Sabtu, 03 Mei 2014

tugas makalah astri pandini om



TUGAS
 “MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN”

DISUSUN:
ASTRI PANDINI OKTAVIANI MUQSI
116510331

                               KELAS                                      : 6A BIOLOGI
                            DOSEN PEMBIMBING         : Prima Wahyu Titisari,M.Si


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2014/2015
KATA PENGANTAR


Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan hikmah, hidayah, kesehatan serta umur yang panjang sehingga makalah Ekologi Tumbuhan yang berjudul “populasi komunitas ekosistem (ekologi), Klimatologis Hutan Rawa Gambut dan edaphis hutan rawa Gambut ” ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta beriring salam senantiasa kita limpahkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam yang berliku-liku menuju alam yang lurus. Amin
Saya  menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun menuju kesempurnaan dari pada pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.










Pekanbaru, April 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Ekologi
Ekologi, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel ( zoologiwan Jerman, 1834-1914), berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya,
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti : kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan hidup meliputi Komponen Biotik dan Komponen Abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral.
 Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem.

B.  Lingkungan
Lingkungan suatu organisme adalah segala sesuatu diluar organisme, yang menjadi kondisi atau persyaratan organisme untuk hidup, lingkungan makhluk hidup ( organisme dibagi menjadi 2 :
  1. Lingkungan abiotik ( benda mati / Fisik )
  2. Lingkungan Biotik ( Maklhuk Hidup )
    1. Lingkungan abiotik  ( benda mati / Fisik )
Lingkungan abiotik meliputi segala sesuatu yang tidak secara langsung terkait pada keberadaan organisme tertentu antara lain :
  1. Sinar Matahari: Jika tidak ada, tidak akan ada kehidupan
  2. Air: ±70% Struktur penyusun makhluk hidup. fungsi: untuk reaksi kimia pada tubuh yg disebut juga metabolisme dan juga untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil.
  3. Senyawa organik: karbohidrat, lemak dan protein. senyawa organik harus memiliki unsur C, H, O. khusus untuk protein, harus memiliki C, H, O, N.
  4. Udara: ±80% udara bebas adalah Nitrogen (N). fungsi N: membentuk protein bagi    tubuh. N bisa didapat dari atmosfer langsung, tetapi harus dirubah ke dalam    bentuk N2 . Proses pengubahan N menjadi N2 dinamakan Proses Biogeokimia. sisanya, udara bebas adalah Oksigen (O2). fungsi O2: untuk respirasi. tetapi    untuk respirasi yang tidak menggunakan O2 dinamakanRespirasi anaerob.
  5. Tanah: sebagai substrat bagi tumbuhan dan sebagai tempat tinggal bagi hewan.
  6. Suhu: mempengaruhi reaksi kimia. jika suhu tinggi, zat/unsur yang direaksikan lebih    cepat bereaksi karena dalam suhu yang tinggi terdapat zat katalis yang berfungsi    untuk mempercepat reaksi kimia. dalam tubuh manusia, terdapat zat katalis yang    disebutbiokatalisator yang berbentuk enzim. suhu yang tinggi juga dapat    mengakibatkan enzim rusak. sedangkan suhu rendah menyebabkan melambatnya    kinerja enzim.
  7. Mineral: membantu proses reaksi kimia
  8. Kelembaban udara: kandungan air di udara
  9. PH: derajat keasaman suatu zat. ukuran PH: 0-14. PH 0-7 mengindikasikan zat tersebut asam. PH 7 mengindikasikan zat tersebut normal. PH 7-14 mengindikasikan zat tersebut basa.
Lingkungan Biotik ( Maklhuk Hidup )
Lingkungan Biotik adalah lingkungan yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer, juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a.      Individu
b.      POPULASI
c.       KOMUNITAS
d.      EKOSISTEM

B.KLIMATOLOGIS
Lahan gambut berperan penting bagi kesejahteraan manusia sebagai Penghasil ikan, hasil hutan non kayu, “carbon – sink”, sebagai penahan banjir, pemasok air, berbagai proses biokimia yang berhubungan dengan air, mengandung plasma nutfah yang bermanfaat (sumber karbohidrat, protein, minyak dan antibiotik). Pengembangan lahan gambut untuk pertanian telah dimulai sejak kolonial. Masyarakat Bugis, Banjar, Cina, Melayu telah mampu mengembangkan pertanian secara berkelanjutan dengan teknik sederhana dengan skala kecil.
Pengembangan lahan gambut dengan skala besar dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1970 an yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Pemanfaatan lahan gambut dapat dijadikan lahan alternatif untuk pengembangan pertanian, meskipun perlu pengelolaan yang tepat, dukungan kelembagaan yang baik dan profesional serta pemantauan secara terus menerus. Potensi lahan gambut di Indonesia cukup luas diperkirakan antara 17,4 – 20 juta hektar yang tersebardi wilayah Pulau Kalimantan, Sumatera dan sebagian di Papua. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dimaksudkan menghilangkan kelebihan air permukaan dan air dibawah permukaan serta mengendalikan muka air tanah.
Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian melalui reklamasi dari hutan rawa gambut (peat swamp forest) mengakibatkan perubahan ekosistem alami (gambut sebagai restorasi dan konservasi air) menjadi ekosistem lahan pertanian mempunyai konsekuensi perubahan sifat bawaan (inherent) seperti biofisk dan kimia gambut dan lingkungan. Banyak dan beragam kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa ini baik teknis, sosial, ekonomi maupun budaya.  Masalah teknis utama termasuk adalah pengelolaan lahan dan air.

C. EDAPHIS

Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih.
 Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). MenurutSoerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.



BAB II
PEMBAHASAN
1. Lingkungan Biotik ( Maklhuk Hidup )
Lingkungan Biotik adalah lingkungan yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer, juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a. Individu
Individu merupakan organisme tunggal seperti : seekor tikus, seekor kucing, sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia. Dalam mempertahankan hidup, seti jenis dihadapkan pada masalah-masalah hidup yang kritis. Misalnya, seekor hewan harus mendapatkan makanan, mempertahankan diri terhadap musuh alaminya, serta memelihara anaknya. Untuk mengatasi masalah tersebut, organisme harus memiliki struktur khusus seperti : duri, sayap, kantung, atau tanduk. Hewan juga memperlihatkan tingkah laku tertentu, seperti membuat sarang atau melakukan migrasi yang jauh untuk mencari makanan. Struktur dan tingkah laku demikian disebut adaptasi
b. populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu tertentu disebut populasi
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.


 
Faktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.

Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.
Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.
c. . Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat sulit untuk dipastikan.
Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air.
Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi.
Ahli ekologi memiliki catatan yang panjang tentang beberapa spesies yang menempati peran ekologi tinggi tertentu dalam komunitas tertentu.Berbagai penjelasan banyak yang diusulkan untuk hal ini. Beberapa ahli ekologi merasa bahwa hal ini disebabkan karena kompetisi jika dua spesies mencoba untuk mengisi peran ekologi "niche" yang sama, selanjutnya kompetisi untuk membatasi berbagai sumber daya akan menekan salah satu spesies keluar. Ahli lainnya berpendapat bahwa sebuah spesies yang menempati peran ekology yang tinggi, melakukannya karena tuntutan fisik yang keras tentang peran tertentu tersebut di dalam komunitas. Dengan kata lain hanya satu spesies yang menempati peran ekologi "niche" bukan karena memenangkan kompetisi dengan spesies lainnya, tetapi karena hanya satu-satunya anggota komunitas yang memiliki kemampuan fisik memainkan peran tersebut.
Perubahan komunitas yang terjadi disebut suksesi ekologi. Proses yang terjadi berupa urutan-urutan yang lambat, pada umumnya perubahannya dapat diramalkan yakni dalam hal jumlah dan jenis mahkluk organisme yang ada di suatu tempat . Perbedaan intensitas sinar matahari, perlindungan dari angin, dan perubahan tanah dapat merubah jenis-jenis organisme yang hidup di suatu wilayah.
Perubahan-perubahan ini dapat juga merubah populasi yang membentuk komunitas. Selanjutnya karena jumlah dan jenis spesies berubah, maka karakteristik fisik dan kimia dari wilayah mengalami perubahan lebih lanjut. Wilayah tersebut bisa mencapai kondisi yang relatip stabil atau disebut komunitas klimaks, yang bisa berakhir hingga ratusan bahkan ribuan tahun.
Para ahli ekologi membedakan dua tipe suksesi yakni primer dan sekunder. Di dalam suksesi primer organisme mulai menempati wilayah baru yang belum ada kehidupan seperti sebuah pulau baru yang terbentuk karena letusan gunung berapi. Sebagai contoh anak krakatau yang terbentuk sejak 1928 dari kondisi steril, kini telah dihuni oleh puluhan spesies.
Suksesi sekunder terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya kebakaran hutan. Komunitas padang rumput dan bunga liar akan tumbuh pertama kali. Selanjutnya diikuti oleh tumbuhan semak-semak. Terakhir pohon-pohonan baru muncul kembali dan wilayah tersebut akan kembali menjadi hutan hingga gangguan muncul kembali. Dengan demikian kekuatan-kekuatan alam yang terakhir menyebabkan terjadinya komunitas klimaks (stabil). Sebagai tambahan para ahli ekologi memandang kebakaran dan gangguan alam besar lainnya sebagai hal yang dapat diterima dan tetap diharapkan.

d. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme). Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
e.    Biosfer
Seluruh ekosistem di dunia disebut biosfer. Dalam biosfer, setiap makhluk hidup menempati lingkungan yang cocok untuk hidupnya. Lingkungan atau tempat yang cocok untuk kehidupannya disebut habitat. Dalam biologi kita sering membedakan istilah habitat untuk makhluk hidup mikro, seperti jamur dan bakteri, yaitu disebut substrat.
Dua spesies makhluk hidup dapat menempati habitat yang sama, tetapi tetap memiliki relung (nisia) berbeda. Nisia adalah status fungsional suatu organisme dalam ekosistem. Dalam nisianya, organisme tersebut dapat berperan aktif, sedangkan organisme lain yang sama habitatnya tidak dapat berperan aktif. Sebagai contoh marilah kita lihat pembagian nisia di hutan hujan tropis.
A. Komponen dalam Ekosistem
1. Aliran Energi
Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
a. Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
b. Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan. Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
  1. Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
  2. Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari system
  3. Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.
Gambar 10. 1. Aliran energi dalam ekosistem
1, Rantai Makanan dan Jaring Jaring Makanan.
adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan
Gambar 10. 2. Rantai Makanan
Apabila antara rantai makanan yang satu dengan yang lainnya terdapat hubungan (ada komponen yang sama), maka beberapa rantai makanan akan membentuk jaring-jaring makanan.
Berikut ini contoh jaring-jaring makanan :
Gambar 10. 3. jaring-jaring makanan
2. Piramida Ekologi
Struktur trofik dapat disusun secara urut sesuai hubungan makan dan dimakan antar trofik yang secara umum memperlihatkan bentuk kerucut atau piramid. Gambaran susunan antar trofik dapat disusun berdasarkan kepadatan populasi, berat kering, maupun kemampuan menyimpan energi pada tiap trofik yang disebut piramida ekologi. Piramida ekologi ini berfungsi untuk menunjukkan gambaran perbandingan antar trofik pada suatu ekosistem. Pada tingkat pertama ditempati produsen sebagai dasar dari piramida ekologi, selanjutnya konsumen primer, sekunder, tersier sampai konsumen puncak.
Gambar 10. 4. Piramida Ekologi
Dikenal ada tiga macam piramida ekologi antara lain piramida jumlah, piramida biomassa dan piramida energi. Gambaran ideal suatu piramida ekologi adalah sebagai berikut.
3. Piramida Energi
Piramida energi adalah piramida yang menggambarkan hilangnya energi pada saat perpindahan energi makanan di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem.
Gambar 10. 5. Piramida Energi
Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.
Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal berikut.
1). Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik selanjutnya.
2). Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai sampah.
3). Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisme, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.
4. Piramida Biomassa
Piramida biomassa yaitu suatu piramida yang menggambarkan berkurangnya transfer energi pada setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Pada piramida biomassa setiap tingkat trofik menunjukkan berat kering dari seluruh organisme di tingkat trofik yang dinyatakan dalam gram/m2. Umumnya bentuk piramida biomassa akan mengecil ke arah puncak, karena perpindahan energi antara tingkat trofik tidak efisien. Tetapi piramida biomassa dapat berbentuk terbalik.
Gambar 10. 6. Piramida Biomassa

Misalnya di lautan terbuka produsennya adalah fitoplankton mikroskopik, sedangkan konsumennya adalah makhluk mikroskopik sampai makhluk besar seperti paus biru dimana biomassa paus biru melebihi produsennya. Puncak piramida biomassa memiliki biomassa terendah yang berarti jumlah individunya sedikit, dan umumnya individu karnivora pada puncak piramida bertubuh besar.
5. Piramida Jumlah
Yaitu suatu piramida yang menggambarkan jumlah individu pada setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem.
Piramida jumlah umumnya berbentuk menyempit ke atas. Organisme piramida jumlah mulai tingkat trofik terendah sampai puncak adalah sama seperti piramida yang lain yaitu produsen, konsumen primer dan konsumen sekunder, dan konsumen tertier. Artinya jumlah tumbuhan dalam taraf trofik pertama lebih banyak dari pada hewan (konsumen primer) di taraf trofik kedua, jumlah organisme kosumen sekunder lebih sedikit dari konsumen primer, serta jumlah organisme konsumen tertier lebih sedikit dari organisme konsumen sekunder.
Gambar 10. 7. Piramida Jumlah
D. Interaksi Antar Komponen
Interaksi antar komponen ekologi dapatmerupakan interaksi antar organisme, antar populasi, dan antar komunitas.
  1. Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.contoh : Plasmodium dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.
d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e. Mutualisme
Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
2. Interaksi Antar populasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antar populasi adalah sebagai berikut.
Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
3. Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut. Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
4. Interaksi Antar komponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.
C.  Keseimbangan  Ekosistem
Ekosistem terbentuk dari komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi  membentuk suatu kesatuan yang teratur.Keteraturan itu terjadi oleh adanya siklus materi dan aliran energi  yang terkendalikan oleh arus informasi antar komponen dalam ekosistem. Masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda- berbeda. Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama  dengan baik, keteraturan ekosistem itupun terjaga. Keteraturan itu menunjukkan bahwa ekosistem berada dalam keseimbangan tertentu.  Jumlah individu
.                                                                                               Waktu
Gambar 10. 8. Dinamika Populasi harimau  dengan rusa (mangsanya)
Diskusikan dengan teman sebangkumu, apa makna grafik tersebut ? Jika grafik tersebut adalah gambaran suatu ekosistem yang seimbang, dapatkah kamu mengidentifikasi, bagaimana karakteristik suatu ekosistem yang seimbang   ?

Dalam suatu ekosistem  terdapat suatu keseimbangan yang dinamakan  homeostasis, yaitu kemampuan  ekosistem untuk menahan berbagai  perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Dengan kemampuan seperti ini ekosistem mampu mendukung  manusia dan makhluk hidup yang lainnya untuk hidup secara normal dan wajar. Kemampuan   seperti ini  akan memberikan  dukungan secara maksimum terhadap populasi dalam habitat tertentu, tanpa berdampak mengganggu  produktivitas  habitat tersebut. Kemampuan lingkungan untuk mendukung  manusia dan perikehidupan yang lainnya, bukanlah terfokus pada maksimum populasi, tetapi maksimum “beban” lingkungan  yang dapat terjaga.  .
Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan  yang besar terhadap suatu perubahan, namun biasanya batas mekanisme homeostasis, dengan mudah dapat diterobos  oleh kegiatan manusia. Misalnya sebuah sungai yang dikotori oleh  pembuangan sampah yang terlalu banyak, sungai itu dapat dijernihkan kembali airnya secara alami, sehingga secara keseluruhan  sungai itu  dianggap tidak tercemar. Tetapi apabila sampah yang masuk terlalu banyak, apalagi mengandung bahan beracun berbahaya, maka batas homeostasis alami  sungai itu terlampaui dan bahkan menyebabkan kerusakan ekosistem. Kemampuan suatu ekosistem untuk pulih  kembali seperti semula (kondisi seimbang), setelah mengalami kerusakan sering dinamakan Daya lenting / (resiliensi). Sebutkan salah satu contoh  gejala  kerusakan ekosistem  di sekitar tempat  tinggalmu ! Kenalilah penyebab terjadinya gejala itu !  Apakah upaya yang dapat kamu lakukan untuk mengatasinya ? Diskusikan dengan teman sebangkumu!
1. Suksesi Ekologi
Tidak satupun yang bersifat tetap di dunia ini, semuanya  berubah seiring dengan perjalanan waktu.  Bagian-bagian kecil suatu komunitas di alam juga berubah, begitu pula komunitas secara keseluruhan. Perubahan yang terjadi dalam komunitas  dipengaruhi oleh kejadian-kejadian  yang terdapat dalam komunitas  tadi. Jadi komunitas apa yang akan terbentuk di kemudian hari dipengaruhi oleh apa  yang terjadi sekarang dengan komunitas ini.  Pernahkah kamu memperhatikan perubahan   komunitas gulma pada  Ekosistem sawah pada fase vegetatif tanaman padi  ?   Perubahan-perubahan  yang terjadi  dalam komunitas dapat dengan mudah  diamati, dan seringkali perubahan itu berupa pergantian satu komunitas  oleh komunitas lain. Bila diamati dalam kurun waktu tertentu  akan terlihat bahwa  komunitas yang terbentuk   pada akhir kurun waktu tertentu   sangat berbeda,   baik dalam komposisi jenis maupun strukturnya dengan komunitas  yang terbentuk pada awal pengamatan. Hanya sedikit sekali komunitas yang dapat bertahan tanpa perubahan untuk jangka waktu yang lama. Semua komunitas memperlihatkan suatu pola perubahan.  Proses perubahan  dalam komunitas  yang berlangsung menuju ke satu  arah secara teratur  dinamakan suksesi ekologi
Suksesi terjadi sebagai akibat  dari modifikasi  lingkungan fisik  dalam komunitas atau ekosistem.  Proses suksesi berakhir dengan  sebuah komunitas klimaks. Sekurang-kurangnya ada enam gradasi perubahan dalam peristiwa suksesi.  Pertama nudasi yang ditandai adanya pembentuk substrat baru.  Diikuti migrasi berupa kehadiran alat-alat pembiakan, yang ditandai  oleh invasi ( serbuan suatu organisme dari luar wilayah). Dilanjutkan dengan exceses yang ditandai oleh perkecambahan, pertumbuhan dan reproduksi. Kolonisasi (tumbuh dan berkembangnya sekelompok organisme)  merupakan sebagian proses yang terjadi pada tahap eksesis . Peristiwa  selanjutnya  adalah terjadinya kompetisi  yang akan mengakibatkan  pergantian populasi. Dengan adanya  pergantian populasi  maka akan terjadi reaksi  yang diikuti perubahan habitat dari spesies yang ada, dan akhirnya  terbentuk komunitas klimaks sebagai final stabilisasi.
Ahli ekologi umumnya membedakan suksesi menjadi  suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaan suksesi ini terletak  pada kondisi habitat pada awal proses suksesi terjadi. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan  ini mengakibatkan hilangnya  komunitas asal tersebut secara total sehingga  di tempat komunitas asal tersebut  terbentuk habitat baru atau substrat baru. Pada habitat baru ini  tidak ada lagi  organisme yang membentuk  komunitas asal yang tertinggal.  Gangguan seperti ini dapat terjadi  secara alami ( misalnya tanah longsor,  letusan gunung berapi,  endapan Lumpur baru di muara sungai  dan endapan pasir di pantai) atau di buat oleh manusia ( penambangan timah dan batu bara,  tepi jalan yang dipapas bersih, dan sebagainya). Berikut diagram  suksesi khas di darat
2. Ekosistem Suksesi
Merupakan ekosistem yang berkembang setelah terjadin perusakan terhadap ekosistem alami.  Ada dua macam ekosistem suksesi, yaitu ekosistem suksesi primer dan ekosistem suksesi sekunder.
a..Ekosistem suksesi primer
terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan Lumpur yang baru di muara sungai, dan endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah terbentuknya suksesi di Gunung Krakatau yang pernah meletus pada tahun 1883. Di daerah bekas letusan gunung Krakatau mula-mula muncul pioner berupa lumut kerak (liken) serta tumbuhan lumut yang tahan terhadap penyinaran matahari dan kekeringan. Tumbuhan perintis itu mulai mengadakan pelapukan pada daerah permukaan lahan, sehingga terbentuk tanah sederhana.
Gambar 10. 7. Suksesi primer pada Pulau Anak Krakatau
Bila tumbuhan perintis mati maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang terbentuk karena aktivitas penguraian bercampur dengan hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur. Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan tanaman pioner dengan menaunginya. Kondisi demikian tidak menjadikan pioner subur tapi sebaliknya.
b. Ekosistem suksesi sekunder
berkembang setelah ekosistem alami rusak tetapi terbentuk habitat baru.  Contoh, misalnya penebangan pohon di hutan sampai habis.Ekosistem suksesi sekunder dapat pula berkembang dari ekosistem buatan yang ditinggalkan secara alami.  Contohnya sawah atau ladang tegalan-tegalan, padang alang-alang, belukar bekas ladang, dan kebun karet yang ditinggalkan tak terurus.
Gambar 10. 8.  Suksesi sekunder karena penebangan hutan
Gambar 10. 9. Diagram suksesi primer ekosistem darat
Bila suatu komunitas  atau ekosistem alami terganggu, baik secara alami atau buatan  ( misal oleh perbuatan manusia), dan gangguan tersebut  tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada, maka pada substrat tersebut akan terjadi suksesi sekunder. Banjir, kebakaran secara alami, angin kencang dan gelombang laut (tsunami)  merupakan gangguan alami, sedangkan penebangan hutan secara selektif (misalnya sistem tebang pilih), dan  pembakaran padang rumput  secara sengaja merupakan gangguan buatan.
Contoh klasik suksesi primer adalah pembentukan dan perkembangan komunitas  di kepulauan krakatau setelah gunung krakatau meletus  tahun 1883. Selama seratus tahun sejak letusan tersebut,  perubahan komunitas  banyak ditelaah oleh para ahli ekologi. Perubahan vegetasi yang terjadi dapat disarikan  pada gambar di bawah ini.
Sampai saat ini belum banyak diketahui  penelitian  tentang suksesi sekunder yang terperinci  dan dimonitor dalam jangka panjang pada tempat yang sama  seperti pada suksesi primer di Krakatau.  Meskipun demikian dari data yang berasal dari  berbagai tempat dan diambil pada waktu  yang berbeda mengenai proses suksesi setelah hutan alam tanah  rendah  di daerah iklim basah setelah ditebang habis  dapat digambarkan sebagai berikut
Proses dan faktor yang berperan pada suksesi sekunder sama dengan  yang berlaku pada suksesi primer.  Diantara factor yang  mempengaruhi macam komunitas yang terbentuk dan kecepatan suksesi adalah luasnya komunitas asal yang rusak, jenis-jenis tumbuhan yang terdapat  di sekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar biji dan benih,  iklim (terutama arah dan kecepatan angina serta curah hujan), macam substrat baru yang terbentuk, dan  sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar  tempat terjadinya suksesi.
Berdasarkan pengaruh musim terhadap pembentukan komunitas klimaks, ada dua hipotesis yang banyak diajukan oleh para ahli ekologi. Hipotesis pertama adalah Hipotesis Monoklimaks yang menyatakan bahwa pada daerah bermusim tetentu  hanya terdapat satu komunitas klimaks. Hipotesis kedua  mengatakan bahwa  klimaks dipengaruhi oleh berbagai factor abiotik seperti keadaan tanah, drainase,  dan topografi dengan salah satu  factor  yang bersifat dominan. Hipotesis ini dikenal dengan nama Hipotesis Poliklimaks.
Berdasarkan tingkat klimaks yang dicapai karena lingkungan tempat suksesi  itu terjadi, maka dikenal  beberapa tipe klimaks, yaitu  hidrosere (Klimaks  pada lingkungan air), halosera ( klimaks pada lingkungan payau), dan xerosere ( klimaks pada lingkungan kering).
D.    Biogeokimia
Biogeokimia adalah pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup.
Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik) sehingga disebut Daur Biogeokimia.
  1. Fungsi
    Fungsi Daur Biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.
  2. Macam-macam Daur Biogeokimia
  3. Daur Nitrogen
Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea, protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia, nitrit, dan nitrat.
1).  Tahap pertama
Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu ganggang hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen.
2).  Tahap kedua
Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen (tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi nitrat oleh Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang disebut denitrifikasi.
Gambar 10.10.  Daur Nitrogen
b. Daur Fosfor
Unsur fosfor merupakan unsur yang penting bagi kehidupan, tetapi persediaannya sangat terbatas. Dengan kemampuannya untuk membentuk ikatan kimia berenergi tinggi, fosfor sangat penting dalam transformasi energi pada semua organisme. Sumber fosfor terbesar dari batuan dan endapan-endapan yang berasal dari sisa makhluk hidup. Sumber ini lambat laun akan mengalami pelapukan dan erosis, bersamaan dengan itu fosfor akan dilepaskan ke dalam ekosistem. Tetapi sebagian besar senyawa fosfor akan hilang ke perairan dan diendapkan. Fosfor dalam tubuh merupakan unsur penyusun tulang, gigi, DNA atau RNA, dan protein. Daur fosfor dimulai dari adanya fosfat anorganik yang berada di tanah yang diserap oleh tumbuhan. Hewan yang memakan tumbuhan akan memperoleh fosfor dari tumbuhan yang dimakannya. Tumbuhan atau hewan yang mati ataupun sisa ekskresi hewan (urine dan feses) yang berada di tanah, oleh bakteri pengurai akan menguraikan fosfat organik menjadi fosfat anorganik yang akan dilepaskan ke ekosistem.
Gambar 10.11.  Daur Fosfor
c.Daur Karbon dan Oksigen
1). Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik. Dalam skala global kembalinya CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan pengeluarannya melalui fotosintesis.
Gambar 10.12. Daur Karbon dan Oksigen
2).  Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan lebih banyak lagi CO2 ke atmosfir. Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer meningkat. CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan bentuk bahan anorganik lainnya.
c. Daur Belerang (Sulfur)
Belerang dalam tubuh organisme merupakan unsur penyusun protein. Di alam, sulfur (belerang) terkandung dalam tanah dalam bentuk mineral tanah dan di udara dalam bentuk SO atau gas sulfur dioksida. Ketika gas sulfur dioksida yang berada di udara bersenyawa dengan oksigen dan air, akan membentuk asam sulfat yang ketika jatuh ke tanah akan menjadi bentuk ion-ion sulfat (SO4 2- ). Kemudian ion-ion sulfat tadi akan diserap oleh tumbuhan untuk menyusun protein dalam tubuhnya. Ketika manusia atau hewan memakan tumbuhan, maka akan terjadi perpindahan unsur belerang dari tumbuhan ke tubuh hewan atau manusia. Ketika hewan atau tumbuhan mati, jasadnya akan diuraikan oleh bakteri dan jamur pengurai dan menghasilkan bau busuk, yaitu gas hidrogen sulfida (H2S) yang akan dilepas ke udara dan sebagian tetap ada di dalam tanah. Gas hidrogen sulfida yang ada di udara akan bersenyawa dengan oksigen membentuk sulfur oksida, dan yang di tanah oleh bakteri tanah akan diubah menjadi ion sulfat dan senyawa sulfur oksida yang nanti akan diserap kembali oleh tumbuhan.
Gambar 10.13. Daur Belerang (Sulfur)
d. Daur Hidrologi (Air)
Sinar matahari akan menguapkan air yang ada di laut, sungai, dan danau. Demikian juga air dari tanah dan tumbuhan yang berada di darat. Air tersebut akan menjadi uap air dan naik ke angkasa menjadi awan. Hal itu disebut penguapan. Di angkasa, awan yang mengandung uap air mengalami pembekuan sehingga membentuk butiran-butiran air. Hal itu terjadi, karena semakin tinggi tempat di permukaan bumi, maka semakin rendah suhu udaranya. Mengingat butiran air lebih berat daripada udara, butiran air tersebut akan jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan. Air yang jatuh, sebagian akan diserap oleh tanah, sebagian menggenang di permukaan bumi berupa danau atau kolam. Sebagian lagi, mengalir ke sungai hingga laut.Setelah mencapai tanah siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
1).  Evaporasi (transpirasi)
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya, kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh, uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es, dan kabut.
2).  Infiltrasi (perkolasi)
Ke dalam tanah air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju permukaan air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler, atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3).  Air permukaan
Air bergerak di atas permukaan tanah, dekat dengan aliran utama dan danau, makin landai lahan maka makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Gambar 10.14. Daur Hidrologi (Air)
Habitat  dan Relung
Tempat hidup makhluk hidup dinamakan habitat, Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan hidup makhluk  yang menghuninya. Batas bawah persyaratan  hidup   disebut  nilai minimum sedangkan  batas atasnya dinamakan nilai  maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat nilai optimum.  Apabila sifat habitat berubah sampai diluar nilai minimum atau maksimum, makhluk hidup akan mati atau melakukan migrasi. Apabila perubahannya lambat, terjadi selama beberapa generasi, makhluk hidup umumnya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Melalui proses adaptasi memungkinkan terjadinya perubahan  sifat dari suatu makhluk. Di alam dapat juga ditemukan suatu makhluk yang memiliki habitat yang lebih dari satu.
Dalam habitatnya suatu makhluk memiliki cara tertentu untuk untuk dapat mempertahankan hidupnya.   Kedudukan funsional suatu organisme dalam komunitasnya  sering dinamakan Relung (Niche = Nisia).  Oleh karena itu relung adalah status  suatu  organisme   dalam suatu komunitas dan atau  ekosistem, sebagai akibat  adaptasi struktural, tanggap fisiologis serta perilaku spesifik organisme tertentu. Jadi relung suatu organisme  bukan hanya ditentukan oleh tempat hidup organisme, tetapi juga ditentukan oleh fungsi yang dikerjakannya.  Termasuk disini  adalah cara  suatu spesies memanfaatkan  sumber daya  yang ada untuk bertahan hidup, juga bagaimana keberadaan suatu species  mempengaruhi organisme di sekelilingnya. Berdasarkan pernyataan diatas, kiranya dapat dimengerti jika  habitat dapat disamakan dengan  alamat sedangkan Relung identik dengan  profesi.
Beberapa makhluk dapat hidup bersama dalam suatu habitat. Hidup bersama dalam suatu habitat, barangkali bukan menjadi suatu masalah jika memiliki relung yang berbeda. Namun, apabila beberapa  makhluk memiliki relung yang sama, menempati habitat yang sama dapat memunculkan interaksi yang antagonis. Makin tumpangtindih relung antara dua jenis makhluk hidup, semakin tinggi tingkat  persaingannya. Dalam keadaan yang demikian maka  masing-masing jenis akan memiliki  efisiensi cara hidup atau profesi  yang makin tinggi, sehingga relungnya akan makin menyempit. Ini berarti semakin rentan terhadap suatu gangguan.
Kajian  ekosistem merupakan kajian yang  luas. Ekosistem dikaji pada suatu rumpun ilmu yang bernama Ekologi. Berdasarkan bidang kajiannya,  ekologi dapat dibedakan menjadi  Autekologi, Sinekologi, Pembagian menurut habitat dan Pembagian menurut taksonomi. Autekologi  mempelajari suatu jenis organisme  yang berinteraksi dengan lingkungannya, biasanya ditekankan pada  aspek siklus hidup, adaptasi, sifat parasit  atau non parasit dan lain-lain. Contoh  seluk beluk ekologi penyu di habitat aslinya. Sinekologi mengkaji berbagai kelompok organisme  sebagai  suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu. Dalam hal ini antara lain melahirkan konsep ekologi jenis, ekologi populasi, ekologi komunitas dan ekologi ekosistem.  Pembagian menurut habitat antara lain melahirkan konsep Ekologi Bahari, Ekologi Perairan Tawar, Ekologi Darat,  Ekologi Estuaria.  Sedangkan pembagian menurut taksonomi  adalah pembagian  yang didasarkan atas sistematika  makhluk hidup. Oleh karena itu dikenal adanya  Ekologi tumbuhan,  Ekologi serangga, Ekologi  hewan tanah, Ekologi mikroba dan sebagainya.
Gambar 10.15.  Relung-relung

G. Ekosistem
1.   Komponen  Ekosistem
Berdasarkan fungsinya  suatu ekosistem  terdiri dari dua komponen yaitu (1) komponen autotrophik ( autos = sendiri, trophikhos = menyediakan makanan)  artinya organisme  yang mampu menyediakan  atau mensintesis makannya  sendiri berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari dan klorofil  (2) komponen heterotrophik ( hetero = berbeda, lain) artinya organisme  yang hanya mampu memanfaatkan bahan oraganik sebagai makannya  dan bahan tersebut disintesis dan disediakan oleh organisme lain Berdasarkan komponen penyusunnya, komponen ekosistem dapat dibedakan menjadi empat (4) komponen yaitu :
  1. Komponen autotrof
(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan).
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
  1. Komponen heterotrof
(Heteros = berbeda, trophikos = makanan).
Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
c. Bahan tak hidup (abiotik)
Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
d. Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Contoh pengurai ini adalah bakteri dan jamur. termasuk dalam kelompok tersebut adalah perombak dan detritifor. Perombak adalah Organisme yang mampu merombak  bahan organik kompleks, dan menyerap sebagian hasil perombakannya.  Organisme ini mampu menghasilkan enzim pencerna  bangkai atau bahan organik buangan lainnya.  Detritifor adalah organisme pemakan detritus (yaitu fragmen, hancuran,  remukan, bagian-bagian lembut dari bahan yang sudah terurai).
Kualitas dan kuantitas komponen dalam suatu ekosistem berbeda-beda. Jika susunan komponen biotik dan abiotiknya  berbeda maka interaksi yang terjadi antar komponen akan berubah, karena itulah  setiap ekosistem mempunyai penampilan yang tidak sama. Perbedaan ini akan terlihat pada ciri keseutuhan ekosistem, baik  menyangkut  proses pengambilan dan perpindahan energi, pendauran materi  maupun produktivitasnya. Kombinasi organisme dan unsur lingkungan  dalam sebuah ekosistem selalu menunjukkan penampilan yang khas. Kondisi inilah yang mungkin   melahirkan tipe ekosistem yang beraneka ragam.
2. Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. Para ahli ekologi umumnya  membagi tipe ekosistem di bumi menjadi tiga ekosistem utama  yaitu ekosistem darat (terrestrial ecosystem), ekosistem perairan (aquatic ecosystem) dan ekosistem buatan.
a. Ekosistem darat
Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut.
1.   Bioma gurun
Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput.
Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.
Gambar 10.16.  Bioma Gurun
2.   Bioma padang rumput
Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Dibagi menjadi 2 : Sabana dan Stepa
a. Bioma Stepa (Padang Rumput)
Bioma padang rumput membentang mulai dari daerah tropis sampai dengan daerah beriklim sedang, seperti Hongaria, Rusia Selatan, Asia Tengah, Amerika Selatan, Australia.
Ciri-ciri:
  1. Curah hujan antara 25 – 50 cm/tahun, di beberapa daerah padang rumput curah hajannya dapat mencapai 100 cm/tahun.
  2. Curah hujan yang relatif rendah turun secara tidak teratur.
  3. Turunnya hujan yang tidak teratur tersebut menyebabkan porositas dan drainase kurang baik sehingga tumbuh-tumbuhan sukar mengambil air.
Lingkungan biotik:
- Flora: tumbuhan yang mampu beradaptasi dengan daerah dengan porositas dan drainase kurang baik adalah rumput, meskipun ada pula tumbuhan lain yang hidup selain rumput, tetapi karena mereka merupakan vegetasi yang dominan maka disebut padang rumput. Nama padang rumput bermacam-macam seperti stepa di Rusia Selatan, puzta di Hongaria, prairi di Amerika Utara dan pampa di Argentina.
- Fauna: bison dan kuda liar (mustang) di Amerika, gajah dan jerapah di Afrika, domba dan kanguru diAustralia. Karnivora : singa, srigala, anjing liar, cheetah.
Gambar 10.17. Bioma Stepa

b. Bioma Sabana
Bioma sabana adalah padang rumput dengan diselingi oleh gerombolan pepohonan.
Gambar 10.18. Bioma Sabana
Berdasarkan jenis tumbuhan yang menyusunnya, sabana dibedakan menjadi dua, yaitu sabana murni dan sabana campuran.
- Sabana murni : bila pohon-pohon yang menyusunnya hanya terdiri atas satu jenis tumbuhan saja.
- Sabana campuran : bila pohon-pohon penyusunnya terdiri dari campuran berjenis-jenis pohon.
3. Bioma Hutan Tropis
Bioma hutan tropis merupakan bioma yang memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang paling tinggi. Meliputi daerah aliran sungai Amazone-Orinaco, Amerika Tengah, sebagian besar daerah Asia Tenggara dan Papua Nugini, dan lembah Kongo di Afrika.
Ciri-ciri:
-   Curah hajannya tinggi, merata sepanjang tahun, yaitu antara 200 – 225 cm/tahun.
-   Matahari bersinar sepanjang tahun.
-   Dari bulan satu ke bulan yang lain perubahan suhunya relatif kecil
-   Di bawah kanopi atau tudung pohon, gelap sepanjang hari, sehingga tidak ada perubahan suhu antara siang dan malam hari.
Flora: terdapat beratus-ratus spesies tumbuhan. pohon-pohon dapat mencapai ketinggian 20 – 40 m, dengan cabang-cabang berdaun lebat sehingga membentuk suatu tudung atau kanopi.tumbuhan khas yang dijumpai adalah liana dan epifit. Liana adalah tumbuhan yang menjalar di permukaan hutan, contoh: rotan.
Epifit adalah tumbuhan yang menempel pada batang-batang pohon, dan tidak merugikan pohon tersebut, contoh: Anggrek, paku Sarang Burung.
Fauna: di daerah tudung yang cukup sinar matahari, pada siang hari
hidup hewan-hewan yang bersifat diurnal yaitu hewan yang aktif pada siang hari, di daerah bawah kanopi dan daerah dasar hidup hewan- hewan yang bersifat nokfurnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari, misalnya: burung hantu, babi hutan,kucing hutan, macan tutul.
Gambar 10.19. Bioma Hutan Tropis
4. Bioma hutan gugur
Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang,
Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
Gambar 10.20. Bioma Hutan Gugur
5.   Bioma taiga
Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dap sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur.
\
Gambar 10.21. Bioma Taiga
6.   Bioma tundra
Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin.
Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk dan lalat hitam.
Gambar 10.22. Bioma Tundra
b. Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.
Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.
Adaptasi tumbuhan
Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
Adaptasi hewan
Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan.
Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup.
  1. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.
  2. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
    a). Plankton;
terdiri alas fitoplankton dan zooplankton;  biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.
b). Nekton;
hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.
c). Neuston;
organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau  bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.

d). Perifiton;
merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
e). Bentos;
hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada  endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas,  misalnya cacing dan remis.
Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai.
  1. Danau
    Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi.
Gambar 10.23. Berbagai Organisme Air Tawar  berdasarkan Cara Hidupnya
Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.
Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut.
a)Daerahlitoral
Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air.
Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.
b). Daerah limnetik
Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih  dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai  fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang  berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama  musim panas dan musim semi.  Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan- ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian  ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.
c). Daerah profundal
Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah  limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba.
d). Daerah bentik
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.
Gambar 10.24. Empat Daerah Utama Pada Danau Air Tawar
Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organik-nya, yaitu sebagai berikut :
a. Danau Oligotropik
danau yang dalam dan  kekurangan makanan, karena fitoplankton di daerah limnetik tidak  produktif.
Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
b. Danau Eutropik
danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena fitoplankton sangat produktif.
Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan  oksigen terdapat di daerah profundal.
Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut.
Pengkayaan danau seperti ini disebut “eutrofikasi”. Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.
Gambar 10.25. Danau yang mengalami Eutrofikasi
c. Ekosistem Air Laut ( Ekosistem Bahari )
Merupakan bagian terluas (kira-kira 70 %)  di muka bumi. Beberapa karakteristik Ekosistem bahari antara lain,  Salinitasnya  tinggi terutama di daerah tropika, semakin jauh dari khatulistiwa salinitas berkurang. Salinitas di permukaan laut dan pada kedalaman yang berbeda bervariasi.  Memiliki  kadar mineralnya tinggi, dengan  ion clorida merupakan ion yang terbanyak. Pengaruh faktor iklim dan cuaca kurang begitu nampak dengan  suhu permukan air laut di daerah tropic berkisar antara 25 oc – 30 oc, makin ke arah kutub  suhu menurun sampai 0 oc. Adanya aliran air laut dipengaruhi oleh adanya angin dan perputaran bumi.
Organisme  yang ada di dalamnya antara lain berbagai jenis tumbuhan,  ikan laut, dan berbagai organisme pengurai.   Karena tekanan osmosis di luar sel lebih kecil daripada tekanan osmosis di dalam sel,  ikan laut menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara terus menerus minum melalui mulutnya, dan sedikit mengeluarkan urine. Pengeluaran  air dilakukan secara osmosis, sedangkan garamnya diekskresikan melalui insang. Jika  aikan air laut memimiliki cara adaptasi yang demikian,  bagaimana cara adaptasi ikan air tawar ?
Berdasarkan jumlah cahaya yang dapat diterima, ekosistem bahari dapat dibedakan  menjadi dua yaitu daerah fotik dan afotik. Daerah fotik adalah daerah  yang cukup mendapat cahaya matahari, sedangkan daerah afotik adalah daerah yang kurang atau tidak mendapatkan cahaya matahari. Adakah perbedaan karakteristik  organisme  yang hidup di daerah fotik dan afotik ?   Diskusikan dengan teman sebangkumu !
Berdasarkan sifat-sifat cara hidupnya, organisme  perairan umumnya dapat dikelompokkan antara lain  menjadi :
  1. Plankton,  organisme  yang umumnya sangat kecil, hidup melayang-layang di dalam air, Gerakan organisme ini sangat dipengaruhi oleh arus air. Dibedakan menjadi fitoplankton(tumbuhan) dan zooplankton (hewan)
  2. Nekton, organisme yang dapat bergerak bebas
  3. Neuston, organisme kecil yang bersandar atau berenang di permukaan air
  4. Perifiton, organisme yang menempel atau merayap pada organisme atau benda yang lain yang menyembul ke permukaan air
  5. Bentos, organisme  yang hidup merayap atau melekat di dasar perairan
Kelompok ekosistem bahari dapat dibedakan menjadi ekosistem laut dalam, ekosistem pantai pasir dangkal (litoral) dan Ekosistem pasang surut.
1. Ekosistem laut dalam
Bagian  lautan terdalam mempunyai suatu lingkungan  yang khas  dan diperlukan adaptasi yang luar biasa  untuk memungkinkan kehidupan disini. Keadaan di kedalaman ini dingin, gelap dan sunyi. Disini tidak terdapat produsen. Makanan untuk organisme hidup berasal dari bahan organi yang mengendap  dari bagian atas, sehingga  jumlahnya relative sedikit sekli. Adaptasi yang memungkinkan kehidupan di bawah tekanan di kedalaman mengakibatkan  jika terjadi perpindahan  ke lapisan atas maka organisme ini tidak dapat hidup.  Keanekaragaman dan jumlah  organisme  biasanya kurang dengan bertambah dalamnya lautan. Dalam kegelapan abadi   sebagian besar hewan berwarna hitam atau merah tua dan mempunyai mata yang sangat peka.

Gambar 10.26. Organisme penghuni ekosistem laut dalam
Di kedalaman lautan  kebanyakan hewan dapat membuat cahaya  dalam tubuhnya atau serung dinamakan Bioluminisens( yunani:  bios  + lumon =  cahaya). Apakah manfaat bioluminisense bagi organisme  ?  Selain sebagai identitas organisme, kemampuan ini juga  menjadikan  organisme laut dalam dapat memikat mangsanya dan  membantu organisme  dalam menghindarkan diri dari tanda bahaya. Beberapa contoh organisme penghuni  ekosistem laut dalam dapat dilihat  pada gambar  10.26
2. Ekosistem Pantai Pasir Dangkal
Ekosistem ini umumnya terdapat di pantai daerah pesisir yang terbuka dan jauh dari pengaruh sungai besar, tetapi ada juga yang terletak di antara dua dinding batu terjal.  Komunitas di habitat ini biasanya didominasi oleh beberapa jenis rumput laut dan beberapa macam alga seperti Enhalus acoroides, Halodule tridentata (rumput laut), Sargassum, dan Gracillaria (alga laut).
Ekosistem pantai pasir dangkal terdiri dari ekosistem terumbu karang, ekosistem pantai batu dan  ekosistem pantai lumpur
Gambar 10.27. Pantai Pasir
( Wildan Yatin, 1986 : 12 )
a). Ekosistem terumbu karang (coral reef)
Ekosistem  ini merupakan hasil kegiatan dan interaksi antara berbagai jenis organisme, di antaranya Colenterata, cacing laut, siput laut, kerang, dan alga berkapur (Halimeda). Polip karang merupakan organisme kecil pembentuk cangkang kapur.  Cangkang ini terus bertumpuk menjadi bentuk yang padat dan massif yang disebut terumbu karang. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang produktif di bumi, dengan produktivitas fotosintesis  yang besarnya 3000 kali lipat dari produktivits perairan di sekelilingnya. Kekayaan terumbu karang bertumpu pada hubungan yang khusus  antara karang dan batuan. Dalam setiap polip terdapat puluhan ribu tumbuhan bersel satu yang disebut zooxanthellae, yang menyediakan tambahan energi bagi karang melalui proses fotosintsis. Tumbuhan ini juga mendaur ulang zat-zat makanan. Karang menangkap zooplankton  dan mangsa lainnya, kotoran yang dikeluarkan karang digunakan oleh zooxanthellae. Terumbu karang terdapat di perairan yang jernih yang merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi.
Ekosistem jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Jawa, Bali, pulau-pulau sebelah barat Sumatra, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Gambar 10.28. Terumbu Karang di Pulau Timor
( Sugiyanto, 1986 : 12 )
b). Ekosistem Pantai Batu
Ekosistem jenis ini merupakan batuan cadas yang berasal dari proses konglomerasi (berkumpul dan menyatu) batu-batu kecil dengan tanah liat dan kapur atau terbentuk dari bongkah-bongkahan batu granit yang besar-besar.  Ekosistem semacam ini terdapat di daerah pesisir yang berbukit dan berdinding batu di pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, Nusa Tenggara, Bali dan sekitar Maluku.  Di dalam ekosistem ini banyak terdapat alga Echeuma spinosum, Gelidium,dan juga Sargassum.
Gambar 10.29. Pantai Batu Suwanggi, Wakasihu

c). Ekosistem Pantai Lumpur
Terdapat di sekitar muara sungai.  Pantai semacam ini banyak dijumpai di Jaawa, Sumatra, Kalimantan, dan IrianJaya.  Di dalam ekosistem ini berkembang komunitas pionir Avicenia (api-api), Sonneratia (bakau), dan rumput laut Enhalus acorides.
Hewannya yang paling banyak ialah ikan gelodok.
Tipe ekosistem muara sungai disebut juga ekosistem estuarlina.
Gambar 10.30. Pantai Lumpur / Hutan Mangrove di Teluk Jakarta
( Sugiyanto, 1986 : 122 )
3.  Ekosistem  Pasang Surut (  Ekosistem pantai )
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut, dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.
Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.
  1. Formasi pes caprae karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
  2.  Formasi baringtonia didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina.
Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera.
Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
F.   Tipe-Tipe Ekosistem yang ada di Indonesia
Di pulau jawa  sangat mudah menemukan pohon kelapa, mangga, kambing,  sapi, dan kerbau, tetapi pohon korma, kangguru dan zebra, sulit ditemukannya.  Burung cendrawasih banyak ditemukan di Pulau Papua, tidak ditemukan di jawa.               Pohon bakau tidak akan tumbuh di pegunungan, hanya tumbuh di pantai berlumpur. Ikan gurami hanya di air tawar, tidak akan hidup di laut. Mengapa hal itu dapat terjadi ? Apakah  yang menentukan keberadaan suatu organisme  dalam daerah tertentu ?
Organisme memiliki karakteristik dalam sifat dan kemampuan adaptasi berbeda dalam memberikan respon terhadap perubahan lingkungan. Ada yang dapat hidup di tempat yang lembab dan lainnya hanya dapat hidup pada lingkungan kering. Beberapa organisme  dapat bertahan karena sinar matahari, sementara itu organisme lainnya memerlukan tempat yang teduh atau bahkan gelap. Faktor-faktor lingkungan  yang bekerja melalui toleransi( latin: tolerare = menahan diri, memikul keadaan), memilih macam-macam organisme  yang dapat hidup dalam suatu tempat tertentu. Kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri inilah yang melahirkan tipe-tipe ekosistem  yang berbeda.
Apapun tipe ekosistemnya, pada dasarnya memiliki  struktur yang sama  yaitu adanya  interaksi antara sumber energi, produsen, konsumen  dan pengurai. Letak perbedaanya hanyalah  jenis organisme yang menempatkan diri pada komponen fungsionalnya. Coba kamu bandingkan jenis organisme yang berperan sebagai   konsumen primer pada ekosistem kolam dan ekosistem sawah ?  Untuk mengenali tipe-tipe ekosistem pada umumnya kita menggunakan ciri-ciri komunitas yang menonjol.  Khusus untuk ekosistem daratan yang kita gunakan adalah komunitas vegetasinya, karena wujud vegetasi merupakan penampakan luarinteraksi antara tumbuhan, hewan dan lingkungannya.
1.   Ekosistem Darat Alami
Berdasarkan komunitas vegetasi yang mendominasi, di Indonesia terdapat tiga bentuk ekosistem darat alami, yaitu  vegetasi pamah, vegetasi pegunundan dan vegetasi monsun
a.     Vegetasi Pamah
Ekosistem jenis ini merupakan bagian terbesar dari hutan di Indonesia, yaitu di Sumatra, Kalimantan, dan Irian.  Terletak pada ketinggian antara 0 – 1.000 di atas permukaan laut (dpl).
Ditinjau dari segi vegetasinya dapat dibagi lagi menjadi vegetasi hutan rawan dan vegetasi darat, contohnya hutan bakau, hutan sagu dan hutan rawa gambut.  Beberapa contoh vegetasi pamah di antaranya ialah:
1). Hutan bakau
Di Indonesia luasnya kurang lebih sekitar 4.250.000 hektar dan tersebar di seluruh kepulauan.  Jumlah jenis ntumbuhan dalam hutan bakau tercatat sekitar 95 jenis.  Tampaknya hutan bakau seragam tetapi di tempat yang banyak karangnya tumbuhan ini kurang subur dan ukurannya lebih pendek dan kecil.  Tumbuhan bakau yang subur dengan ukuran besar terdapat di muara sungai.
Fauna hutan bakau umumnya dari jenis moluska, kepiting, dan ular air.
2). Hutan rawa air tawar
Ekosistem jenis ini terdapat di belakang hutan bakau.  Populasinya padat dengan kanopi yang lebat dan pada kondisi yang baik pohon-pohon dapat mencapai ketinggian sekitrar 30 meter dan merata.
3). Vegetasi terna rawa
Ekosistem jenis ini umumnya didominasi oleh jenis rumput-rumputan.  Banyak dijumpai di Sumatra, Kalimantan, dan Irian Jaya.
4). Vegetasi pantai pasir karang
Dapat dibedakan atas begetasi yang berbentuk terna (formasi pescaprae) dan vegetasi yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia).  Kedua macam vegetasi ini banyak terdapat di tepi pantai yang berpasir atau berkarang tetapi tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat.
5). Hutan rawa gambut
Vegetasi di daerah ini tinggi-tinggi tetapi kurus dan tidak lebart karena tanahnya mengandung timbunan gambut yang bersifat asam dengan kandungan zat hara sangat rendah.  Dari tepi sampai ke bagian tengah hutan gambut dapat dibedakan tiga tipe, yaitu hutan rawa gambut campuran, hutan rawa gambut campuran transisi, dan padang yang terentang.  Ketiga tipe hutan ini selalu lengkap pada setoap lokasi hutan rawa gambut dan banyak terdapat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
6). Hutan sagu
Ada dua tipe hutan sagu, yaitu hutan sagu murni dan hutan sagu campuran dengan pohon atau vegetasi lain di mana populasinhya rapat dan berkembang di daerah di mana aliran air tawarnya teratur.  Banyak terdapat di Irian Jaya dan Maluku.
7). Hutan tepi sungai
Ekosistem semacam ini terdapat di sepanjang aliran tepi sungai besar dan terdiri atas tumbuhan rawa musiman yang berbeda.
Merupakan habitat transisi dengan hutan rawa air tawar.  Floranya sebagian besar terdiri atas tumbuhan berkayu yang hidup di celah-celah batu dengan perakarann yang kuat, daunnya sempit dan bijinya dapat disebarkan oleh air atau ikan.
8). Komunitas danau
Vegetasi yang ada di perairan danau umumnya adalah fitoplankton.  Jenis rumput-rumputan dan tumbuhan lain yang terapung dapat mendominasi vegetasi di tepian danau.
b.     Vegetasi Pegunungan
Ekosistem jenis ini sangat beraneka ragam sehingga dapat diklasifikasikan menjadi hutan pegunungan, padang rumput, vegetasi terbuka pada lereng berbatu, vegetasi rawa gambut, danau dan vegetasi alpin.
1.     Hutan Pegunungan
Dapat dibedakan menjadi :
a).  Hutan pegunungan atas dengan ketinggian antara 1.500 – 3.300 m.  Hutannya lebat dengan pohon yang tinggi-tinggi rata-rata sekitar 25 m.  jenisnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang ada di hutan pegunungan bawah.
b).  Hutan pegunungan bawah dengan ketinggian antara 1000 – 2.500 m.  Umumnya pohon-pohonnya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan pohon yang ada di hutan pegunungan atas, diameter batangnya pun relatif lebih kecil.
2.     Padang rumput
Dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu :
  1. Padang rumput-semak tepi hutan, terdapat di Irian Jaya pada lereng batu kapur dengan tanah yang dangkal di Dataran Tinggi Kemabu.  Daerah ini ketinggiannya antara 3.300 – 3.800 m.
  2. Padang rumput merumpun Corporosma brassi – Deschampsinklosii.  Pada rumput jenis ini terdapat di lereng yang basah pada ketinggian 3.300 – 4.100 m di seluruh daerah pegunungan Irian Jaya.  Hampir seluruh komunitasnya berupa hamparan rumput Danthonia klossii yang tingginya rata-rata 1 meter.  Di antaranya kadang-kadang terdapat tumbuhan perdua jenis Corprosma brassii yang tumbuhnya kerdil.
3.     Vegetasi terbuka pada lereng berbatu
Terdapat di bukit-bukit batu kapur yang terjal dan tempat yang sebagian terlindung dari hujan dan tanahnya lembab.
Vegetasinya terdiri atas jenis rumput, paku-pakuan dan terna tertenu.
4.       Vegetasi rawa gambut
Biasanya berbentuk vegetasi perdu rawa gambut dan banyak terdapat di daerah Irian Jaya yang berada pada ketinggian 3.300 – 4.000 m.  di nJawa vegetasi ini terdapat pada ketinggian antara 2.000 – 3.500 m.  Komunitasnya berupa padang rumput penutup gambut.
5.       Vegetasi Danau
Danau banyak terdapat di pegunungan tinggi dan umumnya danau di daerah ini dangkal serta banyak mengandung nutrisi.  Perairannya terbuka sehingga hampir tertutup oleh tumbuhan.  Contohnya adalah danau di gunung Dieng.
6.     Vegetasi Alpin
Contoh vegetasi ini adalah tundra alpin kering dan tundra alpin basah.  Tundra alping kering komunitasnya didominasi oleh Tetramolopium klossii yang terdapat pada ketinggian antara 4.230 – 4.600 m.  sedangkan komunitas pada tundra alpin basah umumnya didominasi oleh hamparan lumut yang terdapat di ketinggian 4.250 m.
c.     Vegetasi Monsun
Terdapat pada daerah beriklim kering musiman, dengan kelembaban lebih \ tinggi dari 33,3%.  Evapotranpirasi kurang dari 1.500 mm per tahun.  Vegetasi terdiri dari tumbuhan bercabang rendah dengan batang yang jarang-jarang dan lurus.Umumnya vegetasinya tumbuh lebat di musim penghujan dan menggugurkan daun di musim kemarau.  Jenisnya sangat sedikit.  Yang termasuk ekosistem ini meliputi savana dan padang rumput.  Banyak terdapat di Jawa Timur, NTT, Sulsel, Sulteng dan Irian Jaya.
2.     Ekosistem Buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang sengaja diadakan dengan maksud menyenangkan pembuatannya.  Hal ini banyak terjadi akibat perkembangan teknologi.  Beberapa contoh diantaranya ialah :
a.     Ekosistem Danau
Umumnya air danau merupakan air tawar.  Sebagai salah satu ekosistem air tawar yang dibuat oleh manusia, umumnya  memiliki karakteristik antara lain. salinitasnya rendah bahkan lebih rendah  dari organisme yang hidup didalamnya, dipengaruhi oleh iklim dan cuaca
Hewan yang ada antara lain berbagai jenis ikan air tawar. Ikan air tawar memiliki cara adaptasi antara lain dengan cara.  Pengambilan air secara terus menerus, melalui insang dengan cara osmosis. Garam-garam diabsorbsi melalui insang. Mengeluarkan banyak urin. Tekanan osmosis diluar sel lebih tingg dibandingkan tekanan osmosis di dalam sel.  Tumbuhan yang hidup antara lain, enceng gondok, teratai, dan bermacam-macam alga. Akibat dibentuknya bendungan-bendungan menyebabkan timbulnya ekosistem baru.  Komunitas baru yang terbentuk di sini umumnya dalam fase suksesi yang berbeda.  Selain itu, pada ekosistem danau bendungan ini diintroduksikan hewan, yaitu beberapa jenis ikan pula macam-macam vegetasi lain yang cocok dengan ekosistem baru, yaitu ekosistem kolam.
b.     Ekosistem Hutan Tanaman
Ekosistem yang dimaksud di sini adalah penanaman pohon budi daya seperti jati, pinus dan akasia.
c.     Agroekosistem
adalah suatu ekosistem yang sengaja dibuat untuk keperluan pertanian tanaman budi daya.
Macam-macam agroekosistem, diataranya adalah :
1). Sawah Tadah Hujan
Yang dimaksud dengan sawah tadah hujan adalah sawah yang dibuat tanpa ada irigasi tehnis dan menggantungkan air dari air hujan
2). Sawah surjan
Sawah yang dikembangkan  di daerah-daerah yang sering  banjir. Sawah ini berwujud selang-seling antara galengan-galengan  yang lebar  dengan parit-parit yang lebar ditanami palawija.
3). Sawah pasang surut
Sawah  yang mendapat pengairan dari air sungai  yang terbendung secara alami karena laut pasang harian.  Umumnya terletak di sekitar sungai-sungai besar dekat muara yang bergambut di Kalimantan dan Sumatera
4). Sawah  rawa
Sawah rawa terdapat  di adataran rendah  yang terus menerus tergenang  air karena drainase  tidak jalan sedang sumber air hujan cukup banyak.
5). Sawah Irigasi
Sawah jenis ini memiliki sistem irigasi, sistem pengairan yang menggunakan teknologi maju dalam hal pengaturan air, sehingga pada musim kemarau air tetap tersedia.
6). Perkebunan
Perkebunan banyak dibuat oleh manusia, baik secara kecil-kecilan di sekitar rumah atau besar-besaran yang diusahakan oleh pemerintah.  Contohnya adalah perkebunan teh, karet, kelapa sawit, dan sebagainya.
Disamping beberapa ekosistem di atas, di Indonesia juga terdapat pekarangan, Kolam, Kebun, dan Ladang berpindah  yang merupakan contoh keragaman agroekosistem  yang tak ternilai harganya.


B. KLIMATOLOGIS HUTAN RAWA GAMBUT



TANAH MINERAL
TANAH ORGANIK
SUNGAI
SUNGAI

Gambar 1. Gambaran umum penampang lahan gambut tropika
(Ilustrasi: Triana)

Gambar 2. Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah
(Foto: Yus Rusila Noor)

A.    Karakteristik Lahan Gambut
Bahan induk pembentuk tanah adalah bahan organik hasil akumulasi bagian – bagian tanaman hutan hujan tropika. Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias. Tanah gambut umumnya terbentuk karena kondisi jenuh air atau karena temperatur yang rendah, sehingga proses dekomposisi berlangsung nisbi lambat dibanding proses akumulasi. Tanah ganbut terbentuk dari endapan bahan organik sedenter (pengendapan setempat) yang berasal dari sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa dengan ketebalan bervariasi, tergantung keadaan topografi/tanah mineral di bawahnya. Bahan dasar penyusun tanah gambut didominasi oleh lignin dengan lingkungan yang kahat oksigen, sehingga proses dekomposisi bahan organiknya lambat. Sifat fisika tanah gambut, khususnya hidrolikanya ditentukan oleh tingkat pelapukan bahan organiknya. Pengelompokan tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni  fibrik, hemik, dan saprik. Pengendalian drainase lahan gambut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya oksidasi gambut sehingga dapat menurunkan dekomposisi gambut. Hal ini dapat dimungkinkan dengan penggenangan, menghindari pengusikan (distrubance) dan mengatur tinggi permukaan air tanah (ground water level) di daerah rhizosfer. Drainase gambut harus didekati dengan perspektif total pengelolaan air yaitu dengan meminimalisir “stress” lengas tanah.

B.     Iklim Hutan Rawa Gambut
            Iklim adalah sintesis hasil pengamatan cuaca untuk memperoleh deskripsi secara statistik mengenai keadaan atmosfier pada daerah yang sangat luas (Barry, 1981 dalam Wenger, 1984).
            Menurut Soerianegara dan Indrawan (1984) iklim makro adalah iklim yang nilai-nilainya berlaku untuk daerah yang luas, sedangkan iklim mikro hanya berlaku untuk tempat atau ruang yang terbatas. Dikemukakan lebih lanjut bahwa iklim makro dipergunakan untuk menentapkan tipe iklim, zona iklim, zona vegetasi dan sebagainya, sedangkan iklim mikro berhubungan dengan habitat atau lingkungan mikro.
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960) dalam Idris (1996), faktor-faktor iklim yang penting bagi hidup dari pertumbuhan individu dan masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, gas udara dan angin.         Menurut de Rozari (1987) suhu udara di dekat permukaan mempunyai arti penting bagi kehidupan oleh karena selain kebanyakan bentuk kehidupan terdapat di permukaan, juga ada kaitan erat antara beberapa proses kehidupan dengan suhu.
C.     Suhu dan Kelembaban Hutan Rawa Gambut
Dari segi biologi, profil suhu udara penting untuk diketahui karena adanya perbedaan yang tajam antara suhu permukaan dengan udara di atasnya, menyebabkan sebagaian organisme hidup berada seketika pada dua rejim suhu yang sangat berlainan. Sebuah kecambah yang baru muncul, memperoleh cekaman bahang luar biasa dibandingkan dengan cekaman yang akan dialaminya kemudian.
Dalam sebuah hutan, suhu udara maksimum biasanya lebih rendah dan suhu minimum lebih tinggi daripada di daerah yang terbuka. Selama siang hari, daun-daun dalam tajuk menghalang-halangi masuknya radiasi matahari ke lantai hutan. Suhu di dalam tajuk dipertahankan melalui transpirasi dari daun-daun. Pengaruh ini mencegah suhu pada siang hari meningkat secara cepat; dengan demikian ruangan di bawah tajuk lebih dingin daripada daerah terbuka selama siang hari.
            Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1) jumlah bersih panas yang diadsorbsi, (2) energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada suhu tanah dan (3) energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
            Kelembaban relatif hutan gambut cukup tinggi pada musim hujan, yakni berkisar 90 % - 96 %, baik dalam hutan alami maupun hutan gundul atau lahan kosong. Pada musim kemarau, kelembaban menurun menjadi 80 %, dan pada bulan-bulan kering berkisar 0 % - 84 % Pada siang hari di muism kemarau, kelembaban dapat mencapai 67 % - 69 %. Tetapi pada pai hari, kelembaban pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan, yaitu dapat mencapai 90 % - 96%(Rieley,etal.,1996).

B.  Pengolahan Lahan Gambut Untuk Pengembangan Pertanian
·           Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman padi
Di dalam sistem handil, parit utama dibuat kurang lebih tegak lurus badan sungai, ukuran parit utama lebar 2 m dalam 1 – 2 m), Setiap sekitar 200 m dibuat parit parit sekunder tegak lurus parit utama. Pada parit utama sebelum di persimpangan parit sekunder dibuat tabat untuk mengatur air. Di hulu parit utama selalu disisakan parit utama sebagai tandon (”reservoir”) air untuk menggelontor air masam dan kemudian mengairi lahan untuk tanaman padi lokal yang olah tanahnya dilaksanakan secara tradisional. Dengan sistem ini pertanian padi dapat lestari (sustainable) sampai saat ini dengan tingkat produktivitas antara 2,0 – 2,5 t/ha tiap tahun.
·         Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman kelapa
Parit dibuat ukuran minimal, pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas tanaman kelapa dapat kontinu sampai saat ini.
·         Pengelolaan lahan gambut untuk tanaman perkebunan kelapa
Pengelolaan lahan gambut dalam satu ekosistem pulau. Sistem drainase dikendalikan dengan baik untuk menjaga muka air dalam tanah disesuaikan dengan ruang perakaran yang diperlukan oleh tanaman. Produksi kelapa dapat menopang industri perkebunan.
·         Pengelolaan lahan gambut tradisional untuk tanaman sagu
·         Parit dibuat ukuran kecil dan pengaturan air dibuat dengan menerapkan sistem tabat, produktivitas tanaman sagu dapat dikelola dalam skala industri.
·         Pengelolaan lahan gambut untuk hutan tanaman industri
Pengembangan hutan tanaman industri (HTI) tanaman Acasia mangium dan Acasia crasicarpa di kaki kubah gambut. Parit (saluran) primer cukup besar lebar antara 8 – 10 meter karena selain untuk drainase juga untuk transportasi (navigasi), namun permukaanair dijaga ketat. Saluran sekunder (lebar 2 – 3 meter) dan saluran tertier (1 – 2 meter) cukup kecil untuk mengendalikan permukaan air tanah. Perkebunan ini telah memasok pabrik pulp.
D.    Pengelolaan Air Pada Tanah Gambut
Pengelolaan air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.Tanah gambut mempunyai kemampuan menyimpan air yang besar dan tergantung tingkat kematangan gambut. Salah satu sistem yang diterapkan untuk pengelolaan air di lahan gambut adalah sistem drainase terkendali. Pada dasarnya sistem ini untuk mengatus air secara terkendali mulai dari tanggul dipasang bangunan pengendali (kontrol) agar dasar saluran relatif datar dan bangunan pengandali kedua sebelum air dari air keluar dari lahan menuju ke sungai dengan maksud untuk mengendalikan elevasi muka air relatif. Bila aliran air keluar tidak akan drastis sehingga dapat mengendalikan ”overdrained” dan mencegah kekeringan yang akhirnya mempertahankan kondisi lahan tetap terpenuhi keperluan airnya.
Ukuran bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetap tergenang sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zona perakarannya. Pengelolaan air diperlukan karena:
a.     kondisi alami dan restorasi terutama kegiatan koservasi air .
b.    pengelolaan air diperlukan untuk menghilangkan kelebihan air permukaan   (drainase) dan air dibawah permukaan terutama untuk pertanian.
c.    pengecegahan kebakaran dan pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah

E.     Fungsi dan Manfaat Ekosistem Gambut
Fungsi dan manfaat ekosistem gambut mengacu pada kegunaan, baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat. Beberapa fungsi dan manfaat dapat diringkas pada Tabel 1.
Fungsi Hutan Rawa Gambut Tropis
Manfaat dan Penggunaan
Pengaturan banjir dan arus larian
Mitigasi banjir dan kekeringan di wilayah hilir. Gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya serap air yang sangat besar. Menurut jenisnya, gambut saprik, hemik, dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 451% (empat ratus lima puluh satu per seratus), 450-850% (empat ratus lima puluh hingga delapan ratus lima puluh per seratus), dan lebih dari 850% (delapan ratus lima puluh per seratus) dari bobot keringnya atau hingga 90% (sembilan puluh per seratus) dari volumenya.
Karena sifatnya itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau.
Pencegahan instrusi air laut
Kegiatan pertanian di wilayah pasang surut akan memperoleh manfaat besar dari keberadaan rawa gambut di wilayah hulu, sebagai sumber air tawar untuk irigasi dan memasok air tawar secara terus menerus guna menghindari atau mitigasi intrusi air asin.
Pasokan air
Di beberapa wilayah pedesaan pesisir, rawa gambut bisa jadi merupakan sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan minum dan irigasi untuk beberapa bulan selama setahun.
Stabilisasi iklim
Penyimpanan karbon
Nilai keanekaragaman hayati yang dapat ditangkap diperkirakan sebesar US $ 3 (tiga) per hektar per tahun, tidak termasuk nilai intrinsik jenis, potensi ekowisata serta bahan-bahan farmasi yang dapat dipasarkan secara internasional (Tacconi 2003). Hutan rawa gambut di asia tenggara semakin menunjukkan peran pentingnya sebagai bank gen, terutama karena semakin menyusutnya peran hutan dataran rendah akibat kegiatan pembalakan dan konversi lahan. Bagi berbagai jenis satwa, lahan gambut menyediakan habitat yang sangat penting, khususnya pada wilayah yang bersambung dengan air tawar dan hutan bakau.
habitat hidup liar
Meskipun tidak sebanyak di ekosistem hutan tropis, ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi.
Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri).
Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Habitat tumbuhan
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui
Bentang alam
Hutan rawa gambut menempati kawasan yang khusus pada bentang alam dataran rendah, membentuk mosaik ekologi yang tersusun dari tipe vegetasi khas pada hutan bakau, diantara hamparan pantai tua, pinggiran sungai serta pertemuan dengan hutan rawa air tawar
Alam liar
Hutan rawa gambut memiliki nilai alam liar yang luar biasa, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk perkotaan. Hal ini merupakan modal yang sangat berharga untuk pengembangan pariwisata alam.
Sumber hasil alam
Rawa gambut menyediakan sumber alam yang luar biasa, termasuk berbagai jenis tumbuhan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti ramin (gonystylus bancanus), jelutung (dyera costulata) dan meranti (shorea spp).
Beberapa studi sosial-ekonomi menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat sekitar terhadap hutan rawa gambut dapat mencapai hingga 80% (delapan puluh per seratus) dan ini lebih tinggi dari ketergantungan mereka terhadap usaha pertanian.


F.      Ancaman Terhadap Ekosistem Gambut
Selama lebih dari 30 (tiga puluh) tahun terakhir ini, hutan rawa gambut telah mengalami pembalakan, pengeringan, dan perusakan dahsyat akibat adanya berbagai kegiatan yang terkait dengan kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Kegiatan pembalakan baik resmi maupun tidak resmi seringkali melibatkan pengeringan gambut selama proses ekstraksinya.
Pada kondisi alaminya yang basah, lahan gambut sebenarnya tidak mungkin untuk mengalami kebakaran besar. Pada kenyataannya, karena telah banyak mengalami kekeringan akibat drainase diantaranya untuk perkebunan maupun pengeluaran kayu, kebakaran kemudian menjadi fenomena umum di lahan gambut. Berbagai kegiatan seperti pembukaan dan persiapan lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, penebangan yang tidak terkendali, pembangunan saluran irigasi/parit/kanal untuk perkebunan dan pengeluaran kayu tebangan serta transportasi menyebabkan kerusakan lahan gambut. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik (subsiden terbakar dan berkurangnya luasan gambut), tetapi juga menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem dan ekologis gambut.




C.KOMPOSISI HUTAN RAWA GAMBUT
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin.
Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah:
1)      Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%.
2)      Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu:
1.      Gambut dangkal (50−100 cm),
2.      Gambut sedang (101−200 cm)
3.      Gambut dalam (201−300 cm)
4.       Gambut sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).


Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a)      Gambut endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b)      Berserat: Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi
c)      Gambut kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
                                i.            Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
                              ii.            Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.



Vegetasi Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.












BAB III
PENUTUP


ü  Gambut tropika mumnya berukuran kasar sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias.
ü  Pengelompokan tanah gambut berdasarkan tingkat dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah gambut,yakni  fibrik, hemik, dan saprik.
ü  Suhu tanah yang sangat mempengaruhi aktivitas biotis awal dan pertumbuhan pohon paling sedikit tergantung kepada tiga faktor, yaitu (1)jumlah bersih panas yang diadsorbsi,(2)energi panas yang diperlukan yang membawa perubahan pada suhu tanah dan (3)energi panas yang dibutuhkan untuk perubahan lain.
ü  Pengelolaan air pada lahan gambut pada prinsipnya adalah pengaturan kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan.
ü  Pengelolaan air diperlukan karena:
1.      kondisi alami dan restorasi terutama kegiatan koservasi air .
2.      pengelolaan air diperlukan untuk menghilangkan kelebihan air permukaan   (drainase) dan air dibawah permukaan terutama untuk pertanian.
3.      pengecegahan kebakaran dan pertanian : yaitu pengendalian muka air tanah.

ü  Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
ü  Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
ü  Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.


























Daftar Pustaka


http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/tanah-hutan-rawa-gambut-propinsi-riau.html
http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/struktur-floristik-ekosistem-hutan-rawa.html  http://bioenvironmental.wordpress.com/2013/10/02/karakteristik-ekosistem-rawa-gambut/   http://id.wikipedia.org/wiki/Gambut
NOOR, Y.R. 2004. Menjadi Petani Mandiri di Lahan Gambut (Becoming
self-suficient farmers in the peatland areas). Warta Konservasi
Lahan Basah 12 (4) : 13. Wetlands International - Indonesia
Programme, Bogor.
NOOR, Y.R. & I. ARINAL. 2004. Sisi lain dari kegiatan rehabilitasi
hutan bekas kebakaran di TN Berbak (The other aspect of
rehabilitation of ex-burnt forest of Berbak National Park). Warta
Konservasi Lahan Basah 12 (4) : 16-17. Wetlands International
- Indonesia Programme, Bogor.
NOOR, Y.R. & V. FITRIAN. 2002. Gambut dan perubahan iklim global.
Warta Konservasi Lahan Basah (1) hal.17). Wetlands
International - Indonesia Programme, Bogor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar