NAMA : ICE ROZALINA
NPM : 116510010
KELAS : 6A BIOLOGI
Pengertian
Populasi
Populasi berasal dari bahasa latin
yaitu populous = rakyat, berarti penduduk. Didalam pelajaran ekologi,
populasi adalah sekelompok individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan
populasi, haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan
batas – batas waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu
sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi adalah kumpulan
individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini dikemukakan untuk
menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat tersebar luas
di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk mengadakan
perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah.
Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya
dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi
genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi.
Populasi
adalah
sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah
yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale
membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi
memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan
antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.
Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma sejenis yang dapat berbiak silang
sedangkan komunitas ialah kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu
areal tertentu.
ü Sifat – sifat yang dimiliki populasi
1) Kerapatan atau kepadatan à Kerapatan lazim digunakan pada
tumbuhan, sedangkan kepadatan biasanya digunakan pada manusia. Populasi
organisme pada suatu daerah tidak akan tetap dari waktu ke waktu berikutnya.
Jika jumlah populasi suatu jenis berubah, kepadatan populasinya juga akan berubah.
Ada dua hal yang mempengaruhi
perubahan kepadatan populasi organisme pada suatu daerah:
i.
Adanya individu yang datang, yaitu individu yang lahir dan
yang datang dari tempat lain atau imigrasi.
ii.
Adanya individu yang pergi, yaitu
individu yang mati daan yang pergi pindah ke tampat lain atau emigrasi.
2) Natalitas (angka Kelahiran) à Natalitas atau angka kelahiran
adalah angka yang menunjukkan jumlah individu baru yang menyebabkan populasi
bertambah per satuan waktu. Dengan demikan, meningkatnya natalitas merupakan
faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan populasi.
3) Mortalitas (angka Kematian) à adalah angka yang menunjukkan
jumlah pengurangan individu per satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan
salah satu faktor utama yang mengontrol ukuran suatu populasi. Populasi
organisme pada suatu ekosistem senantiasa mengalami perubahan. Perubahan
tersebut ada yang tampak jelas dan ada pula yang tidak jelas.
4) Bentuk pertumbuhan, Penyebaran umur
dan perkembangan populasi à Penyebaran umur merupakan ciri atau
sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Karena itu
suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlansung dari
populasi dan menyatakan apa yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Biasanya
populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian besar individu –
individu muda, populasi yang stasioner memiliki umur yang lebih merata dan
populasi yang menurun akan mengandung sebagian besar individu –individu yang
berumur tua. Jika dikaji lebih dalam maka terdapat tiga umur ekologi yaitu
prereproduktif, reproduktif dan posreproduktif.
5) Perluasan atau penyebaran populasi à Perluasan atau penyebaran
populasi adalah gerakan individu – individu atau anak – anaknya kedalam
atau keluar darerah dari populasi.
Ada tiga bentuk penyebaran populasi
yaitu sebagai berikut:
i.
Emigrasi yaitu gerakan keluar atau kepergian individu keluar dari
batas – batas tempat populasi sehingga populasinya berkurang.
ii.
Imigrasi yaitu gerakan kedalam batas – batas tempat populasi,
sehingga populasi bertambah.
iii.
Migrasi yaitu berangkat (pergi) dan dating (kembai) secara periodic.
6) Mempunyai sifat – sifat genetic yang
berhubungan secara lansung dengan ekologi, yaitu : beradaptasi, keserasian,
reproduktif dan ketahanan.
ü Faktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua
kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup
dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor
lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang
membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa,
persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan
penyakit.
Jumlah
terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu
disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang
normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka
disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus,
perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.
ü Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang
waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam.
Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat
sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit
baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan.
Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke
dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan
asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi
ikan menurun secara tajam.
KOMUNITAS
Sebuah
komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara
bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara
dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle
Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di
dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan
bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau
padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat
sulit untuk dipastikan.
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi
yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih
kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Dalam
tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari populasi
misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi antar
populasi, tidak hanya antar individu-spesies seperti pada populasi. Hubungan
antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling
menguntungkan sehingga terwujud sutau hubungan timbal balik yang positif bagi
kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah
satu pihak dirugikan (parasitisme).
Nama Komunitas
Nama
komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas
tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan
kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang
rumput, padang pasir, hutan jati. Cara yang paling baik untuk menamakan
komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik
hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
o Bentuk atau struktur utama seperti
jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan
agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat
tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
o Berdasarkan habitat fisik dari
komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas
lautan, dll
o Berdasarkan sifat-sifat atau
tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat
lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah
hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.
Macam-macam Komunitas
Komunitas akuatik, misalnya yang terdapat di laut, danau,
sungai, parit atau kolam.
Komunitas terestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat
di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
Struktur Komunitas
a) Kualitatif, seperti komposisi,
bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
b) Kuantitatif, seperti Frekuensi,
densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
c) Sintesis adalah proses perubahan
dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat
secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi
sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan
memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem
yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis.
Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh
jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan lingkungannya.
Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan
binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas
biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome yang utama
termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air.
Peran suatu spesies di dalam
komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari
cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk
diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang
digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau
kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi.
EKOSISTEM
Ekosistem adalah kehidupan semua jenis makhluk hidup yang saling
mempengaruhi serta berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pengertian
ekosistem pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekologi berkebangsaan
Inggris bernamaA.G. Tansley pada tahun 1935, walaupun konsep itu
bukan merupakan konsep yang baru. Sebelum akhir tahun 1800-an,
pernyataan-pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan
ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam literatur-literatur ekologi di
Amerika, Eropa, dan Rusia (Odum, 1993).
Pengertian ekosistem
menurut para ahli:
·
Dephut, 1997 à Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan
hidup dan kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang
saling mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem
mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang
berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan dalam alam.
·
Woodbury, 1954 dalam Setiadi,
1983 à Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan
secara kompleks di dalamnya terdapat habit tumbuhan, dan binatang yang
dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan
menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi.
·
Odum à Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di
dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik)
dan di antara keduanya saling memengaruhi. Ekosistem dikatakan sebagai suatu
unit fungsional dasar dalam ekologi karena merupakan satuan terkecil yang
memiliki komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi secara lengkap, serta
terdapat proses ekologi secara lengkap, sehingga di dalam unit ini siklus
materi dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.
·
Soemarwoto, 1983 à Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Tingkatan
organisasi ini dikatakan sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen
dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing
komponen terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam
rantai makanan dan jaring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran
energi dan siklus materi.
·
UU Lingkungan Hidup Tahun 1997 à Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara
segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Unsur-unsur lingkungan
hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati,
semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing
tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling
berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi
yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan
secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari
setiap unit biosistem
yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme
dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik
tertentu dan terjadi suatu siklus materi
antara organisme dan anorganisme.
Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Ciri-ciri
ekosistem adalah sebagai berikut:
o
Memiliki sumber
energi yang konstan, umumnya cahaya matahari atau panas bumi pada ekosistem
yang ditemukan di dasar laut yang dangkal.
o Populasi makhluk hidup mampu menyimpan energi dalam
bentuk materi organik.
o Terdapat daur materi yang berkesinambungan antara
populasi dan lingkungannya.
o
Terdapat aliran
energi dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya.
Komponen
pembentuk ekosistem
Ekosistem merupakan kesatuan dari
seluruh komponen yang membangunnya. Di dalam suatu ekosisiem terdapat kesatuan
proses yang saling terkait dan mempengauhi antar semua komponen.Pada suatu
ekosistem terdapat komponen yang hidup [biotik] dan komponen tak hidup [abiotik].
1. Komponen
biotik
Manusia,hewan
dan tumbuhan termasuk koomponen biotik yaang terdapat dalamsuatu ekosistem.
Komponen biotik di bedakan menjadi 3 golongan yaitu ;produsen,konsumen dan
dekomposer.
a) Produsen
à
Semua produsen dapat menghasilkan makanannya sendiri sehingga disebut organisme
autotrof. Sebagai produsen,tumbuhan hijau mnghasilkan makanan[karbohidrat]
melalui proses potosintesis. Makanan di manfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri
maupun makhluk hidup lainnya. Dengan demikian produsen merupakan sumber energi
utama bagi organisme lain,yaitu konsumen.
b) Konsumen
à
Semua konsumen tidak dapat membuat makanan sendiri di dalam tubuhnya sehingga
disebut heterotrof. Mereka mendapatkan zat-zat organik yang telah di bentuk
oleh produsen,atau dari konsumen lain yang menjadi mangsanya. Berdasarkan jenis
makanannya,konsumen di kelompokkan sebagai berikut;
Pemakan tumbuhan
[herbivore],misalnyakambing,kerbau,kelinci dan sapi.
Pemakan daging [karnivora],misalnya
harimau,burung elang,dan serigala,
Pemekan tmbuhan dan
daging [omnivora],misalnya ayam,itik, dan orabg hutan.
c) Pengurai
[dekomposer] à Kelompok ini berperan penting
dalam ekosistem.Jika kelompok ini tidak ada, kita akan melihat sampah yang
menggunung dan makhluk hidup yang mati tetap utuh selamanya. Dekomposer
berperan sebagai pengurai,yang menguraikan zat-zat organik[dari bangkai]
menjadi zat-zat organik penyusunnya.
2. Komponen
abiotik
Bagian
dari komponen abiotik adalah ;
v Tanah
à
Sifat-sifa fisik tanah yang berperan dalam ekosistem meliputi
tekstur,kematangan, dan kemapuan menahan air. Tanah dan batu.
Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi
mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber
makanannya di tanah.
v Air
à
Hal-hal penting pada air yang mempengaruri kehidupan makhluk hidup adalah suhu
air,kadar mineral air,salinitas,arus air,penguapan,dan kedalaman air.
Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun
beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
v Udara
à
Udara merupakan lingkungan abiotik yang berupa gas.Gas itu berbentuk atmosfer
yang melingkupi makhluk hidup. Oksigen,karbon dioksida,dan nitrogen merupakan
gas yang paling pentung bagi kehidupan makhluk hidup.
v Cahaya
matahari à Cahaya matahari merupakan sumber
energi utama bagi kehidupan di bumi ini. Namun demikian,penyebara cahaya ddi
bumi belum merata.Oleh karena itu, organisme harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang intensitas dan kualitas cahayanya berbeda. Intensitas dan
kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis.
Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di
sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari.
v Suhu
atau temperature à Setiap makhluk hidup memerlukan
suhu optimum untuk kegiatan metabolisme dan perkembangbiakannya. Proses biologi
dipengaruhi suhu. Mamalia
dan unggas
membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
v Iklim
à
Iklim adalah kondisi cuaca
dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global,
regional
dan lokal.
Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas
tertentu.
KLIMATOLOGIS EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Cuaca dan iklim memiliki peranan yang
penting dalam kehidupan manusia. Cuaca dan iklim merupakan salah satu komponen
ekosistem alam. Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim,
mulai dari jenis pakaian, makanan, bentuk rumah, pekerjaan sampai rekresi tidak
terlepas dari pengaruh atmosfer beserta proses - prosesnya. Cuaca dan iklim
selalu menyertai dan mempengaruhi kehidupan manusia di bumi. Ilmu yang
mempelajari tentang cuaca dan iklim adalah meteorologi dan klimatologi.
Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses - proses fisika
yang terjadi di atmosfer pada saat tertentu, beserta fenomena - fenomena fisik
di atmosfer. Klimatologi didefinisikan sebagai ilmu yang memberi gambaran dan
penjelasan penjelasan sifat iklim, perbedaan iklim di berbagai tempat dan
kaitan antara iklim dan aktivitas manusia, mempelajari jenis iklim di muka bumi
dan faktor penyebabnya.
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari atau
menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada
suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah
keadaan atmosfer pada suatu waktu (Wikipedia, 2013).
Menurut Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari :
o
Tanah
o
Curah Hujan
o
Angin
o
Cahaya matahari
o
Temperatur
o
Lengas udara
Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Karena iklim mempunyai peranan yang besar terhadap berbagai bidang
kehidupan manusia sehari-hari. Di Indonesia sebagian besar penduduknya
merupakan masyarakat agraris yang bergerak di sektor pertanian. Sifat-sifat
iklim seperti suhu, curah hujan, dan musim sangat berpengaruh terhadap
kehidupannya. Masyarakat yang sejak dahulunya bertani mempercayai bahwa bulan
yang berakhiran –ber (september, oktober, november, desember) merupakan bulan
penuh hujan. Sehingga petani turun ke ladang atau sawah untuk mengolah lahan.
Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan iklim benar-benar dipertimbangkan
dalam mengembangkan pertanian. Kondisi suhu, curah hujan dan pola musim sangat
menentukan kecocokan dan optimalisasi pembudidayaan tanaman pertanian.
Hukum Toleransi
Hukum toleransi berbunyi: Kehadiran,
kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh
tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis
yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies
tersebut. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu,
namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya (bambu).
Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar
kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan
teknologi dan memanipulasi alam.
Komponen Pembentuk Ekosistem
Komponen-komponen pembentuk ekosistem
adalah:
A.
Komponen tak hidup (abiotik)
Komponen
abiotik yaitu komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat
tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar
komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat
berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi
distribusi organisme, yaitu:
ü Suhu à
Proses biologi
dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi
temperatur dalam tubuhnya.
ü Air à
Ketersediaan air mempengaruhi distribusi
organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
ü Garam à
konsentrasi
garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa
organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam
tinggi.
ü Cahaya matahari à
Intensitas dan
kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya
sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang
terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat
peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
ü Tanah dan batu à
Beberapa
karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral
membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di
tanah.
ü Iklim à
kondisi cuaca
dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global,
regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni
komunitas tertentu.
B. Komponen
autotrof
Terdiri dari
organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik dengan
bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof) dan bahan kimia
(khemo-autotrof). Komponen autotrof berperan sebagai produsen. Organisme
autotrof adalah tumbuhan berklorofil, seperti tanaman yang tumbuh pada lahan
gambut.
C. Komponen
heterotrof
Terdiri dari
organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme
lain sebagai makanannya. Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro
(fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong
heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
1.
Pengurai
(dekomposer)
Pengurai adalah organisme yang
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut
juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih
besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan
melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh
produsen.Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula detritivor
yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu. Tipe dkomposisi ada tiga,
yaitu:
1. secara aerobik : oksigen adalah
penerima elektron / oksidan
2. secara anaerobik : oksigen tidak
terlibat. Bahan organik sebagai
penerima
elektron /oksidan
3. Fermentasi :
anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai penerima elektron.
2. Kebergantungan
Kebergantungan
pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik
dan abiotik. Kebergantungan antar komponen biotik dapat terjadi melalui:
ü Rantai makanan, yaitu
perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap
tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi.
ü Jaring- jaring
makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain
sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan
terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis
makhluk hidup lainnya.
I.
Pengertian hutan rawa gambut
Hutan rawa
gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya terletak
di belakang tanggul sungai (backswanp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah
yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah
gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk
kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai besar. Bentukan lahan yang membentuk kubah
menciptakan perbedaan ketinggian antara daerah tepi sungai dengan puncak kubah.
Hal ini yang menciptakan kemungkinan adanya aliran air dari puncak kubah ke
pinggiran sungai hingga menciptakan komposisi lahan yang khas dan dapat
menunjang kehidupan-kehidupan yang ada dalam ekosistem tersebut.
II.
Komposisi Tanah Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor
iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas
cahaya dan angin.
Hutan
rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol
dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara
hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut
Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas
tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang
berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil
Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan
ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat
dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah:
ü Apabila dalam
keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika
kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika
tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0,
10)}% jika kandungan liat 0−60%.
ü Apabila tidak
jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan
kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan
Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga
tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut,
perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut.
Identifikasi dan pengelompokan
ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu:
i.
Gambut dangkal (50−100 cm),
ii.
Gambut sedang (101−200 cm)
iii.
Gambut dalam (201−300 cm)
iv.
Gambut sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya
bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH
4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na)
dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai
sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk
tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi.
Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan
besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
III.
Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan
sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
v Gambut endapan:
Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
v Berserat:
Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi
v Gambut kayuan:
Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi
dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
Ø Gambut topogen ialah lapisan
tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada
tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut
jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan
relatif subur; dengan zat hara yang berasal
dari lapisan tanah mineral di dasar
cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut
topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Ø Gambut ombrogen lebih sering
dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut
ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga
kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan
sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber
dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai
atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang
keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti
warna air teh yang pekat.
Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
IV.
Vegetasi Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia
tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan
merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di
Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke
Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai
Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian
selatan Papua.
Jenis-jenis
pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp,
Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra,
Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon
terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma
sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium
alternifolium).
Menurut
Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu
lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus
bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii),
pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio
sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang
dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis
jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp),
kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam
(Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku
Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp,
Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria
spp.
V.
ProsesTerjadinya
Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa
gambut terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya berupa cekungan
yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka permukaan akan
naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan tumbuh. Karena
air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi penumpukan nutrient.
Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan nutriennya akan keluar, dan yang
akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan dangkal dan unsur hara sangat
sedikit.
VI.
Hutan Rawa Gambut
di Indonesia
Terdapat 400
juta hektar lahan gambut di dunia, 90 % diantaranya terdapat di daerah
temperate dan 10 % sisanya berada di daerah beriklim tropis. Indonesia sendiri
mempunyai 20.6 juta Ha atau 10.8 % luas daratan Indonesia. 35% di Sumatera, 32%
di Kalimantan, 3% di Sulawesi dan 30% di Papua. Fungsinya yang penting bagi
keseimbangan ekosistem membuat lahan ini patut dipertahankan. Sementara menurut
Widjaya-Adhi 4,19 juta hektar hutan rawa gambut Indonesia telah dialihfungsikan.
VII.
Komponen Penyusun Hutan Rawa Gambut
Beberapa
komponen penyusun ekosistem termasuk ekosistem Hutan Rawa. Berdasarkan sifat hidup atau tidaknya, komponen ekosistem dibagi dua:
1. Komponen
Biotik : Komponen Hidup
Terdiri atau flora, fauna, maupun
manusia yang hidup dalam suatu lingkungan ekosistem, dalam hal ini adalah hutan
rawa gambut.
2. Komponen
Abiotik : Komponen Tidak Hidup
Terdiri atas komponen penyusun
lingkungan seperti cahaya matahari, nutrient, air, udara, tanah, dan komponen
lain dalam hutan rawa gambut.
Komponen Biotik
Kekhasan
lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat hanya spesies tertentu yang mampu
bertahan di lingkungan ekosistem ini. Subekosistem Rawa Gambut ,Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil
hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau
pada hutan rawa gambut sumsel, dan gajah sumatera) serta Berbagai macam
spesies burung.
Disamping itu semua disekitar kawasan
hutan rawa gambut juga tak jarang banyak kawasan permukiman, biasanya penduduk
yang tinggal didekat kawasan tersebut hidupnya bergantung pada hasil hutan
seperti pengolahan kayu atau rotan.
Berikut beberapa karakteristik
lingkungan abiotik Kawasan hutan Rawa gambut:
Ø
Kapasitas Menahan Air à Menurut Suhardjo dan Dreissen
Lahan gambut mampu menyerap air hingga 850% dari berat keringnya. Oleh se bab
itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penghambat air saat musim hujan dan
melepaskan air saat musim kemarau. Besarnya kapasitas penahan air lahan gambut
menyebabkan penggundulan hutan gambut membuat lingkungan sekitar rawan banjir
dan rembesan air laut kedalam tanah.
Ø
Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible) àSifat lahan gambut yang kering tak balik maksudnya ketika
terjadi alih fungsi lahan gambut dan diganti dengan sistem irigasi dan drainase
berupa parit menyebabkan lahan gambut kering dan sulit memunculkan fungsinya
kembali sekalipun lahan ini dijadikan hutan lagi. Hal ini disebabkan proses
terbentuknya lahan gambut yang rumit dan dalam jangka waktu yang panjang.
Ø
Daya hantar Hidrolik à Gambut memiliki daya hantara hidrolik
(atau daya penyaluran air) secara horizontal cepat. Dalam artian gambut dapat
menghantar unsur hara dengan mudah secara horizontal sedangkan daya penyaluran
air vertical yang lambat berarti gambut lapisan luar (atas) cenderung kering
meskipun bagian bawah hutan rawa gambut sangat basah
Ø
Daya tumpu à Pori tanah yang besar dan kerapatan
rendah menyebabkan Tanah Gambut memiliki daya tumpu yang lemah. Dengan kata
lain tanaman yang tumbuh di hutan ini cenderung murah roboh. Apalagi hutan ini
disominasi tumbuhan yang berakar serabut guna mengatur kadar air yang masuk
didaerah basah seperti ini.
Ø
Mudah Terbakar à
Sifat lahan
gambut yang kaya nutrient dan relative kering dipermukaan menyebabkan lahan
gambut mudah terbakar. Biasanya kebakaran gambut ini sulit dipadamkan karena
cepat menjalar ke lapisan dalam gambut.
Ø
Kesuburan Gambut à Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga
tingkatan : Eutropik
(subur),
Mesotropik
(sedang)
dan Oligotopik
(tidak subur).
Biasanya lahan
yang hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air cenderung lebih tidak
subur. Sedangkan lahan yang ikut mengandalkan sumber air sungai relative lebih
subur dari yang lainnya.
Ø
Pengikat karbon yang baik àFungsi sebagai
pengikat karbon hutan rawa gambut sangat membantu keseimbangan iklim global
mengingat emisi karbon diudara dituduh sebagai penyebab utama pemanasan global
yang terjadi belakangan.
VIII. Keterkaitan Antar Komponen Ekosistem
Keberadaan
komponen Abiotik yang khas membentuk suatu karakter sendiri pada hutan rawa
gambut yang membuat hutan ini berbeda dengan hutan yang lainnya. Keberadaan
lahan salin yang dirembesi air asin membuat mangrove dapat hidup pada lahan
salin Hutan Rawa Gambut. Sedangkan air yang mendominasi ekosistem ini dan pori
tanah yang cukup besar membuat tumbuhan rotan dan tumbuhan lain dapat hidup
pada ekosisitem jenis hutan rawa gambut. Begitu juga manusia sebagai
salah satu komponen biotic pada hutan rawa gambut memiliki ketergantungan
tersendiri terhadap kawasan ini. Sebagaimana beberapa penduduk wilayah setempat
tergantung hidup dari mengolah rotan atau kayu yang berasal dari hutan. SIklus
saling ketergantungan inilah yang menciptakan keseimbangan pada ekosisitem rawa
gambut ini. Ketika satu
rantai keseimbangan pada hutan rawa gambut dirusak, akan menyebabkan kerusakan
pada rantai-rantai lain yang saling tergantung. Contohnya ketika manusia
terlalu rakus mengeksploitasi rotan dan kayu dihutan, maka akan tercipta
penggundulan hutan gambut di titik tertentu hingga aliran air yang ada akan
menglirkan unsure hara dan bermuara di sungai atau laut. Hal ini akan
menjadikan lahan kering dan rusak hingga fungsinya sebagai pengikat karbon
terganggu dan akan menciptakan perubahan iklim global serta bencana banjir.
Demikian ketika satu rantai dirusak akan menrusak rantai lain yang ada dalam
ekosisitem tersebut termasuk pada hutan rawa gambut.
IX.
Peran dan masalah-masalah Hutan Rawa gambut
Peran Hutan
Rawa Gambut : Pengontrol system
hidrologi kawasan,
Gudang pengikat
karbon,
Habitat satwa
penting,
Tumpuan hidup
manusia.
Lahan gambut
memberikan fungsi ekonomi ketika manusia mampu mengolah hasil hutan yang ada
seperti kayu, ikan, rotan, dan lain-lain, fungsi kesehatan ketika manusia mampu
mengolah obat obatan dan fungsi pengontrol iklim global bagi kesejahteraan
manusia.
Masalah Terkait
Konservasi Hutan Rawa Gambut : Maraknya kebakaran hutan rawa gambut, Pencurian kayu (illegal logging), Pembukaan lahan di sekitar hutan rawa
gambut,
Konversi (alih
fungsi) menjadi lahan perkebunan dan pertanian.
Beberapa akibat kerusakan Hutan rawa
Gambut:
o
Kurang fungsi penyerapan air à
Besarnya peran
Hutan rawa Gambut yang mampu menyerap 850% dari volume tanah kering menyebabkan
ketidak seimbangan hidrologi kawasan sekitar. Ketika hutan rawa gambut dibuka
maka air dan nutrient hutan akan keluar dan gambut akan miskin unsure hara dan
sangat kering. Fungsi pengikat air ini sendiri tidak dapat dipulihkan lagi
dalam waktu yang singkat.
o
Dangkalnya unsure hara pada hutan rawa gambut à Hal ini menyebabkan penurunan permukaan
tanah hingga tumbuhan yang mampu bertahan makin berkurang, gersang, dan tidak
ada lagi hewan yang mampu hidup. Hal ini mengancam keberlanjutan
hewan-hewan langka yang hidup didalamnya. Dan ketika musim hujan, ancaman
banjir akan semakin besar meskipun hutan ini telah diganti dengan parit dan
system drainase yang baik.
o
Pemanasan Global tinggi karna karbon hilang à
Lahan gambut
merupakan pengikat karbon yang baik. Jika lahan gambut berkurang, karbon yang
dilepaskan akan semakin banyak, Karbon lapisan ozon akan membengkak hingga
merusak ozon. Demikian Lahan gambut harus dipertahankan.
o
Penurunan Permukaan tanah menimbulkan genangan air yang
sifatnya permanen. Selain itu penurunan lahan bergambut menyebabkan lahan
mongering dan semakin mempertinggi peluang terjadinya kebakaran lahan
o
Lahan yang rusak dan tidak produktif lagi biasanya akan
ditinggalkan oleh penduduk.
Kerugian
Kerusakan Hutan rawa Gambut
o
Kerugian ekologis : menurunnya kualitas ekologis sebagai
system penyangga, kurang jenis flora dan fauna yang merupakan sumber plasma
nutfah, berubahnya fungsi hidrologi dan pola hujan local dan regional.
o
Kerugian estetis dan nilai alamiah : hutan wisata
berkurang dan kenyamanan berkurang, keseimbangan ilmiah ekosistem rusak.
o
Kerugian sosial : berkurangnya mata pencarian hidup
penduduk
Beberapa
Strategi Pertahanan Hutan Rawa Gambut
Penutupan kanal sebagai pencegah illegal logging
Rehabilitasi hutan
Kajian kebijakan
Patroli intensif (Pembentukan unit pengamanan hutan
regional)
Penjelasan status kepemilikan lahan, Pembentukan hutan tanaman industry
(HTI) bekerja sama dengan masyarakat.
Kampanye kesadaran lingkungan
Pelarangan penebangan jenis kayu tertentu
FAKTOR
EDAPHIS EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Tanah adalah lapisan permukaan bumi
yang pada kedalaman tertentu, tanpa batas yang jelas, berangsur-angsur
bercampur dengan batuan dasar. Jadi tanah itu berkembang dari dan diatas bahan
dasar (Ganarsih, 2004). Tanah gambut (Organosols =
Histosols) terbentuk dari lapukan bahan organik terutama dari tumpukan
sisa-sisa jaringan tumbuhan di masa lampau. Pada tahap awal, proses pengendapan
bahan organik terjadi di daerah depresi atau cekungan di belakang tanggul sungai.
Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah depresi, proses
dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara
perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk
endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi, bergantung pada keadaan
topografi tanah mineral di bawah lapisan gambut (Widjaja-Adhi et al. 2000;
Subagjo 2006).
Menurut
Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik
dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan
tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah: 1) Apabila
dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika
kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika
tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0,
10)}% jika kandungan liat 0−60%. 2) Apabila tidak jenuh air, mempunyai
kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50
cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy
tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan,
yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu
diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan
gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu: 1) gambut dangkal (50−100 cm), 2)
gambut sedang (101−200 cm), 3) gambut dalam (201−300 cm), dan 4) gambut sangat
dalam (> 300 cm). Tanah dengan ketebalan lapisan gambut 0−50 cm dikelompokkan
sebagai tanah mineral bergambut (peaty soils).
Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai
20,10 juta ha pada awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai
besar, yang dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai besar makin kuat
sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salin) dan air payau. Dengan
adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai daratan yang
merupakan bagian dari delta sungai. Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh
dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung oleh air laut
waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi
oleh aktivitas sungai di samping pasang surut harian dari laut. Di wilayah pasang
surut terdapat dua jenis tanah utama, yaitu tanah mineral (mineral soils) jenuh
air dan tanah gambut (peat soils) (Subagjo, 2006).
1.
Komposisi
Floristik Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi
tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi
edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan
vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa
gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol
dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara
hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut
Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas
tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang
berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Tegakan hutan pada hutan rawa gambut ini selalu hijau dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium) (Soerianegara, 1997; Richard, 1972; Whitmore, 1986).
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Tegakan hutan pada hutan rawa gambut ini selalu hijau dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium) (Soerianegara, 1997; Richard, 1972; Whitmore, 1986).
Selanjutnya penelitian Anderson (1976) yang dilakukan di Sungai Seangau, Kalimantan Tengah di sepanjang jalur (kurang lebih 8 km) dari pinggir sungai ke arah gambut , ditemukan tipe-tipe hutan rawa gambut yaitu : padang tepi sungai (riverian padangs) berjarak kurang lebih 300 meter, hutan gambut campuran (mixed swamp forest) berjarak 2 km sampai 4,5 km dari sungai serta padang gambut berjarak 5,75 km sampai 7,75 km. Jenis yang mendominasi pada hutan gambut campuran adalah ramin (Gonystylus bancanus).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.
2.
Struktur
Floristik Hutan Rawa Gambut
Menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg
(1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah organisme dalam ruang dan
individu-individu yang membentuk suatu tegakan dengan elemen-elemen primer
seperti bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Menurut Ibie (1997)
struktur tegakan dapat ditinjau dari dua bentuk yaitu struktur tegakan vertikal
dan struktur tegakan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Ricard (1984)
dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Struktur
tegakan horizontal merupakan gambaran sebaran jenis pohon dengan dimesinya
yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan atau distribusi ruang areal
populasi dan individu-individu dan kelimpahan (kelimpahan masing-masing jenis
dalam komunitas) (Kersaw,1964; Mauricio, 1987; Köhler, et al. 2001; Kellman,
1970 dan Ewel, 1980).
Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran sementara fisik pohon dalam suatu tegakan. Sebaran dapat digambarkan berdasarkan (a) jenis pohon, (b) bentuk ruang horizontal dan vertikal, (c) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, luas kanopi, (d) umur pohon, (e) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya Mueller et al. (1974) berdasarkan tingkatannya membagi struktur vegetasi menjadi lima aspek, yaitu : fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan. Kelima tingkatan tersebut tergabung kedalam satu susunan yang bertingkat, dalam hal ini tingkat pertama termasuk kedalam tingkat kedua, tingkat kedua kedalam tingkat ketiga dan seterusnya. Jadi kelima konsep struktur vegetasi tersebut hanya menggambarkan perbedaan tingkatan secara umum, dengan tingkat pertama paling umum dan tingkat kelima paling rinci.
Michon (1993) menyatakan bahwa studi profil arsitektur (stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisis yang digunakan untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi karena tipe-tipe habitus yang berbeda-beda seperti adanya pohon, semak belukar, rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.
Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi mengenai dinamika poluasi suatu jenis atau kelompok jenis mulau dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Struktur tegakan hutan dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis, mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa struktur tegakan dapat diduga tingkat mortalitas dan dengan mengetahui riap diameter pada tiap kelas diameter dapat diduga volume produksi pada rotasi tebang berikutnya berdasarkan asas kelestarian (Marsono dan Sastrosumarto, 1981).
Faktor Fisika, Kimia dan Biologi
Pengembangan usaha pertanian di lahan gambut dihadapkan pada
berbagai masalah yang berkenaan dengan pengelolaan air dan kesuburan tanah
(sifat fisik, kimia, biologi tanah). Pengelolaan air merupakan hal yang penting
dalam pengembangan lahan gambut. Pengelolaan air dihadapkan pada dua permasalahan,
yaitu ketepatan drainase dan upaya mempertahankan muka air tanah. Muka air
tanah harus dipertahankan minimal di atas lapisan pirit, karena kondisi
tergenang pirit relatif stabil dan tidak membahayakan. Dengan adanya pengaturan
dan penggantian air secara berkala maka kadar asam organik dapat diturunkan
yang mengakibatkan peningkatan pH tanah dan meningkatkan hasil tanaman. Kendala
sifat fisik tanah utamanya adalah rendahnya bulk density (0,1 – 0,2 g.cm-3)
yang menyebabkan daya tumpu (bearing capacity) tanah rendah sehingga mudah
mengalami subsiden. Subsiden dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan
masalah apabila bahan mineral di bawah lapisan gambut mengandung pirit (FeS2)
atau pasir kuarsa. Selain itu, apabila gambut mengalami kekeringan yang berlebihan
akan menyebabkan koloid gambut menjadi rusak karena partikel – partikel gambut
mempunyai lapis luar kaya resin yang menghambat penyerapan kembali air setelah
pengeringan dan akhirnya gambut tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air.
Akibatnya, gambut akan mengalami kekeringan dan mudah terbakar. Terbakarnya
lahan gambut merupakan penyebab utama degradasi lahan. Dalam kondisi degradasi
yang sangat berat, lahan tidak dapat lagi ditanami, sehingga petani kehilangan
mata pencaharian dari lahan usaha taninya (Nurzakiah, 2004).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5).
Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH
3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah.
Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang
dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya
tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro,
khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi
(Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Pemanfaatan Lahan Gambut
Pemanfaatan lahan gambut untuk tetap dipertahankan sebagai habitat
ratusan species tanaman hutan, merupakan suatu kebijakan yang sangat tepat.
Disamping kawasan gambut tetap mampu menyumbangkan fungsi ekonomi bagi manusia
di sekitarnya (produk kayu dan non kayu) secara berkelanjutan, fungsi ekologi
hutan rawa gambut sebagai pengendali suhu, kelembaban udara dan hidrologi
kawasan akan tetap berlangsung sebagai konsekuensi dari ekosistemnya tidak
berubah. Mempertahankan lahan gambut untuk tetap menjadi habitat jenis pohon
adalah beralasan. Hutan rawa gambut memiliki jenis pohon bernilai ekonomis
tinggi, demikian pula satwa. Berdasarkan data pada salah satu HPH yang
berlokasi di lahan gambut, diketahui bahwa populasi 10 jenis pohon bernilai
ekonomis tinggi dan jenis yang dilindungi dengan diameter ≥ 20 cm rata-rata 21
pohon/ha dengan volume rata-rata 30,94 m3/ha. Diantara ke-10 jenis pohon
tersebut terdapat 67,83% adalah ramin (Gonystylus bancanus Kurz) (Limin,
2006).
Perlindungan Lahan Gambut
Penyalahgunaan lahan gambut dapat mengakibatkan lahan gambut
terbakar dan terpaparnya lahan tersebut sehingga kandungan CO2 di udara semakin
tinggi, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah untuk melindungi lahan gambut
tersebut. Wilayah rawa yang termasuk sebagai kawasan lindung adalah: (1)
kawasan gambut sangat dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan pantai; (3) sempadan
sungai; (4) kawasan sekitar danau rawa; dan (5) kawasan pantai berhutan bakau.
Kawasan pengawetan atau kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki
ekosistem yang khas dan merupakan habitat alami bagi fauna dan/atau flora
tertentu yang langka serta untuk melindungi keanekaragaman hayati. Kawasan ini
diusulkan untuk dipertahankan tetap seperti aslinya atau dipreservasi dengan
status sebagai kawasan non-budi daya (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
DAFTAR
PUSTAKA
http://nurulasy-syifa.blogspot.com/2013/02/makalah-ekosistem.html
http://bioenvironmental.wordpress.com/2013/10/02/karakteristik-ekosistem-rawa-gambut/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar