Sabtu, 03 Mei 2014

tugas makalah ice rozalina



NAMA           : ICE ROZALINA
NPM               : 116510010
KELAS          : 6A BIOLOGI

Pengertian Populasi
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous = rakyat, berarti penduduk. Didalam pelajaran ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan populasi, haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan batas – batas waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi.
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.
Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma sejenis yang dapat berbiak silang sedangkan komunitas ialah kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu areal tertentu.

ü  Sifat – sifat yang dimiliki populasi
1)      Kerapatan atau kepadatan à Kerapatan lazim digunakan pada tumbuhan, sedangkan kepadatan biasanya digunakan pada manusia. Populasi organisme pada suatu daerah tidak akan tetap dari waktu ke waktu berikutnya. Jika jumlah populasi suatu jenis berubah, kepadatan populasinya juga akan berubah.
Ada dua hal yang mempengaruhi perubahan kepadatan populasi organisme pada suatu daerah:
                                                        i.            Adanya individu yang datang, yaitu individu yang lahir dan yang datang dari tempat lain atau imigrasi.
                                                      ii.             Adanya individu yang pergi, yaitu individu yang mati daan yang pergi pindah ke tampat lain atau emigrasi.
2)      Natalitas (angka Kelahiran) à Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang menunjukkan jumlah individu baru yang menyebabkan populasi bertambah per satuan waktu. Dengan demikan, meningkatnya natalitas merupakan faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan populasi.
3)      Mortalitas (angka Kematian) à adalah angka yang menunjukkan jumlah pengurangan individu per satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan salah satu faktor utama yang mengontrol ukuran suatu populasi. Populasi organisme pada suatu ekosistem senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang tampak jelas dan ada pula yang tidak jelas.
4)      Bentuk pertumbuhan, Penyebaran umur dan perkembangan populasi à Penyebaran umur merupakan ciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Karena itu suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlansung dari populasi dan menyatakan apa yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Biasanya populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian besar individu – individu muda, populasi yang stasioner memiliki umur yang lebih merata dan populasi yang menurun akan mengandung sebagian besar individu –individu yang berumur tua. Jika dikaji lebih dalam maka terdapat tiga umur ekologi yaitu prereproduktif, reproduktif dan posreproduktif.
5)      Perluasan atau penyebaran populasi à Perluasan atau penyebaran populasi  adalah gerakan individu – individu atau anak – anaknya kedalam atau keluar darerah dari populasi.
Ada tiga bentuk penyebaran populasi yaitu sebagai berikut:
                                                        i.            Emigrasi yaitu gerakan keluar atau kepergian individu keluar dari batas – batas tempat populasi sehingga populasinya berkurang.
                                                      ii.            Imigrasi yaitu gerakan kedalam batas – batas tempat populasi, sehingga populasi bertambah.
                                                    iii.            Migrasi yaitu berangkat (pergi) dan dating (kembai) secara periodic.
6)      Mempunyai sifat – sifat genetic yang berhubungan secara lansung dengan ekologi, yaitu : beradaptasi, keserasian, reproduktif dan ketahanan.
ü  Faktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.
http://merbabu.com/artikel/images/harimau_sumatera_muda.jpg
Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.
ü  Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.
KOMUNITAS
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat sulit untuk dipastikan.
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. 
Dalam tingkatan komunitas ciri, sifat dan kemampuannya lebih tinggi dari populasi misalnya dalam hal interaksi. Dalam komunitas bisa terjadi interaksi antar populasi, tidak hanya antar individu-spesies seperti pada populasi. Hubungan antar populasi ini menggambarkan berbagai keadaan yaitu bisa saling menguntungkan sehingga terwujud sutau hubungan timbal balik yang positif bagi kedua belah pihak (mutualisme). Sebaliknya bisa juga terjadi hubungan salah satu pihak dirugikan (parasitisme).

Nama Komunitas
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati. Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
o   Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
o   Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan, dll
o   Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.

Macam-macam Komunitas
*      Komunitas akuatik, misalnya yang terdapat di laut, danau, sungai, parit atau kolam.
*      Komunitas terestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.

Struktur Komunitas
a)      Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
b)      Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat.
c)      Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang sangat sesuai dengan lingkungannya.

Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air.
http://merbabu.com/artikel/images/serigala_isle_royale.jpg
Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi.
EKOSISTEM
Ekosistem adalah kehidupan semua jenis makhluk hidup yang saling mempengaruhi serta berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pengertian ekosistem pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris bernamaA.G. Tansley pada tahun 1935, walaupun konsep itu bukan merupakan konsep yang baru. Sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan-pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam literatur-literatur ekologi di Amerika, Eropa, dan Rusia (Odum, 1993).
Pengertian ekosistem menurut para ahli:
·         Dephut, 1997 à Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan dalam alam.
·         Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983 à Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habit tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi.
·         Odum à Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik) dan di antara keduanya saling memengaruhi. Ekosistem dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi secara lengkap, serta terdapat proses ekologi secara lengkap, sehingga di dalam unit ini siklus materi dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.
·         Soemarwoto, 1983 à Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing komponen terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan dan jaring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran energi dan siklus materi.
·         UU Lingkungan Hidup Tahun 1997 à Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Ciri-ciri ekosistem adalah sebagai berikut:
o   Memiliki sumber energi yang konstan, umumnya cahaya matahari atau panas bumi pada ekosistem yang ditemukan di dasar laut yang dangkal.
o   Populasi makhluk hidup mampu menyimpan energi dalam bentuk materi organik.
o   Terdapat daur materi yang berkesinambungan antara populasi dan lingkungannya.
o   Terdapat aliran energi dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya.
Komponen pembentuk ekosistem
Ekosistem merupakan kesatuan dari seluruh komponen yang membangunnya. Di dalam suatu ekosisiem terdapat kesatuan proses yang saling terkait dan mempengauhi antar semua komponen.Pada suatu ekosistem terdapat komponen yang hidup [biotik] dan komponen tak hidup [abiotik].
1.      Komponen biotik
Manusia,hewan dan tumbuhan termasuk koomponen biotik yaang terdapat dalamsuatu ekosistem. Komponen biotik di bedakan menjadi 3 golongan yaitu ;produsen,konsumen dan dekomposer.
a)      Produsen à Semua produsen dapat menghasilkan makanannya sendiri sehingga disebut organisme autotrof. Sebagai produsen,tumbuhan hijau mnghasilkan makanan[karbohidrat] melalui proses potosintesis. Makanan di manfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri maupun makhluk hidup lainnya. Dengan demikian produsen merupakan sumber energi utama bagi organisme lain,yaitu konsumen.
b)      Konsumen à Semua konsumen tidak dapat membuat makanan sendiri di dalam tubuhnya sehingga disebut heterotrof. Mereka mendapatkan zat-zat organik yang telah di bentuk oleh produsen,atau dari konsumen lain yang menjadi mangsanya. Berdasarkan jenis makanannya,konsumen di kelompokkan sebagai berikut;
*      Pemakan tumbuhan [herbivore],misalnyakambing,kerbau,kelinci dan sapi.
*      Pemakan daging [karnivora],misalnya harimau,burung elang,dan serigala,
*      Pemekan tmbuhan dan daging [omnivora],misalnya ayam,itik, dan orabg hutan.
c)      Pengurai [dekomposer] à Kelompok ini berperan penting dalam ekosistem.Jika kelompok ini tidak ada, kita akan melihat sampah yang menggunung dan makhluk hidup yang mati tetap utuh selamanya. Dekomposer berperan sebagai pengurai,yang menguraikan zat-zat organik[dari bangkai] menjadi zat-zat organik penyusunnya.
2.      Komponen abiotik
Bagian dari komponen abiotik adalah ;
v  Tanah à Sifat-sifa fisik tanah yang berperan dalam ekosistem meliputi tekstur,kematangan, dan kemapuan menahan air. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
v  Air à Hal-hal penting pada air yang mempengaruri kehidupan makhluk hidup adalah suhu air,kadar mineral air,salinitas,arus air,penguapan,dan kedalaman air. Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
v  Udara à Udara merupakan lingkungan abiotik yang berupa gas.Gas itu berbentuk atmosfer yang melingkupi makhluk hidup. Oksigen,karbon dioksida,dan nitrogen merupakan gas yang paling pentung bagi kehidupan makhluk hidup.
v  Cahaya matahari à Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi ini. Namun demikian,penyebara cahaya ddi bumi belum merata.Oleh karena itu, organisme harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang intensitas dan kualitas cahayanya berbeda. Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari.
v  Suhu atau temperature à Setiap makhluk hidup memerlukan suhu optimum untuk kegiatan metabolisme dan perkembangbiakannya. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
v  Iklim à Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.





KLIMATOLOGIS EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Cuaca dan iklim memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Cuaca dan iklim merupakan salah satu komponen ekosistem alam. Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim, mulai dari jenis pakaian, makanan, bentuk rumah, pekerjaan sampai rekresi tidak terlepas dari pengaruh atmosfer beserta proses - prosesnya. Cuaca dan iklim selalu menyertai dan mempengaruhi kehidupan manusia di bumi. Ilmu yang mempelajari tentang cuaca dan iklim adalah meteorologi dan klimatologi.
Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses - proses fisika yang terjadi di atmosfer pada saat tertentu, beserta fenomena - fenomena fisik di atmosfer. Klimatologi didefinisikan sebagai ilmu yang memberi gambaran dan penjelasan penjelasan sifat iklim, perbedaan iklim di berbagai tempat dan kaitan antara iklim dan aktivitas manusia, mempelajari jenis iklim di muka bumi dan faktor penyebabnya.
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu (Wikipedia, 2013).
Menurut Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari :
o   Tanah
o   Curah Hujan
o   Angin
o   Cahaya matahari
o   Temperatur
o   Lengas udara

Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena iklim mempunyai peranan yang besar terhadap berbagai bidang kehidupan manusia sehari-hari. Di Indonesia sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat agraris yang bergerak di sektor pertanian. Sifat-sifat iklim seperti suhu, curah hujan, dan musim sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. Masyarakat yang sejak dahulunya bertani mempercayai bahwa bulan yang berakhiran –ber (september, oktober, november, desember) merupakan bulan penuh hujan. Sehingga petani turun ke ladang atau sawah untuk mengolah lahan.
Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan iklim benar-benar dipertimbangkan dalam mengembangkan pertanian. Kondisi suhu, curah hujan dan pola musim sangat menentukan kecocokan dan optimalisasi pembudidayaan tanaman pertanian.

Hukum Toleransi
Hukum toleransi berbunyi: Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya (bambu). Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.

Komponen Pembentuk Ekosistem
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah:
A.    Komponen tak hidup (abiotik)
Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi distribusi organisme, yaitu:
ü  Suhu à Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
ü  Air à Ketersediaan air mempengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
ü  Garam à konsentrasi garam mempengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
ü  Cahaya matahari à Intensitas dan kualitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
ü  Tanah dan batu à Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
ü  Iklim à kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
B.     Komponen autotrof
Terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof) dan bahan kimia (khemo-autotrof). Komponen autotrof berperan sebagai produsen. Organisme autotrof adalah tumbuhan berklorofil, seperti tanaman yang tumbuh pada lahan gambut.
C.     Komponen heterotrof
Terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
1.       Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula detritivor yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu. Tipe dkomposisi ada tiga, yaitu:
1. secara aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
2. secara anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima elektron /oksidan
3. Fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai penerima elektron.

2.      Kebergantungan
Kebergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik. Kebergantungan antar komponen biotik dapat terjadi melalui:
ü  Rantai makanan, yaitu perpindahan materi dan energi melalui proses makan      dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi.
ü  Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya.



I.                   Pengertian hutan rawa gambut
Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya terletak di belakang tanggul sungai (backswanp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan  terletak diantara dua sungai besar. Bentukan lahan yang membentuk kubah menciptakan perbedaan ketinggian antara daerah tepi sungai dengan puncak kubah. Hal ini yang menciptakan kemungkinan adanya aliran air dari puncak kubah ke pinggiran sungai hingga menciptakan komposisi lahan yang khas dan dapat menunjang kehidupan-kehidupan yang ada dalam ekosistem tersebut.

II.                Komposisi Tanah Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin.
 Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah:
ü  Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%.
ü  Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut.
 Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu:
                                                        i.            Gambut dangkal (50−100 cm),
                                                      ii.            Gambut sedang (101−200 cm)
                                                    iii.            Gambut dalam (201−300 cm)
                                                    iv.            Gambut sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
III.             Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga (Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
v  Gambut endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
v  Berserat: Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan berbagai derajat dekomposisi
v  Gambut kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas:
Ø  Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Ø  Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.

IV.               Vegetasi Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.


V.                 ProsesTerjadinya Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut  terbentuk dalam 10.000 – 40.000 tahun. Awalnya berupa cekungan yang menahan air tidak bisa keluar. Setelah 5.000 tahun, maka permukaan akan naik. Lama-kelamaan hutan rawa gambut secara bertahap akan tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka terjadi penumpukan nutrient. Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan nutriennya akan keluar, dan yang akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan dangkal dan unsur hara sangat sedikit.

VI.              Hutan Rawa Gambut di Indonesia
Terdapat 400 juta hektar lahan gambut di dunia, 90 % diantaranya terdapat di daerah temperate dan 10 % sisanya berada di daerah beriklim tropis. Indonesia sendiri mempunyai 20.6 juta Ha atau 10.8 % luas daratan Indonesia. 35% di Sumatera, 32% di Kalimantan, 3% di Sulawesi dan 30% di Papua. Fungsinya yang penting bagi keseimbangan ekosistem membuat lahan ini patut dipertahankan. Sementara menurut Widjaya-Adhi 4,19 juta hektar hutan rawa gambut Indonesia telah dialihfungsikan.

VII.          Komponen Penyusun Hutan Rawa Gambut
Beberapa komponen penyusun ekosistem termasuk ekosistem Hutan Rawa. Berdasarkan sifat hidup atau tidaknya, komponen ekosistem dibagi dua:
1.      Komponen Biotik : Komponen Hidup
Terdiri atau flora, fauna, maupun manusia yang hidup dalam suatu lingkungan ekosistem, dalam hal ini adalah hutan rawa gambut.
2.      Komponen Abiotik : Komponen Tidak Hidup
Terdiri atas komponen penyusun lingkungan seperti cahaya matahari, nutrient, air, udara, tanah, dan komponen lain dalam hutan rawa gambut.

Komponen Biotik

            Kekhasan lingkungan abiotik hutan Rawa Gambut membuat hanya spesies tertentu yang mampu bertahan di lingkungan ekosistem ini. Subekosistem Rawa Gambut ,Kayu (meranti, jati) rotan, dan hasil hutan lain
Beberapa spesies hewan langka : harimau pada hutan rawa gambut sumsel, dan gajah sumatera) serta Berbagai macam spesies burung.
Disamping itu semua disekitar kawasan hutan rawa gambut juga tak jarang banyak kawasan permukiman, biasanya penduduk yang tinggal didekat kawasan tersebut hidupnya bergantung pada hasil hutan seperti pengolahan kayu atau rotan.
Berikut beberapa karakteristik lingkungan abiotik Kawasan hutan Rawa gambut:
Ø  Kapasitas Menahan Air à Menurut Suhardjo dan Dreissen  Lahan gambut mampu menyerap air hingga 850% dari berat keringnya. Oleh se bab itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penghambat air saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau. Besarnya kapasitas penahan air lahan gambut menyebabkan penggundulan hutan gambut membuat lingkungan sekitar rawan banjir dan rembesan air laut kedalam tanah.
Ø  Kering Tak Balik (Hydrophobia Irreversible) àSifat lahan gambut yang kering tak balik maksudnya ketika terjadi alih fungsi lahan gambut dan diganti dengan sistem irigasi dan drainase berupa parit menyebabkan lahan gambut kering dan sulit memunculkan fungsinya kembali sekalipun lahan ini dijadikan hutan lagi. Hal ini disebabkan proses terbentuknya lahan gambut yang rumit dan dalam jangka waktu yang panjang.
Ø  Daya hantar Hidrolik à Gambut memiliki daya hantara hidrolik (atau daya penyaluran air) secara horizontal cepat. Dalam artian gambut dapat menghantar unsur hara dengan mudah secara horizontal sedangkan daya penyaluran air vertical yang lambat berarti gambut lapisan luar (atas) cenderung kering meskipun bagian bawah hutan rawa gambut sangat basah  
Ø  Daya tumpu à Pori tanah yang besar dan kerapatan rendah menyebabkan Tanah Gambut memiliki daya tumpu yang lemah. Dengan kata lain tanaman yang tumbuh di hutan ini cenderung murah roboh. Apalagi hutan ini disominasi tumbuhan yang berakar serabut guna mengatur kadar air yang masuk didaerah basah seperti ini.
Ø   Mudah Terbakar à Sifat lahan gambut yang kaya nutrient dan relative kering dipermukaan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Biasanya kebakaran gambut ini sulit dipadamkan karena cepat menjalar ke lapisan dalam gambut.
Ø  Kesuburan Gambut à Kesuburan gambut dibagi menjadi tiga tingkatan : Eutropik (subur), Mesotropik (sedang) dan Oligotopik (tidak subur). Biasanya lahan yang hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air cenderung lebih tidak subur. Sedangkan lahan yang ikut mengandalkan sumber air sungai relative lebih subur dari yang lainnya.
Ø  Pengikat karbon yang baik àFungsi sebagai pengikat karbon hutan rawa gambut sangat membantu keseimbangan iklim global mengingat emisi karbon diudara dituduh sebagai penyebab utama pemanasan global yang terjadi belakangan.

VIII.        Keterkaitan Antar Komponen Ekosistem
Keberadaan komponen Abiotik yang khas membentuk suatu karakter sendiri pada hutan rawa gambut yang membuat hutan ini berbeda dengan hutan yang lainnya. Keberadaan lahan salin yang dirembesi air asin membuat mangrove dapat hidup pada lahan salin Hutan Rawa Gambut. Sedangkan air yang mendominasi ekosistem ini dan pori tanah yang cukup besar membuat tumbuhan rotan dan tumbuhan lain dapat hidup pada ekosisitem jenis hutan rawa gambut.  Begitu juga manusia sebagai salah satu komponen biotic pada hutan rawa gambut memiliki ketergantungan tersendiri terhadap kawasan ini. Sebagaimana beberapa penduduk wilayah setempat tergantung hidup dari mengolah rotan atau kayu yang berasal dari hutan. SIklus saling ketergantungan inilah yang menciptakan keseimbangan pada ekosisitem rawa gambut ini. Ketika satu rantai keseimbangan pada hutan rawa gambut dirusak, akan menyebabkan kerusakan pada rantai-rantai lain yang saling tergantung. Contohnya ketika manusia terlalu rakus mengeksploitasi rotan dan kayu dihutan, maka akan tercipta penggundulan hutan gambut di titik tertentu hingga aliran air yang ada akan menglirkan unsure hara dan bermuara di sungai atau laut. Hal ini akan menjadikan lahan kering dan rusak hingga fungsinya sebagai pengikat karbon terganggu dan akan menciptakan perubahan iklim global serta bencana banjir. Demikian ketika satu rantai dirusak akan menrusak rantai lain yang ada dalam ekosisitem tersebut termasuk pada hutan rawa gambut.

IX.             Peran dan masalah-masalah Hutan Rawa gambut
Peran Hutan Rawa Gambut : Pengontrol system hidrologi kawasan, Gudang pengikat karbon, Habitat satwa penting, Tumpuan hidup manusia. Lahan gambut memberikan fungsi ekonomi ketika manusia mampu mengolah hasil hutan yang ada seperti kayu, ikan, rotan, dan lain-lain, fungsi kesehatan ketika manusia mampu mengolah obat obatan dan fungsi pengontrol iklim global bagi kesejahteraan manusia.
Masalah Terkait Konservasi Hutan Rawa Gambut : Maraknya kebakaran hutan rawa gambut, Pencurian kayu (illegal logging), Pembukaan lahan di sekitar hutan rawa gambut, Konversi (alih fungsi) menjadi lahan perkebunan dan pertanian.

Beberapa akibat kerusakan Hutan rawa Gambut:
o   Kurang fungsi penyerapan air à Besarnya peran Hutan rawa Gambut yang mampu menyerap 850% dari volume tanah kering menyebabkan ketidak seimbangan hidrologi kawasan sekitar. Ketika hutan rawa gambut dibuka maka air dan nutrient hutan akan keluar dan gambut akan miskin unsure hara dan sangat kering. Fungsi pengikat air ini sendiri tidak dapat dipulihkan lagi dalam waktu yang singkat.
o   Dangkalnya unsure hara pada hutan rawa gambut à Hal ini menyebabkan penurunan permukaan tanah hingga tumbuhan yang mampu bertahan makin berkurang, gersang, dan tidak ada lagi hewan yang mampu hidup. Hal ini mengancam keberlanjutan hewan-hewan langka yang hidup didalamnya. Dan ketika musim hujan, ancaman banjir akan semakin besar meskipun hutan ini telah diganti dengan parit dan system drainase yang baik.
o   Pemanasan Global tinggi karna karbon hilang à Lahan gambut merupakan pengikat karbon yang baik. Jika lahan gambut berkurang, karbon yang dilepaskan akan semakin banyak, Karbon lapisan ozon akan membengkak hingga merusak ozon. Demikian Lahan gambut harus dipertahankan.
o   Penurunan Permukaan tanah menimbulkan genangan air yang sifatnya permanen. Selain itu penurunan lahan bergambut menyebabkan lahan mongering dan semakin mempertinggi peluang terjadinya kebakaran lahan
o   Lahan yang rusak dan tidak produktif lagi biasanya akan ditinggalkan oleh penduduk.
Kerugian Kerusakan Hutan rawa Gambut
o   Kerugian ekologis : menurunnya kualitas ekologis sebagai system penyangga, kurang jenis flora dan fauna yang merupakan sumber plasma nutfah, berubahnya fungsi hidrologi dan pola hujan local dan regional.
o   Kerugian estetis dan nilai alamiah : hutan wisata berkurang dan kenyamanan berkurang, keseimbangan ilmiah ekosistem rusak.
o   Kerugian sosial : berkurangnya mata pencarian hidup penduduk

Beberapa Strategi Pertahanan Hutan Rawa Gambut
*      Penutupan kanal sebagai pencegah illegal logging
*      Rehabilitasi hutan
*       Kajian kebijakan
*      Patroli intensif (Pembentukan unit pengamanan hutan regional)
*      Penjelasan status kepemilikan lahan, Pembentukan hutan tanaman industry (HTI) bekerja sama dengan masyarakat.
*      Kampanye kesadaran lingkungan
*      Pelarangan penebangan jenis kayu tertentu


FAKTOR EDAPHIS EKOSISTEM HUTAN RAWA GAMBUT
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang pada kedalaman tertentu, tanpa batas yang jelas, berangsur-angsur bercampur dengan batuan dasar. Jadi tanah itu berkembang dari dan diatas bahan dasar (Ganarsih, 2004). Tanah gambut (Organosols = Histosols) terbentuk dari lapukan bahan organik terutama dari tumpukan sisa-sisa jaringan tumbuhan di masa lampau. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah depresi atau cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah depresi, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi, bergantung pada keadaan topografi tanah mineral di bawah lapisan gambut (Widjaja-Adhi et al. 2000; Subagjo 2006).
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah: 1) Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%. 2) Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu: 1) gambut dangkal (50−100 cm), 2) gambut sedang (101−200 cm), 3) gambut dalam (201−300 cm), dan 4) gambut sangat dalam (> 300 cm). Tanah dengan ketebalan lapisan gambut 0−50 cm dikelompokkan sebagai tanah mineral bergambut (peaty soils).
Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,10 juta ha pada awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salin) dan air payau. Dengan adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai daratan yang merupakan bagian dari delta sungai. Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung oleh air laut waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping pasang surut harian dari laut. Di wilayah pasang surut terdapat dua jenis tanah utama, yaitu tanah mineral (mineral soils) jenuh air dan tanah gambut (peat soils) (Subagjo, 2006).
1.      Komposisi Floristik Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Tegakan hutan pada hutan rawa gambut ini selalu hijau dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium) (Soerianegara, 1997; Richard, 1972; Whitmore, 1986).

Selanjutnya penelitian Anderson (1976) yang dilakukan di Sungai Seangau, Kalimantan Tengah di sepanjang jalur (kurang lebih 8 km) dari pinggir sungai ke arah gambut , ditemukan tipe-tipe hutan rawa gambut yaitu : padang tepi sungai (riverian padangs) berjarak kurang lebih 300 meter, hutan gambut campuran (mixed swamp forest) berjarak 2 km sampai 4,5 km dari sungai serta padang gambut berjarak 5,75 km sampai 7,75 km. Jenis yang mendominasi pada hutan gambut campuran adalah ramin (Gonystylus bancanus).

Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.

2.      Struktur Floristik Hutan Rawa Gambut
Menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah organisme dalam ruang dan individu-individu yang membentuk suatu tegakan dengan elemen-elemen primer seperti bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Menurut Ibie (1997) struktur tegakan dapat ditinjau dari dua bentuk yaitu struktur tegakan vertikal dan struktur tegakan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Ricard (1984) dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Struktur tegakan horizontal merupakan gambaran sebaran jenis pohon dengan dimesinya yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan atau distribusi ruang areal populasi dan individu-individu dan kelimpahan (kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas) (Kersaw,1964; Mauricio, 1987; Köhler, et al. 2001; Kellman, 1970 dan Ewel, 1980).

Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran sementara fisik pohon dalam suatu tegakan. Sebaran dapat digambarkan berdasarkan (a) jenis pohon, (b) bentuk ruang horizontal dan vertikal, (c) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, luas kanopi, (d) umur pohon, (e) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya Mueller et al. (1974) berdasarkan tingkatannya membagi struktur vegetasi menjadi lima aspek, yaitu : fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan. Kelima tingkatan tersebut tergabung kedalam satu susunan yang bertingkat, dalam hal ini tingkat pertama termasuk kedalam tingkat kedua, tingkat kedua kedalam tingkat ketiga dan seterusnya. Jadi kelima konsep struktur vegetasi tersebut hanya menggambarkan perbedaan tingkatan secara umum, dengan tingkat pertama paling umum dan tingkat kelima paling rinci.
Michon (1993) menyatakan bahwa studi profil arsitektur (stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisis yang digunakan untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi karena tipe-tipe habitus yang berbeda-beda seperti adanya pohon, semak belukar, rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.

Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi mengenai dinamika poluasi suatu jenis atau kelompok jenis mulau dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Struktur tegakan hutan dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis, mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa struktur tegakan dapat diduga tingkat mortalitas dan dengan mengetahui riap diameter pada tiap kelas diameter dapat diduga volume produksi pada rotasi tebang berikutnya berdasarkan asas kelestarian (Marsono dan Sastrosumarto, 1981).
Faktor Fisika, Kimia dan Biologi
Pengembangan usaha pertanian di lahan gambut dihadapkan pada berbagai masalah yang berkenaan dengan pengelolaan air dan kesuburan tanah (sifat fisik, kimia, biologi tanah). Pengelolaan air merupakan hal yang penting dalam pengembangan lahan gambut. Pengelolaan air dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu ketepatan drainase dan upaya mempertahankan muka air tanah. Muka air tanah harus dipertahankan minimal di atas lapisan pirit, karena kondisi tergenang pirit relatif stabil dan tidak membahayakan. Dengan adanya pengaturan dan penggantian air secara berkala maka kadar asam organik dapat diturunkan yang mengakibatkan peningkatan pH tanah dan meningkatkan hasil tanaman. Kendala sifat fisik tanah utamanya adalah rendahnya bulk density (0,1 – 0,2 g.cm-3) yang menyebabkan daya tumpu (bearing capacity) tanah rendah sehingga mudah mengalami subsiden. Subsiden dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan masalah apabila bahan mineral di bawah lapisan gambut mengandung pirit (FeS2) atau pasir kuarsa. Selain itu, apabila gambut mengalami kekeringan yang berlebihan akan menyebabkan koloid gambut menjadi rusak karena partikel – partikel gambut mempunyai lapis luar kaya resin yang menghambat penyerapan kembali air setelah pengeringan dan akhirnya gambut tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air. Akibatnya, gambut akan mengalami kekeringan dan mudah terbakar. Terbakarnya lahan gambut merupakan penyebab utama degradasi lahan. Dalam kondisi degradasi yang sangat berat, lahan tidak dapat lagi ditanami, sehingga petani kehilangan mata pencaharian dari lahan usaha taninya (Nurzakiah, 2004).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Pemanfaatan Lahan Gambut
Pemanfaatan lahan gambut untuk tetap dipertahankan sebagai habitat ratusan species tanaman hutan, merupakan suatu kebijakan yang sangat tepat. Disamping kawasan gambut tetap mampu menyumbangkan fungsi ekonomi bagi manusia di sekitarnya (produk kayu dan non kayu) secara berkelanjutan, fungsi ekologi hutan rawa gambut sebagai pengendali suhu, kelembaban udara dan hidrologi kawasan akan tetap berlangsung sebagai konsekuensi dari ekosistemnya tidak berubah. Mempertahankan lahan gambut untuk tetap menjadi habitat jenis pohon adalah beralasan. Hutan rawa gambut memiliki jenis pohon bernilai ekonomis tinggi, demikian pula satwa. Berdasarkan data pada salah satu HPH yang berlokasi di lahan gambut, diketahui bahwa populasi 10 jenis pohon bernilai ekonomis tinggi dan jenis yang dilindungi dengan diameter ≥ 20 cm rata-rata 21 pohon/ha dengan volume rata-rata 30,94 m3/ha. Diantara ke-10 jenis pohon tersebut terdapat 67,83% adalah ramin (Gonystylus bancanus Kurz) (Limin, 2006).
Perlindungan Lahan Gambut
Penyalahgunaan lahan gambut dapat mengakibatkan lahan gambut terbakar dan terpaparnya lahan tersebut sehingga kandungan CO2 di udara semakin tinggi, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah untuk melindungi lahan gambut tersebut. Wilayah rawa yang termasuk sebagai kawasan lindung adalah: (1) kawasan gambut sangat dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan pantai; (3) sempadan sungai; (4) kawasan sekitar danau rawa; dan (5) kawasan pantai berhutan bakau. Kawasan pengawetan atau kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem yang khas dan merupakan habitat alami bagi fauna dan/atau flora tertentu yang langka serta untuk melindungi keanekaragaman hayati. Kawasan ini diusulkan untuk dipertahankan tetap seperti aslinya atau dipreservasi dengan status sebagai kawasan non-budi daya (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).


DAFTAR PUSTAKA
http://nurulasy-syifa.blogspot.com/2013/02/makalah-ekosistem.html
http://bioenvironmental.wordpress.com/2013/10/02/karakteristik-ekosistem-rawa-gambut/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar