
dan kecepatan angina serta curah hujan), macam substrat baru yang terbentuk,
dan sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat
terjadinya suksesi.
Berdasarkan pengaruh musim terhadap pembentukan komunitas klimaks, ada dua
hipotesis yang banyak diajukan oleh para ahli ekologi. Hipotesis pertama adalah
Hipotesis Monoklimaks yang menyatakan bahwa pada daerah bermusim tetentu
hanya terdapat satu komunitas klimaks. Hipotesis kedua mengatakan
bahwa klimaks dipengaruhi oleh berbagai factor abiotik seperti keadaan
tanah, drainase, dan topografi dengan salah satu factor yang
bersifat dominan. Hipotesis ini dikenal dengan nama Hipotesis Poliklimaks.
Berdasarkan tingkat klimaks yang dicapai karena lingkungan tempat
suksesi itu terjadi, maka dikenal beberapa tipe klimaks,
yaitu hidrosere (Klimaks pada lingkungan air), halosera
( klimaks pada lingkungan payau), dan xerosere ( klimaks pada lingkungan
kering).
D. Biogeokimia
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara
komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.
Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang.
Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang.
Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan
air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik)
sehingga disebut Daur Biogeokimia.
- Fungsi
Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga. - Macam-macam Daur Biogeokimia
- Daur Nitrogen
Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea,
protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia,
nitrit, dan nitrat.
1). Tahap pertama
Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain
air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah
terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat
dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan,
bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu ganggang hijau biru dalam air
juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen.
2). Tahap kedua
Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen
(tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan
mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium
yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi. Bakteri
Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi nitrat oleh
Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat
ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang
disebut denitrifikasi.
Gambar 10.10. Daur Nitrogen
b. Daur Fosfor
Unsur fosfor merupakan unsur yang penting bagi kehidupan, tetapi
persediaannya sangat terbatas. Dengan kemampuannya untuk membentuk ikatan kimia
berenergi tinggi, fosfor sangat penting dalam transformasi energi pada semua
organisme. Sumber fosfor terbesar dari batuan dan endapan-endapan yang berasal
dari sisa makhluk hidup. Sumber ini lambat laun akan mengalami pelapukan dan
erosis, bersamaan dengan itu fosfor akan dilepaskan ke dalam ekosistem. Tetapi
sebagian besar senyawa fosfor akan hilang ke perairan dan diendapkan. Fosfor dalam
tubuh merupakan unsur penyusun tulang, gigi, DNA atau RNA, dan protein. Daur
fosfor dimulai dari adanya fosfat anorganik yang berada di tanah yang diserap
oleh tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuhan akan memperoleh fosfor dari tumbuhan
yang dimakannya. Tumbuhan atau hewan yang mati ataupun sisa ekskresi hewan
(urine dan feses) yang berada di tanah, oleh bakteri pengurai akan menguraikan
fosfat organik menjadi fosfat anorganik yang akan dilepaskan ke ekosistem.
Gambar 10.11. Daur Fosfor
c.Daur Karbon dan Oksigen
1). Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung
jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2
atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik.
Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir
menyeimbangkan pengeluarannya melalui fotosintesis.
Gambar 10.12. Daur Karbon dan
Oksigen
2). Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan
lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer
meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem
akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan
bentuk bahan anorganik lainnya.
c. Daur Belerang (Sulfur)
Belerang dalam tubuh organisme merupakan unsur penyusun protein. Di alam,
sulfur (belerang) terkandung dalam tanah dalam bentuk mineral tanah dan di
udara dalam bentuk SO atau gas sulfur dioksida. Ketika gas sulfur dioksida yang
berada di udara bersenyawa dengan oksigen dan air, akan membentuk asam sulfat
yang ketika jatuh ke tanah akan menjadi bentuk ion-ion sulfat (SO4 2- ).
Kemudian ion-ion sulfat tadi akan diserap oleh tumbuhan untuk menyusun protein
dalam tubuhnya. Ketika manusia atau hewan memakan tumbuhan, maka akan terjadi
perpindahan unsur belerang dari tumbuhan ke tubuh hewan atau manusia. Ketika
hewan atau tumbuhan mati, jasadnya akan diuraikan oleh bakteri dan jamur
pengurai dan menghasilkan bau busuk, yaitu gas hidrogen sulfida (H2S) yang akan
dilepas ke udara dan sebagian tetap ada di dalam tanah. Gas hidrogen sulfida
yang ada di udara akan bersenyawa dengan oksigen membentuk sulfur oksida, dan
yang di tanah oleh bakteri tanah akan diubah menjadi ion sulfat dan senyawa
sulfur oksida yang nanti akan diserap kembali oleh tumbuhan.
Gambar 10.13. Daur
Belerang (Sulfur)
d. Daur Hidrologi (Air)
Sinar matahari akan menguapkan air yang ada di laut, sungai, dan danau.
Demikian juga air dari tanah dan tumbuhan yang berada di darat. Air tersebut
akan menjadi uap air dan naik ke angkasa menjadi awan. Hal itu disebut
penguapan. Di angkasa, awan yang mengandung uap air mengalami pembekuan
sehingga membentuk butiran-butiran air. Hal itu terjadi, karena semakin tinggi
tempat di permukaan bumi, maka semakin rendah suhu udaranya. Mengingat butiran
air lebih berat daripada udara, butiran air tersebut akan jatuh ke permukaan
bumi sebagai hujan. Air yang jatuh, sebagian akan diserap oleh tanah, sebagian
menggenang di permukaan bumi berupa danau atau kolam. Sebagian lagi, mengalir
ke sungai hingga laut.Setelah mencapai tanah siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1). Evaporasi (transpirasi)
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya,
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan akan menjadi awan. Pada keadaan
jenuh, uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es, dan kabut.
2). Infiltrasi (perkolasi)
Ke dalam tanah air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan
pori-pori tanah dan batuan menuju permukaan air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler, atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di
bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air
permukaan.
3). Air permukaan
Air bergerak di atas permukaan tanah, dekat dengan aliran utama dan danau,
makin landai lahan maka makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa
seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Gambar 10.14. Daur Hidrologi (Air)
Habitat dan Relung
Tempat hidup makhluk hidup dinamakan habitat, Habitat dalam batas tertentu
sesuai dengan persyaratan hidup makhluk yang menghuninya. Batas bawah
persyaratan hidup disebut nilai minimum
sedangkan batas atasnya dinamakan nilai maksimum. Antara dua
kisaran itu terdapat nilai optimum. Apabila sifat habitat berubah
sampai diluar nilai minimum atau maksimum, makhluk hidup akan mati atau
melakukan migrasi. Apabila perubahannya lambat, terjadi selama beberapa
generasi, makhluk hidup umumnya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Melalui proses adaptasi memungkinkan terjadinya perubahan sifat dari
suatu makhluk. Di alam dapat juga ditemukan suatu makhluk yang memiliki habitat
yang lebih dari satu.
Dalam habitatnya suatu makhluk memiliki cara tertentu untuk untuk dapat
mempertahankan hidupnya. Kedudukan funsional suatu organisme dalam
komunitasnya sering dinamakan Relung (Niche = Nisia).
Oleh karena itu relung adalah status suatu organisme
dalam suatu komunitas dan atau ekosistem, sebagai akibat adaptasi
struktural, tanggap fisiologis serta perilaku spesifik organisme tertentu. Jadi
relung suatu organisme bukan hanya ditentukan oleh tempat hidup
organisme, tetapi juga ditentukan oleh fungsi yang dikerjakannya.
Termasuk disini adalah cara suatu spesies memanfaatkan sumber
daya yang ada untuk bertahan hidup, juga bagaimana keberadaan suatu
species mempengaruhi organisme di sekelilingnya. Berdasarkan pernyataan
diatas, kiranya dapat dimengerti jika habitat dapat disamakan
dengan alamat sedangkan Relung identik dengan profesi.
Beberapa makhluk dapat hidup bersama dalam suatu habitat. Hidup bersama
dalam suatu habitat, barangkali bukan menjadi suatu masalah jika memiliki
relung yang berbeda. Namun, apabila beberapa makhluk memiliki relung yang
sama, menempati habitat yang sama dapat memunculkan interaksi yang antagonis.
Makin tumpangtindih relung antara dua jenis makhluk hidup, semakin tinggi
tingkat persaingannya. Dalam keadaan yang demikian maka
masing-masing jenis akan memiliki efisiensi cara hidup atau profesi
yang makin tinggi, sehingga relungnya akan makin menyempit. Ini berarti semakin
rentan terhadap suatu gangguan.
Kajian ekosistem merupakan kajian yang luas. Ekosistem dikaji
pada suatu rumpun ilmu yang bernama Ekologi. Berdasarkan bidang
kajiannya, ekologi dapat dibedakan menjadi Autekologi,
Sinekologi, Pembagian menurut habitat dan Pembagian menurut taksonomi. Autekologi
mempelajari suatu jenis organisme yang berinteraksi dengan lingkungannya,
biasanya ditekankan pada aspek siklus hidup, adaptasi, sifat
parasit atau non parasit dan lain-lain. Contoh seluk beluk ekologi
penyu di habitat aslinya. Sinekologi mengkaji berbagai kelompok
organisme sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam
suatu daerah tertentu. Dalam hal ini antara lain melahirkan konsep ekologi
jenis, ekologi populasi, ekologi komunitas dan ekologi ekosistem. Pembagian
menurut habitat antara lain melahirkan konsep Ekologi Bahari, Ekologi
Perairan Tawar, Ekologi Darat, Ekologi Estuaria. Sedangkan pembagian
menurut taksonomi adalah pembagian yang didasarkan atas
sistematika makhluk hidup. Oleh karena itu dikenal adanya Ekologi
tumbuhan, Ekologi serangga, Ekologi hewan tanah, Ekologi mikroba
dan sebagainya.
Gambar 10.15. Relung-relung
G. Ekosistem
1. Komponen Ekosistem
Berdasarkan fungsinya suatu ekosistem terdiri dari dua komponen
yaitu (1) komponen autotrophik ( autos = sendiri, trophikhos =
menyediakan makanan) artinya organisme yang mampu menyediakan
atau mensintesis makannya sendiri berupa bahan organik dari bahan
anorganik dengan bantuan sinar matahari dan klorofil (2) komponen
heterotrophik ( hetero = berbeda, lain) artinya organisme yang hanya
mampu memanfaatkan bahan oraganik sebagai makannya dan bahan tersebut
disintesis dan disediakan oleh organisme lain Berdasarkan komponen penyusunnya,
komponen ekosistem dapat dibedakan menjadi empat (4) komponen yaitu :
- Komponen autotrof
(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan).
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan
sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi
seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen,
contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
- Komponen heterotrof
(Heteros = berbeda, trophikos = makanan).
Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik
sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang
tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
c. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah,
air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat
tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
d. Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang
berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap
sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana
yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Contoh pengurai ini adalah bakteri
dan jamur. termasuk dalam kelompok tersebut adalah perombak dan detritifor.
Perombak adalah Organisme yang mampu merombak bahan organik kompleks, dan
menyerap sebagian hasil perombakannya. Organisme ini mampu menghasilkan
enzim pencerna bangkai atau bahan organik buangan lainnya.
Detritifor adalah organisme pemakan detritus (yaitu fragmen, hancuran,
remukan, bagian-bagian lembut dari bahan yang sudah terurai).
Kualitas dan kuantitas komponen dalam suatu ekosistem berbeda-beda. Jika
susunan komponen biotik dan abiotiknya berbeda maka interaksi yang
terjadi antar komponen akan berubah, karena itulah setiap ekosistem
mempunyai penampilan yang tidak sama. Perbedaan ini akan terlihat pada ciri
keseutuhan ekosistem, baik menyangkut proses pengambilan dan
perpindahan energi, pendauran materi maupun produktivitasnya. Kombinasi
organisme dan unsur lingkungan dalam sebuah ekosistem selalu menunjukkan
penampilan yang khas. Kondisi inilah yang mungkin melahirkan tipe
ekosistem yang beraneka ragam.
2. Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan
ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan
ekosistem air Laut. Para ahli ekologi umumnya membagi tipe ekosistem di
bumi menjadi tiga ekosistem utama yaitu ekosistem darat (terrestrial
ecosystem), ekosistem perairan (aquatic ecosystem) dan ekosistem buatan.
a. Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan.
Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan
menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut.
1. Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik)
yang berbatasan dengan padang rumput.
Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun).
Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi,
sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu
antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun
berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun
seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta
mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain
rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.
Gambar 10.16. Bioma Gurun
2. Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke
subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan
hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase
(aliran air) cepat. Dibagi menjadi 2 : Sabana dan Stepa
a. Bioma Stepa (Padang Rumput)
Bioma padang rumput membentang mulai dari daerah tropis sampai dengan
daerah beriklim sedang, seperti Hongaria, Rusia Selatan, Asia Tengah, Amerika
Selatan, Australia.
Ciri-ciri:
- Curah hujan antara 25 – 50 cm/tahun, di beberapa daerah padang rumput curah hajannya dapat mencapai 100 cm/tahun.
- Curah hujan yang relatif rendah turun secara tidak teratur.
- Turunnya hujan yang tidak teratur tersebut menyebabkan porositas dan drainase kurang baik sehingga tumbuh-tumbuhan sukar mengambil air.
Lingkungan biotik:
- Flora: tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan daerah dengan porositas dan
drainase kurang baik adalah rumput, meskipun ada pula tumbuhan lain yang hidup
selain rumput, tetapi karena mereka merupakan vegetasi yang dominan maka
disebut padang rumput. Nama padang rumput bermacam-macam seperti stepa di Rusia
Selatan, puzta di Hongaria, prairi di Amerika Utara dan pampa di
Argentina.
- Fauna: bison dan kuda liar (mustang) di Amerika, gajah dan jerapah di
Afrika, domba dan kanguru diAustralia. Karnivora : singa, srigala, anjing liar,
cheetah.
Gambar 10.17. Bioma Stepa
b. Bioma Sabana
Bioma sabana adalah padang rumput dengan diselingi oleh gerombolan
pepohonan.
Gambar 10.18. Bioma Sabana
Berdasarkan jenis tumbuhan yang menyusunnya, sabana dibedakan menjadi dua,
yaitu sabana murni dan sabana campuran.
- Sabana murni : bila pohon-pohon yang menyusunnya hanya terdiri atas
satu jenis tumbuhan saja.
- Sabana campuran : bila pohon-pohon penyusunnya terdiri dari campuran
berjenis-jenis pohon.
3. Bioma Hutan Tropis
Bioma hutan tropis merupakan bioma yang memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan dan hewan yang paling tinggi. Meliputi daerah aliran sungai
Amazone-Orinaco, Amerika Tengah, sebagian besar daerah Asia Tenggara dan Papua
Nugini, dan lembah Kongo di Afrika.
Ciri-ciri:
- Curah hajannya tinggi, merata sepanjang tahun, yaitu antara
200 – 225 cm/tahun.
- Matahari bersinar sepanjang tahun.
- Dari bulan satu ke bulan yang lain perubahan suhunya relatif
kecil
- Di bawah kanopi atau tudung pohon, gelap sepanjang hari,
sehingga tidak ada perubahan suhu antara siang dan malam hari.
Flora: terdapat beratus-ratus spesies tumbuhan. pohon-pohon dapat mencapai
ketinggian 20 – 40 m, dengan cabang-cabang berdaun lebat sehingga membentuk
suatu tudung atau kanopi.tumbuhan khas yang dijumpai adalah liana dan epifit.
Liana adalah tumbuhan yang menjalar di permukaan hutan, contoh: rotan.
Epifit adalah tumbuhan yang menempel pada batang-batang pohon, dan tidak
merugikan pohon tersebut, contoh: Anggrek, paku Sarang Burung.
Fauna: di daerah tudung yang cukup sinar matahari, pada siang hari
hidup hewan-hewan yang bersifat diurnal yaitu hewan yang aktif pada siang hari, di daerah bawah kanopi dan daerah dasar hidup hewan- hewan yang bersifat nokfurnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari, misalnya: burung hantu, babi hutan,kucing hutan, macan tutul.
hidup hewan-hewan yang bersifat diurnal yaitu hewan yang aktif pada siang hari, di daerah bawah kanopi dan daerah dasar hidup hewan- hewan yang bersifat nokfurnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari, misalnya: burung hantu, babi hutan,kucing hutan, macan tutul.
Gambar 10.19. Bioma Hutan Tropis
4. Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang,
Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
Gambar 10.20. Bioma Hutan Gugur
5. Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah
tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga
merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dap
sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain
moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada
musim gugur.
Gambar 10.21. Bioma Taiga
6. Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran
kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di
daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken,
tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya,
tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin.
Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada
musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau
bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta
terutama nyamuk dan lalat hitam.
Gambar 10.22. Bioma Tundra
b. Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok,
penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan
yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir
semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar
pada umumnya telah beradaptasi.
Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.
Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.
Adaptasi tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya
kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga
maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea
gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah
yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis
lingkungan atau isotonis.
Adaptasi hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang
bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang
hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan
osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya
melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.
Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan
hidup.
- Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
- Berdasarkan
kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
a). Plankton;
terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang
(bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
b). Nekton;
hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c). Neuston;
organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau
bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
d). Perifiton;
merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau
benda lain, misalnya keong.
e). Bentos;
hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan.
Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing
dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir.
Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir
adalah sungai.
- Danau
Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi.
Gambar 10.23. Berbagai Organisme Air
Tawar berdasarkan Cara Hidupnya
Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari.
Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis
disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari
disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan
temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang
hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan
jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah
sebagai berikut.
a)Daerahlitoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air.
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air.
Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang
melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea,
ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan
angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.
b). Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih
dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai
fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang
berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim
panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian besar termasuk
Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan
oleh ikan- ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar,
kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.
c). Daerah profundal
Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba
dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah
mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini
dihuni oleh cacing dan mikroba.
d). Daerah bentik
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan
sisa-sisa organisme mati.
Gambar 10.24. Empat Daerah Utama
Pada Danau Air Tawar
Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organik-nya,
yaitu sebagai berikut :
a. Danau Oligotropik
danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di
daerah limnetik tidak produktif.
Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme, dan di
dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
b. Danau Eutropik
danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena fitoplankton
sangat produktif.
Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme,
dan oksigen terdapat di daerah profundal.
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya
materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat
dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan
pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan
sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang
atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang
akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut.
Pengkayaan danau seperti ini disebut “eutrofikasi”. Eutrofikasi
membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.
Gambar 10.25. Danau yang mengalami Eutrofikasi
c. Ekosistem Air Laut ( Ekosistem Bahari )
Merupakan bagian terluas (kira-kira 70 %) di muka bumi. Beberapa
karakteristik Ekosistem bahari antara lain, Salinitasnya tinggi
terutama di daerah tropika, semakin jauh dari khatulistiwa salinitas berkurang.
Salinitas di permukaan laut dan pada kedalaman yang berbeda bervariasi.
Memiliki kadar mineralnya tinggi, dengan ion clorida merupakan ion
yang terbanyak. Pengaruh faktor iklim dan cuaca kurang begitu nampak
dengan suhu permukan air laut di daerah tropic berkisar antara 25 oc
– 30 oc, makin ke arah kutub suhu menurun sampai 0 oc.
Adanya aliran air laut dipengaruhi oleh adanya angin dan perputaran bumi.
Organisme yang ada di dalamnya antara lain berbagai jenis
tumbuhan, ikan laut, dan berbagai organisme pengurai. Karena
tekanan osmosis di luar sel lebih kecil daripada tekanan osmosis di dalam
sel, ikan laut menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara terus
menerus minum melalui mulutnya, dan sedikit mengeluarkan urine.
Pengeluaran air dilakukan secara osmosis, sedangkan garamnya
diekskresikan melalui insang. Jika aikan air laut memimiliki cara
adaptasi yang demikian, bagaimana cara adaptasi ikan air tawar ?
Berdasarkan jumlah cahaya yang dapat diterima, ekosistem bahari dapat
dibedakan menjadi dua yaitu daerah fotik dan afotik. Daerah fotik adalah
daerah yang cukup mendapat cahaya matahari, sedangkan daerah afotik
adalah daerah yang kurang atau tidak mendapatkan cahaya matahari. Adakah
perbedaan karakteristik organisme yang hidup di daerah fotik dan
afotik ? Diskusikan dengan teman sebangkumu !
Berdasarkan sifat-sifat cara hidupnya, organisme perairan umumnya
dapat dikelompokkan antara lain menjadi :
- Plankton, organisme yang umumnya sangat kecil, hidup melayang-layang di dalam air, Gerakan organisme ini sangat dipengaruhi oleh arus air. Dibedakan menjadi fitoplankton(tumbuhan) dan zooplankton (hewan)
- Nekton, organisme yang dapat bergerak bebas
- Neuston, organisme kecil yang bersandar atau berenang di permukaan air
- Perifiton, organisme yang menempel atau merayap pada organisme atau benda yang lain yang menyembul ke permukaan air
- Bentos, organisme yang hidup merayap atau melekat di dasar perairan
Kelompok ekosistem bahari dapat dibedakan menjadi ekosistem laut dalam,
ekosistem pantai pasir dangkal (litoral) dan Ekosistem pasang surut.
1. Ekosistem laut dalam
Bagian lautan terdalam mempunyai suatu lingkungan yang
khas dan diperlukan adaptasi yang luar biasa untuk memungkinkan
kehidupan disini. Keadaan di kedalaman ini dingin, gelap dan sunyi. Disini
tidak terdapat produsen. Makanan untuk organisme hidup berasal dari bahan
organi yang mengendap dari bagian atas, sehingga jumlahnya relative
sedikit sekli. Adaptasi yang memungkinkan kehidupan di bawah tekanan di
kedalaman mengakibatkan jika terjadi perpindahan ke lapisan atas
maka organisme ini tidak dapat hidup. Keanekaragaman dan jumlah
organisme biasanya kurang dengan bertambah dalamnya lautan. Dalam
kegelapan abadi sebagian besar hewan berwarna hitam atau merah tua
dan mempunyai mata yang sangat peka.
Gambar 10.26. Organisme penghuni
ekosistem laut dalam
Di kedalaman lautan kebanyakan hewan dapat membuat cahaya dalam
tubuhnya atau serung dinamakan Bioluminisens( yunani: bios
+ lumon = cahaya). Apakah manfaat bioluminisense bagi organisme
? Selain sebagai identitas organisme, kemampuan ini juga menjadikan
organisme laut dalam dapat memikat mangsanya dan membantu organisme
dalam menghindarkan diri dari tanda bahaya. Beberapa contoh organisme
penghuni ekosistem laut dalam dapat dilihat pada gambar 10.26
2. Ekosistem Pantai Pasir Dangkal
Ekosistem ini umumnya terdapat di pantai daerah pesisir yang terbuka dan
jauh dari pengaruh sungai besar, tetapi ada juga yang terletak di antara dua
dinding batu terjal. Komunitas di habitat ini biasanya didominasi oleh
beberapa jenis rumput laut dan beberapa macam alga seperti Enhalus acoroides,
Halodule tridentata (rumput laut), Sargassum, dan Gracillaria (alga
laut).
Ekosistem pantai pasir dangkal terdiri dari ekosistem terumbu karang,
ekosistem pantai batu dan ekosistem pantai lumpur
Gambar 10.27. Pantai Pasir
( Wildan Yatin, 1986 : 12 )
a). Ekosistem terumbu karang (coral reef)
Ekosistem ini merupakan hasil kegiatan dan interaksi antara berbagai
jenis organisme, di antaranya Colenterata, cacing laut, siput
laut, kerang, dan alga berkapur (Halimeda). Polip karang
merupakan organisme kecil pembentuk cangkang kapur. Cangkang ini terus
bertumpuk menjadi bentuk yang padat dan massif yang disebut terumbu karang.
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang produktif di bumi, dengan
produktivitas fotosintesis yang besarnya 3000 kali lipat dari
produktivits perairan di sekelilingnya. Kekayaan terumbu karang bertumpu pada
hubungan yang khusus antara karang dan batuan. Dalam setiap polip
terdapat puluhan ribu tumbuhan bersel satu yang disebut zooxanthellae,
yang menyediakan tambahan energi bagi karang melalui proses fotosintsis.
Tumbuhan ini juga mendaur ulang zat-zat makanan. Karang menangkap
zooplankton dan mangsa lainnya, kotoran yang dikeluarkan karang digunakan
oleh zooxanthellae. Terumbu karang terdapat di perairan yang jernih yang
merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi.
Ekosistem jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Jawa, Bali,
pulau-pulau sebelah barat Sumatra, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Gambar 10.28. Terumbu Karang di
Pulau Timor
( Sugiyanto, 1986 : 12 )
b). Ekosistem Pantai Batu
Ekosistem jenis ini merupakan batuan cadas yang berasal dari proses konglomerasi
(berkumpul dan menyatu) batu-batu kecil dengan tanah liat dan kapur atau
terbentuk dari bongkah-bongkahan batu granit yang besar-besar. Ekosistem
semacam ini terdapat di daerah pesisir yang berbukit dan berdinding batu di
pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, Nusa Tenggara, Bali dan sekitar
Maluku. Di dalam ekosistem ini banyak terdapat alga Echeuma spinosum,
Gelidium,dan juga Sargassum.
Gambar 10.29. Pantai Batu Suwanggi,
Wakasihu
c). Ekosistem Pantai Lumpur
Terdapat di sekitar muara sungai. Pantai semacam ini banyak dijumpai
di Jaawa, Sumatra, Kalimantan, dan IrianJaya. Di dalam ekosistem ini
berkembang komunitas pionir Avicenia (api-api), Sonneratia
(bakau), dan rumput laut Enhalus acorides.
Hewannya yang paling banyak ialah ikan gelodok.
Tipe ekosistem muara sungai disebut juga ekosistem estuarlina.
Gambar 10.30. Pantai Lumpur / Hutan Mangrove di Teluk Jakarta
( Sugiyanto, 1986 : 122 )
3. Ekosistem Pasang Surut ( Ekosistem pantai )
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan
daerah pasang surut, dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat
melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah
ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi
konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah
ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput
herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan
kecil.
Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini
dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat
dibedakan sebagai berikut.
- Formasi pes caprae karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
- Formasi baringtonia didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina.
Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan
bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di
daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen,
akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang
termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan
Cerbera.
Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh
adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
F. Tipe-Tipe Ekosistem
yang ada di Indonesia
Di pulau jawa sangat mudah menemukan pohon kelapa, mangga,
kambing, sapi, dan kerbau, tetapi pohon korma, kangguru dan zebra, sulit
ditemukannya. Burung cendrawasih banyak ditemukan di Pulau Papua, tidak
ditemukan di jawa.
Pohon bakau tidak akan tumbuh di pegunungan, hanya tumbuh di pantai berlumpur.
Ikan gurami hanya di air tawar, tidak akan hidup di laut. Mengapa hal itu dapat
terjadi ? Apakah yang menentukan keberadaan suatu organisme dalam
daerah tertentu ?
Organisme memiliki karakteristik dalam sifat dan kemampuan adaptasi berbeda
dalam memberikan respon terhadap perubahan lingkungan. Ada yang dapat hidup di
tempat yang lembab dan lainnya hanya dapat hidup pada lingkungan kering.
Beberapa organisme dapat bertahan karena sinar matahari, sementara itu
organisme lainnya memerlukan tempat yang teduh atau bahkan gelap. Faktor-faktor
lingkungan yang bekerja melalui toleransi( latin: tolerare = menahan
diri, memikul keadaan), memilih macam-macam organisme yang dapat
hidup dalam suatu tempat tertentu. Kemampuan beradaptasi dan mempertahankan
diri inilah yang melahirkan tipe-tipe ekosistem yang berbeda.
Apapun tipe ekosistemnya, pada dasarnya memiliki struktur yang
sama yaitu adanya interaksi antara sumber energi, produsen,
konsumen dan pengurai. Letak perbedaanya hanyalah jenis organisme
yang menempatkan diri pada komponen fungsionalnya. Coba kamu bandingkan jenis
organisme yang berperan sebagai konsumen primer pada ekosistem
kolam dan ekosistem sawah ? Untuk mengenali tipe-tipe ekosistem pada
umumnya kita menggunakan ciri-ciri komunitas yang menonjol. Khusus untuk
ekosistem daratan yang kita gunakan adalah komunitas vegetasinya, karena wujud
vegetasi merupakan penampakan luarinteraksi antara tumbuhan, hewan dan
lingkungannya.
1. Ekosistem Darat Alami
Berdasarkan komunitas vegetasi yang mendominasi, di Indonesia terdapat tiga
bentuk ekosistem darat alami, yaitu vegetasi pamah, vegetasi pegunundan
dan vegetasi monsun
a. Vegetasi
Pamah
Ekosistem jenis ini merupakan bagian terbesar dari hutan di Indonesia,
yaitu di Sumatra, Kalimantan, dan Irian. Terletak pada ketinggian antara
0 – 1.000 di atas permukaan laut (dpl).
Ditinjau dari segi vegetasinya dapat dibagi lagi menjadi vegetasi hutan
rawan dan vegetasi darat, contohnya hutan bakau, hutan sagu dan hutan rawa
gambut. Beberapa contoh vegetasi pamah di antaranya ialah:
1). Hutan bakau
Di Indonesia luasnya kurang lebih sekitar 4.250.000 hektar dan tersebar di
seluruh kepulauan. Jumlah jenis ntumbuhan dalam hutan bakau tercatat
sekitar 95 jenis. Tampaknya hutan bakau seragam tetapi di tempat yang
banyak karangnya tumbuhan ini kurang subur dan ukurannya lebih pendek dan
kecil. Tumbuhan bakau yang subur dengan ukuran besar terdapat di muara
sungai.
Fauna hutan bakau umumnya dari jenis moluska, kepiting, dan ular air.
2). Hutan rawa air tawar
Ekosistem jenis ini terdapat di belakang hutan bakau. Populasinya
padat dengan kanopi yang lebat dan pada kondisi yang baik pohon-pohon dapat
mencapai ketinggian sekitrar 30 meter dan merata.
3). Vegetasi terna rawa
Ekosistem jenis ini umumnya didominasi oleh jenis rumput-rumputan.
Banyak dijumpai di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya.
4). Vegetasi pantai pasir karang
Dapat dibedakan atas begetasi yang berbentuk terna (formasi pescaprae)
dan vegetasi yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia).
Kedua macam vegetasi ini banyak terdapat di tepi pantai yang berpasir atau
berkarang tetapi tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat.
5). Hutan rawa gambut
Vegetasi di daerah ini tinggi-tinggi tetapi kurus dan tidak lebart karena
tanahnya mengandung timbunan gambut yang bersifat asam dengan kandungan zat
hara sangat rendah. Dari tepi sampai ke bagian tengah hutan gambut dapat
dibedakan tiga tipe, yaitu hutan rawa gambut campuran, hutan rawa gambut
campuran transisi, dan padang yang terentang. Ketiga tipe
hutan ini selalu lengkap pada setoap lokasi hutan rawa gambut dan banyak
terdapat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
6). Hutan sagu
Ada dua tipe hutan sagu, yaitu hutan sagu murni dan hutan sagu
campuran dengan pohon atau vegetasi lain di mana populasinhya rapat dan
berkembang di daerah di mana aliran air tawarnya teratur. Banyak terdapat
di Irian Jaya dan Maluku.
7). Hutan tepi sungai
Ekosistem semacam ini terdapat di sepanjang aliran tepi sungai besar dan
terdiri atas tumbuhan rawa musiman yang berbeda.
Merupakan habitat transisi dengan hutan rawa air tawar. Floranya
sebagian besar terdiri atas tumbuhan berkayu yang hidup di celah-celah batu
dengan perakarann yang kuat, daunnya sempit dan bijinya dapat disebarkan oleh
air atau ikan.
8). Komunitas danau
Vegetasi yang ada di perairan danau umumnya adalah fitoplankton.
Jenis rumput-rumputan dan tumbuhan lain yang terapung dapat mendominasi
vegetasi di tepian danau.
b. Vegetasi
Pegunungan
Ekosistem jenis ini sangat beraneka ragam sehingga dapat diklasifikasikan
menjadi hutan pegunungan, padang rumput, vegetasi terbuka pada lereng berbatu,
vegetasi rawa gambut, danau dan vegetasi alpin.
1. Hutan Pegunungan
Dapat dibedakan menjadi :
a). Hutan pegunungan atas dengan ketinggian antara 1.500 –
3.300 m. Hutannya lebat dengan pohon yang tinggi-tinggi rata-rata sekitar
25 m. jenisnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang ada di hutan
pegunungan bawah.
b). Hutan pegunungan bawah dengan ketinggian antara 1000 –
2.500 m. Umumnya pohon-pohonnya relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan pohon yang ada di hutan pegunungan atas, diameter batangnya pun relatif
lebih kecil.
2. Padang
rumput
Dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu :
- Padang rumput-semak tepi hutan, terdapat di Irian Jaya pada lereng batu kapur dengan tanah yang dangkal di Dataran Tinggi Kemabu. Daerah ini ketinggiannya antara 3.300 – 3.800 m.
- Padang rumput merumpun Corporosma brassi – Deschampsinklosii. Pada rumput jenis ini terdapat di lereng yang basah pada ketinggian 3.300 – 4.100 m di seluruh daerah pegunungan Irian Jaya. Hampir seluruh komunitasnya berupa hamparan rumput Danthonia klossii yang tingginya rata-rata 1 meter. Di antaranya kadang-kadang terdapat tumbuhan perdua jenis Corprosma brassii yang tumbuhnya kerdil.
3. Vegetasi
terbuka pada lereng berbatu
Terdapat di bukit-bukit batu kapur yang terjal dan tempat yang sebagian
terlindung dari hujan dan tanahnya lembab.
Vegetasinya terdiri atas jenis rumput, paku-pakuan dan terna tertenu.
4.
Vegetasi rawa gambut
Biasanya berbentuk vegetasi perdu rawa gambut dan banyak terdapat di daerah
Irian Jaya yang berada pada ketinggian 3.300 – 4.000 m. di nJawa vegetasi
ini terdapat pada ketinggian antara 2.000 – 3.500 m. Komunitasnya berupa
padang rumput penutup gambut.
5.
Vegetasi Danau
Danau banyak terdapat di pegunungan tinggi dan umumnya danau di daerah ini
dangkal serta banyak mengandung nutrisi. Perairannya terbuka sehingga
hampir tertutup oleh tumbuhan. Contohnya adalah danau di gunung Dieng.
6. Vegetasi
Alpin
Contoh vegetasi ini adalah tundra alpin kering dan tundra alpin
basah. Tundra alping kering komunitasnya didominasi oleh Tetramolopium
klossii yang terdapat pada ketinggian antara 4.230 – 4.600 m.
sedangkan komunitas pada tundra alpin basah umumnya didominasi oleh hamparan
lumut yang terdapat di ketinggian 4.250 m.
c. Vegetasi
Monsun
Terdapat pada daerah beriklim kering musiman, dengan kelembaban lebih \
tinggi dari 33,3%. Evapotranpirasi kurang dari 1.500 mm per tahun.
Vegetasi terdiri dari tumbuhan bercabang rendah dengan batang yang
jarang-jarang dan lurus.Umumnya vegetasinya tumbuh lebat di musim penghujan dan
menggugurkan daun di musim kemarau. Jenisnya sangat sedikit. Yang
termasuk ekosistem ini meliputi savana dan padang rumput. Banyak terdapat
di Jawa Timur, NTT, Sulsel, Sulteng dan Irian Jaya.
2. Ekosistem
Buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang sengaja diadakan dengan maksud
menyenangkan pembuatannya. Hal ini banyak terjadi akibat perkembangan
teknologi. Beberapa contoh diantaranya ialah :
a. Ekosistem
Danau
Umumnya air danau merupakan air tawar. Sebagai salah satu ekosistem
air tawar yang dibuat oleh manusia, umumnya memiliki karakteristik antara
lain. salinitasnya rendah bahkan lebih rendah dari organisme yang hidup
didalamnya, dipengaruhi oleh iklim dan cuaca
Hewan yang ada antara lain berbagai jenis ikan air tawar. Ikan air tawar
memiliki cara adaptasi antara lain dengan cara. Pengambilan air secara
terus menerus, melalui insang dengan cara osmosis. Garam-garam diabsorbsi
melalui insang. Mengeluarkan banyak urin. Tekanan osmosis diluar sel lebih
tingg dibandingkan tekanan osmosis di dalam sel. Tumbuhan yang hidup
antara lain, enceng gondok, teratai, dan bermacam-macam alga. Akibat
dibentuknya bendungan-bendungan menyebabkan timbulnya ekosistem baru.
Komunitas baru yang terbentuk di sini umumnya dalam fase suksesi yang
berbeda. Selain itu, pada ekosistem danau bendungan ini diintroduksikan
hewan, yaitu beberapa jenis ikan pula macam-macam vegetasi lain yang cocok
dengan ekosistem baru, yaitu ekosistem kolam.
b. Ekosistem
Hutan Tanaman
Ekosistem yang dimaksud di sini adalah penanaman pohon budi daya seperti
jati, pinus dan akasia.
c.
Agroekosistem
adalah suatu ekosistem yang sengaja dibuat untuk keperluan pertanian
tanaman budi daya.
Macam-macam agroekosistem, diataranya adalah :
1). Sawah Tadah Hujan
Yang dimaksud dengan sawah tadah hujan adalah sawah yang dibuat tanpa ada
irigasi tehnis dan menggantungkan air dari air hujan
2). Sawah surjan
Sawah yang dikembangkan di daerah-daerah yang sering banjir.
Sawah ini berwujud selang-seling antara galengan-galengan yang
lebar dengan parit-parit yang lebar ditanami palawija.
3). Sawah pasang surut
Sawah yang mendapat pengairan dari air sungai yang terbendung
secara alami karena laut pasang harian. Umumnya terletak di sekitar
sungai-sungai besar dekat muara yang bergambut di Kalimantan dan Sumatera
4). Sawah rawa
Sawah rawa terdapat di adataran rendah yang terus menerus
tergenang air karena drainase tidak jalan sedang sumber air hujan
cukup banyak.
5). Sawah Irigasi
Sawah jenis ini memiliki sistem irigasi, sistem pengairan yang menggunakan
teknologi maju dalam hal pengaturan air, sehingga pada musim kemarau air tetap
tersedia.
6). Perkebunan
Perkebunan banyak dibuat oleh manusia, baik secara kecil-kecilan di sekitar
rumah atau besar-besaran yang diusahakan oleh pemerintah. Contohnya
adalah perkebunan teh, karet, kelapa sawit, dan sebagainya.
Disamping beberapa ekosistem di atas, di Indonesia juga terdapat
pekarangan, Kolam, Kebun, dan Ladang berpindah yang merupakan contoh
keragaman agroekosistem yang tak ternilai harganya.
B.
KLIMATOLOGIS HUTAN RAWA GAMBUT
TANAH MINERAL
|
TANAH ORGANIK
|
SUNGAI
|
SUNGAI
|
Gambar
1. Gambaran
umum penampang lahan gambut tropika
(Ilustrasi: Triana)
Gambar
2. Kebakaran
lahan gambut di Kalimantan Tengah
(Foto: Yus Rusila Noor)
A.
Karakteristik Lahan Gambut
Bahan induk pembentuk tanah adalah
bahan organik hasil akumulasi bagian – bagian tanaman hutan hujan tropika.
Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting
tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode
konvensonal menjadi bias. Tanah gambut umumnya terbentuk karena kondisi jenuh
air atau karena temperatur yang rendah, sehingga proses dekomposisi berlangsung
nisbi lambat dibanding proses akumulasi. Tanah ganbut terbentuk dari endapan
bahan organik sedenter (pengendapan setempat) yang berasal dari sisa jaringan
tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa dengan ketebalan bervariasi, tergantung
keadaan topografi/tanah mineral di bawahnya. Bahan dasar penyusun tanah gambut
didominasi oleh lignin dengan lingkungan yang kahat oksigen, sehingga proses
dekomposisi bahan organiknya lambat. Sifat fisika tanah gambut, khususnya
hidrolikanya ditentukan oleh tingkat pelapukan bahan organiknya. Pengelompokan
tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume
menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni fibrik, hemik, dan saprik.
Pengendalian drainase lahan gambut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
oksidasi gambut sehingga dapat menurunkan dekomposisi gambut. Hal ini dapat
dimungkinkan dengan penggenangan, menghindari pengusikan (distrubance)
dan mengatur tinggi permukaan air tanah (ground water level) di daerah
rhizosfer. Drainase gambut harus didekati dengan perspektif total pengelolaan
air yaitu dengan meminimalisir “stress” lengas tanah.
B.
Iklim Hutan
Rawa Gambut
Iklim adalah sintesis hasil pengamatan cuaca untuk memperoleh deskripsi secara
statistik mengenai keadaan atmosfier pada daerah yang sangat luas (Barry, 1981
dalam Wenger, 1984).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1984) iklim makro adalah iklim yang
nilai-nilainya berlaku untuk daerah yang luas, sedangkan iklim mikro hanya
berlaku untuk tempat atau ruang yang terbatas. Dikemukakan lebih lanjut bahwa
iklim makro dipergunakan untuk menentapkan tipe iklim, zona iklim, zona
vegetasi dan sebagainya, sedangkan iklim mikro berhubungan dengan habitat atau
lingkungan mikro.
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960)
dalam Idris (1996), faktor-faktor iklim yang penting bagi hidup dari
pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah cahaya, suhu, curah
hujan, kelembaban udara, gas udara dan
angin. Menurut de Rozari (1987)
suhu udara di dekat permukaan mempunyai arti penting bagi kehidupan oleh karena
selain kebanyakan bentuk kehidupan terdapat di permukaan, juga ada kaitan erat
antara beberapa proses kehidupan dengan suhu.
C.
Suhu dan
Kelembaban Hutan Rawa Gambut
Dari segi biologi, profil suhu udara
penting untuk diketahui karena adanya perbedaan yang tajam antara suhu
permukaan dengan udara di atasnya, menyebabkan sebagaian organisme hidup berada
seketika pada dua rejim suhu yang sangat berlainan. Sebuah kecambah yang baru
muncul, memperoleh cekaman bahang luar biasa dibandingkan dengan cekaman yang
akan dialaminya kemudian.
Dalam sebuah hutan, suhu udara
maksimum biasanya lebih rendah dan suhu minimum lebih tinggi daripada di daerah
yang terbuka. Selama siang hari, daun-daun dalam tajuk menghalang-halangi
masuknya radiasi matahari ke lantai hutan. Suhu di dalam tajuk dipertahankan
melalui transpirasi dari daun-daun. Pengaruh ini mencegah suhu pada siang hari
meningkat secara cepat; dengan demikian ruangan di bawah tajuk lebih dingin
daripada daerah terbuka selama siang hari.
Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon
paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1) jumlah bersih panas
yang diadsorbsi, (2) energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada
suhu tanah dan (3) energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
Kelembaban relatif hutan gambut cukup tinggi pada musim hujan, yakni berkisar
90 % - 96 %, baik dalam hutan alami maupun hutan gundul atau lahan kosong. Pada
musim kemarau, kelembaban menurun menjadi 80 %, dan pada bulan-bulan kering
berkisar 0 % - 84 % Pada siang hari di muism kemarau, kelembaban dapat mencapai
67 % - 69 %. Tetapi pada pai hari, kelembaban pada musim kemarau lebih tinggi
daripada musim hujan, yaitu dapat mencapai 90 % - 96%(Rieley,etal.,1996).
B. Pengolahan Lahan Gambut
Untuk Pengembangan Pertanian
·
Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman padi
Di dalam sistem handil, parit utama dibuat kurang
lebih tegak lurus badan sungai, ukuran parit utama lebar 2 m dalam 1 – 2 m),
Setiap sekitar 200 m dibuat parit parit sekunder tegak lurus parit utama. Pada
parit utama sebelum di persimpangan parit sekunder dibuat tabat untuk mengatur
air. Di hulu parit utama selalu disisakan parit utama sebagai tandon
(”reservoir”) air untuk menggelontor air masam dan kemudian mengairi lahan
untuk tanaman padi lokal yang olah tanahnya dilaksanakan secara tradisional.
Dengan sistem ini pertanian padi dapat lestari (sustainable) sampai saat
ini dengan tingkat produktivitas antara 2,0 – 2,5 t/ha tiap tahun.
·
Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman kelapa
Parit dibuat ukuran minimal, pengaturan air dibuat
dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas tanaman kelapa dapat kontinu
sampai saat ini.
·
Pengelolaan lahan gambut untuk tanaman perkebunan kelapa
Pengelolaan lahan gambut dalam satu ekosistem pulau.
Sistem drainase dikendalikan dengan baik untuk menjaga muka air dalam tanah
disesuaikan dengan ruang perakaran yang diperlukan oleh tanaman. Produksi
kelapa dapat menopang industri perkebunan.
·
Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman sagu
·
Parit dibuat
ukuran kecil dan pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat,
produktivitas tanaman sagu dapat dikelola dalam skala industri.
·
Pengelolaan lahan gambut untuk hutan tanaman industri
Pengembangan hutan tanaman industri (HTI) tanaman Acasia
mangium dan Acasia crasicarpa di kaki kubah gambut. Parit (saluran)
primer cukup besar lebar antara 8 – 10 meter karena selain untuk drainase juga
untuk transportasi (navigasi), namun permukaanair dijaga ketat. Saluran
sekunder (lebar 2 – 3 meter) dan saluran tertier (1 – 2 meter) cukup kecil
untuk mengendalikan permukaan air tanah. Perkebunan ini telah memasok pabrik
pulp.
D.
Pengelolaan Air Pada Tanah Gambut
Pengelolaan air pada lahan gambut
pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman
yang dibudidayakan.Tanah gambut mempunyai kemampuan menyimpan air yang besar
dan tergantung tingkat kematangan gambut. Salah satu sistem yang diterapkan
untuk pengelolaan air di lahan gambut adalah sistem drainase terkendali. Pada
dasarnya sistem ini untuk mengatus air secara terkendali mulai dari tanggul
dipasang bangunan pengendali (kontrol) agar dasar saluran relatif datar dan
bangunan pengandali kedua sebelum air dari air keluar dari lahan menuju ke
sungai dengan maksud untuk mengendalikan elevasi muka air relatif. Bila aliran
air keluar tidak akan drastis sehingga dapat mengendalikan ”overdrained” dan
mencegah kekeringan yang akhirnya mempertahankan kondisi lahan tetap terpenuhi
keperluan airnya.
Ukuran bangunan pengendali terutama
lebar saluran tergantung komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi
memerlukan kondisi lahan tetap tergenang sehingga relatif sempit agar aliran
muka air relatif terkendali, dan untuk tanaman perkebunan yang memerlukan
kedalaman muka air tanah relatif dalam sehingga perlu dikendalikan sesuai
dengan kedalaman zona perakarannya. Pengelolaan air diperlukan karena:
a. kondisi alami dan restorasi
terutama kegiatan koservasi air .
b. pengelolaan air diperlukan untuk
menghilangkan kelebihan air permukaan (drainase) dan air dibawah
permukaan terutama untuk pertanian.
c. pengecegahan kebakaran dan
pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah
E.
Fungsi dan Manfaat Ekosistem Gambut
Fungsi dan manfaat ekosistem gambut
mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat.
Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada Tabel 1.
Fungsi Hutan Rawa Gambut Tropis
|
Manfaat dan Penggunaan
|
Pengaturan banjir dan arus larian
|
Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah hilir.
Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang
sangat besar. Menurut jenisnya, gambut saprik, hemik, dan fibrik dapat
menampung air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus lima puluh satu per seratus),
450-850% (empat ratus lima puluh hingga delapan ratus lima puluh per
seratus), dan lebih dari 850% (delapan ratus lima puluh per seratus) dari
bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan
sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat
menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada
musim kemarau.
|
Pencegahan instrusi air laut
|
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut akan
memperoleh manfaat besar dari keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai
sumber air tawar untuk irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus
guna menghindari atau mitigasi intrusi air asin.
|
Pasokan air
|
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut
bisa jadi merupakan sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan
irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
|
Stabilisasi iklim
|
|
Penyimpanan karbon
|
Nilai keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap
diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga) per hektar per tahun, tidak termasuk nilai
intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-bahan farmasi yang dapat
dipasarkan secara internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa gambut di
asia tenggara semakin menunjukkan peran pentingnya sebagai bank gen, terutama
karena semakin menyusutnya peran hutan dataran rendah akibat kegiatan
pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai jenis satwa, lahan gambut
menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya pada wilayah yang
bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
|
habitat hidup liar
|
Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis,
ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai
jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem
gambut. Di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima
puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme
ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat
ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan
penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan
ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk
gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah
(wallago leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk
dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang
luar biasa dan tidak tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi
secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera
(panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera
(elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut
dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam
appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
|
Habitat tumbuhan
|
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan
telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi,
misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan
ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak
kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis
pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang
pernah diketahui
|
Bentang alam
|
Hutan rawa gambut menempati kawasan yang khusus pada
bentang alam dataran rendah, membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari tipe
vegetasi khas pada hutan bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran
sungai serta pertemuan dengan hutan rawa air tawar
|
Alam liar
|
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar yang luar
biasa, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan modal
yang sangat berharga untuk pengembangan pariwisata alam.
|
Sumber hasil alam
|
Rawa gambut menyediakan sumber alam yang luar biasa,
termasuk berbagai jenis tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
seperti ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata) dan meranti
(shorea spp).
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa
ketergantungan masyarakat sekitar terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga
80% (delapan puluh per seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan
mereka terhadap usaha pertanian.
|
F. Ancaman
Terhadap Ekosistem Gambut
Selama lebih dari 30 (tiga puluh)
tahun terakhir ini, hutan rawa gambut telah mengalami pembalakan, pengeringan,
dan perusakan dahsyat akibat adanya berbagai kegiatan yang terkait dengan
kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kegiatan pembalakan baik resmi maupun
tidak resmi seringkali melibatkan pengeringan gambut selama proses
ekstraksinya.
Pada kondisi alaminya yang basah,
lahan gambut sebenarnya tidak mungkin untuk mengalami kebakaran besar. Pada
kenyataannya, karena telah banyak mengalami kekeringan akibat drainase
diantaranya untuk perkebunan maupun pengeluaran kayu, kebakaran kemudian
menjadi fenomena umum di lahan gambut. Berbagai kegiatan seperti pembukaan dan
persiapan lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, penebangan yang tidak
terkendali, pembangunan saluran irigasi/parit/kanal untuk perkebunan dan
pengeluaran kayu tebangan serta transportasi menyebabkan kerusakan lahan
gambut. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik
(subsiden terbakar dan berkurangnya luasan gambut), tetapi juga menyebabkan
hilangnya fungsi ekosistem dan ekologis gambut.
C.KOMPOSISI HUTAN RAWA GAMBUT
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan
formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis
(edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah
temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin.
Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe
iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau
lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan
(Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud
serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya
berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan
(miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang
tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung
pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan
organik adalah:
1)
Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit
18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau
lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (%
liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%.
2)
Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam
praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik
mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik
dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam
pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut.
Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas,
yaitu:
1.
Gambut dangkal (50−100 cm),
2.
Gambut sedang (101−200 cm)
3.
Gambut dalam (201−300 cm)
4.
Gambut sangat
dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam
(pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada
gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa
rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan
berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun
umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur
mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup
tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Pembagian
Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut
dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982)
yaitu :
a)
Gambut endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di
dalam air yang relatif dalam.
b)
Berserat: Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air
tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi
c)
Gambut kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat
dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini
dapat dibedakan atas:
i.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang
terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah
cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini
umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan
zat hara yang
berasal dari lapisan tanah mineral di dasar
cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut
topogen relatif tidak banyak dijumpai.
ii.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua
gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua
umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan
permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya.
Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut
dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang
keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman
seperti warna air teh yang pekat.
Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
Vegetasi
Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di
dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke
Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara
Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang
pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat
pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan
ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon
arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan
Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan
rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens,
Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut
umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh
jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys),
jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium
spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis
yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk
oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea
spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam
(Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku
Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp,
Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria
spp.
BAB III
PENUTUP
ü Gambut
tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan,
sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode konvensonal
menjadi bias.
ü Pengelompokan
tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume
menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni fibrik, hemik, dan saprik.
ü Suhu tanah
yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon paling
sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1)jumlah bersih panas yang
diadsorbsi,(2)energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada suhu
tanah dan (3)energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
ü Pengelolaan
air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai
dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.
ü Pengelolaan
air diperlukan karena:
1.
kondisi alami dan restorasi terutama kegiatan
koservasi air .
2.
pengelolaan air diperlukan untuk menghilangkan
kelebihan air permukaan (drainase) dan air dibawah permukaan
terutama untuk pertanian.
3.
pengecegahan kebakaran dan pertanian : yaitu
pengendalian muka air tanah.
ü Hutan rawa
gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation)
dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang
mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas
cahaya dan angin. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat
dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
ü Secara
kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal
mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9).
Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada
tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH
tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi
tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan
Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis
Kebijakan, 2008).
ü Di Indonesia
tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan
merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di
Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke
Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai
Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian
selatan Papua.
Daftar
Pustaka
http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/tanah-hutan-rawa-gambut-propinsi-riau.html
http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/struktur-floristik-ekosistem-hutan-rawa.html
http://bioenvironmental.wordpress.com/2013/10/02/karakteristik-ekosistem-rawa-gambut/ http://id.wikipedia.org/wiki/Gambut
NOOR,
Y.R. 2004. Menjadi Petani Mandiri di Lahan
Gambut (Becoming
self-suficient
farmers in the peatland areas). Warta Konservasi
Lahan
Basah 12 (4) : 13. Wetlands International -
Indonesia
Programme,
Bogor.
NOOR,
Y.R. & I. ARINAL. 2004. Sisi lain dari
kegiatan rehabilitasi
hutan
bekas kebakaran di TN Berbak (The other aspect of
rehabilitation
of ex-burnt forest of Berbak National Park). Warta
Konservasi
Lahan Basah 12 (4) : 16-17. Wetlands
International
-
Indonesia Programme, Bogor.
NOOR,
Y.R. & V. FITRIAN. 2002. Gambut dan perubahan
iklim global.
Warta
Konservasi Lahan Basah (1) hal.17). Wetlands
International - Indonesia
Programme, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar