MAKALAH
EKOLOGI TUMBUHAN
DISUSUN OLEH :
NAMA : MASRI
NPM : 116510527
KELAS : 6A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2013/2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Masalah
Populasi
adalah sehimpunan individu atau kelompok individu dalam satu spesies (atau
kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang
bersangkutan), dan pada waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang
tertentu. Di tingkat yang lebih tinggi
dari populasi terdapat komunitas, lalu ekosistem. Secara umum
ada tiga tipe ekosistem, yaitu ekositem air, ekosisten darat, dan ekosistem
buatan. Salah satu jenis ekosistem darat adalah ekosistem hutan rawa gambut.
Lahan gambut
adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik >
18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi
lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak
dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang
drainasenya buruk.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Apakah
definisi populasi dan apa ciri khasnya ?
2.
Apakah
definisi komunitas dan apa ciri khasnya ?
3.
Apakah
definisi ekosistem dan apa ciri khasnya ?
4.
Bagaimanakah
aspek klimatologis hutan rawa gambut ?
5.
Bagaimanakah
aspek edaphis hutan rawa gambut ?
1.3.Tujuan
1.
Menjelaskan
definisi populasi dan ciri khasnya
2.
Menjelaskan
definisi komunitas dan ciri khasnya
3.
Menjelaskan
definisi ekosistem dan ciri khasnya
4.
Menjabarkan
aspek klimatologis hutan rawa gambut
5.
Menjabarkan
aspek edaphis hutan rawa gambut
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Populasi
Setiap populasi makhluk hidup mengalami
proses yang sama. Antara lain dia mengemukakan tingkat fertilitas suatu
organisme mungkin sangat tinggi, tetapi bahaya yang mengancam populasinya juga
besar.
Tarumingkeng (1994), Populasi adalah
sehimpunan individu atau kelompok individu dalam satu spesies (atau kelompok
lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang
bersangkutan), dan pada waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang
tertentu. Smith (1990) mendefinisikan populasi sebagai kelompok organisme
spesies yang sama yang mengalami interbreeding . Krebs (2001) populasi adalah
sekelompok organisme sejenis yang menempati ruang tertentu pada waktu tertentu.
Populasi memiliki karakterisitik
kelompok – statistical measure – yang tidak dapat diterapkan pada individu. Karakteristik
dasar populasi yang banyak didiskusikan adalah kepadatan (density). Empat
parameter populasi yang mengubah kepadatan populasi adalah natalitas ( telur,
biji, produksi spora, kelahiran), mortalitas (kematian), imigrasi dan emigrasi.
Gambar Populasi Burung Pinguin
1. Kepadatan Populasi
Kepadatan populasi ialah besarnya
populasi dalam hubungannya dengan suatu unit atau satuan ruangan. Perlu diingat
bahwa perhitungan jumlah terlalu mementingkan arti organisme kecil, sedangkan
biomassa terlalu membesarkan arti organisme besar, sedangkan komponen arus
energi memberikan indeks yang lebih baik untuk membandingkan populasi mana saja
dalam ekosistem.
2. Faktor yang mempengaruhi kepadatan
Perubahan kepadatan populasi
dipengaruhi oleh empat parameter primer dari populasi yaitu natalitas,
mortalitas, imigrasi dan emigrasi.
a) Natalitas, yaitu
produksi individu-individu baru di dalam populasi melalui kelahiran, haching,
germinasi atau pembelahan.
b) Mortalitas
(Kematian), yaitu jumlah
individu dalam populasi yang mati selama periode waktu tertentu.
c)
Distribusi populasi. Kemampuan
untuk menyebar merupakan salah satu siklus hidup yang sangat penting dalam
organisme, merupakan proses ekologis yang menghasilkan aliran gen (gen flow)
diantara populasi lokal dan membantu untuk menghindari terjadinya inbreeding.
Penyebaran individu dalam populasi dapat
dibatasi oleh halangan geofrafis, dan berpengaruh terhadap komposisi komunitas.
Tiga pola penyebaran populasi :
(a) Emigrasi. Suatu pergerakan individu ke luar dari tempat atau daerah populasinya ke tempat lainnya dan individu tersebut tinggal secara permanen di tempat beru tersebut.
(b) Imigrasi. Suatu pergerakan individu populasi ke dalam suatu daerah populasi dan individu tersebut meninggalkan daerah populasinya selanjutnya tinggal di tempat baru.
(c) Migrasi. Pergerakan dua arah, ke luar dan masuk populasi atau populasi pergi dan datang secara periodik selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka individu-individu suatu populasi akan berpindah tempat, sedangkan kalau suadah menguntungkan kembali ke tempat asal.
(a) Emigrasi. Suatu pergerakan individu ke luar dari tempat atau daerah populasinya ke tempat lainnya dan individu tersebut tinggal secara permanen di tempat beru tersebut.
(b) Imigrasi. Suatu pergerakan individu populasi ke dalam suatu daerah populasi dan individu tersebut meninggalkan daerah populasinya selanjutnya tinggal di tempat baru.
(c) Migrasi. Pergerakan dua arah, ke luar dan masuk populasi atau populasi pergi dan datang secara periodik selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka individu-individu suatu populasi akan berpindah tempat, sedangkan kalau suadah menguntungkan kembali ke tempat asal.
2.2.Komunitas
Komunitas ialah kumpulan dari
berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat
keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Nama Komunitas. Nama komunitas harus
dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang
paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat
menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput, padang pasir,
hutan jati.
Gambar Suatu Komunitas
Cara yang paling baik untuk
menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan
mantap, baik hidup maupun tidak. Ringkasannya pemberian nama komunitas dapat
berdasarkan :
1) Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll
3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.
1) Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil
2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan,dll
3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.
Di alam terdapat bermacam-macam
komunitas yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (1)
Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di
sungai, di parit atau di kolam, (2) Komunitas terrestrial, yaitu kelompok
organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang
pasir, dll.
2.3. Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh
dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
Setiap
ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen, mikrokonsumen,
bahan anorganik, bahan organik, dan kisaran iklim. Perbedaan antar ekosistem
hanya pada unsur-unsur penyusun masing-masing komponen tersebut. Masing-masing
komponen ekosistem mempunyai peranan dan mereka saling terkait dalam
melaksanakan proses-proses dalam ekosistem. Proses-proses dalam ekosistem
meliputi aliran energi, rantai makanan, pola keanekaragaman, siklus materi,
perkembangan, dan pengendalian.
Setiap ekosistem rnampu mengendalikan dirinya sendiri, dan mampu menangkal setiap gangguan terhadapnya. Kemampuan ini disebut homeostasis. Tetapi kemampuan ini ada batasnya. Bilamana batas kemampuan tersebut dilampaui, ekosistem akan mengalami gangguan. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu bentuk gangguan ekosistem akibat terlampauinya kemampuan homeostasis.
Setiap ekosistem rnampu mengendalikan dirinya sendiri, dan mampu menangkal setiap gangguan terhadapnya. Kemampuan ini disebut homeostasis. Tetapi kemampuan ini ada batasnya. Bilamana batas kemampuan tersebut dilampaui, ekosistem akan mengalami gangguan. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu bentuk gangguan ekosistem akibat terlampauinya kemampuan homeostasis.
Gambar Ekosistem Aquatik : Air Tawar
Gambar Ekosistem Terestrial : Hutan Hujan Tropis
Gambar Ekosistem Buatan : Sawah
2.4.Klimatologis
Hutan Rawa Gambut
1. Karakteristik Lahan Gambut
Bahan induk pembentuk tanah adalah bahan organik hasil akumulasi bagian –
bagian tanaman hutan hujan tropika. Gambut tropika mumnya berukuran kasar
sekasar batang, dahan dan ranting tumbuhan, sehubungan hal itu maka penetapan
karakteristikgambut dengan metode konvensonal menjadi bias.
Tanah gambut umumnya terbentuk karena kondisi jenuh air atau karena
temperatur yang rendah, sehingga proses dekomposisi berlangsung nisbi lambat
dibanding proses akumulasi. Tanah ganbut terbentuk dari endapan bahan organik
sedenter (pengendapan setempat) yang berasal dari sisa jaringan tumbuhan yang
menumbuhi dataran rawa dengan ketebalan bervariasi, tergantung keadaan
topografi/tanah mineral di bawahnya. Bahan dasar penyusun tanah gambut
didominasi oleh lignin dengan lingkungan yang kahat oksigen, sehingga proses
dekomposisi bahan organiknya lambat.
Gambar Lahan Gambut
Sifat fisika tanah gambut, khususnya hidrolikanya ditentukan oleh tingkat
pelapukan bahan organiknya. Pengelompokan tanah gambut berdasarkan tingkat
dekompoisi bahan organik dan berat volume menghasilkan tiga macam tanah
gambut,yakni fibrik, hemik, dan saprik.
Pengendalian drainase lahan gambut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
oksidasi gambut sehingga dapat menurunkan dekomposisi gambut. Hal ini dapat
dimungkinkan dengan penggenangan, menghindari pengusikan (distrubance)
dan mengatur tinggi permukaan air tanah (ground water level) di daerah
rhizosfer. Drainase gambut harus didekati dengan perspektif total pengelolaan
air yaitu dengan meminimalisir “stress” lengas tanah.
2.
Iklim Hutan
Rawa Gambut
Iklim adalah sintesis hasil pengamatan cuaca untuk memperoleh deskripsi
secara statistik mengenai keadaan atmosfier pada daerah yang sangat luas
(Barry, 1981 dalam Wenger, 1984).
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960) dalam Idris (1996), faktor-faktor iklim
yang penting bagi hidup dari pertumbuhan individu dan masyarakat
tumbuh-tumbuhan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kelembaban udara, gas udara
dan angin.
Lingkungan radiasi di dalam sebuah hutan berbeda dengan daerah tidak
berhutan karena permukaan yang mengabsorbsi di dalam hutan umumnya berbeda di
atas tanah dengan jarak yang terlihat nyata. Pada kebanyakan tajuk, permukaan
aktif yaitu permukaan yang terbanyak menerima radiasi matahari datang adalah
lapisan vegetasi yang berada di atas, yaitu lapisan dengan tingkat kerapatan
daun maksimum. Lapisan ini mengintersepsi dan mengabsorbsi radiasi matahari dan
gerakan angin terbanyak dari udara di atasnya. Apabila tajuk menjadi relatif
lebih terbuka maka radiasi matahari dan angin akan masuk lebih dalam ke dalam
tajuk Nguyen and Sist. 1998; Noor dan Smith, 1987; Sukadaryati et al., 2002).
Pada daerah terbuka permukaan aktif adalah bagian atas dari lapisan serasah/humus, atau apabila tidak ada serasah maka permukaan aktif adalah permukaan tanah. Pada daerah bekas pembalakan, permukaan itu adalah permukaan tanah dan vegetasi yang tersisa. Kerapatan batang dan penutupan tajuk menentukan bagian dari radiasi yang dapat mencapai lantai hutan (Grates, 1980 dalam Wenger, 1984).
Pada daerah terbuka permukaan aktif adalah bagian atas dari lapisan serasah/humus, atau apabila tidak ada serasah maka permukaan aktif adalah permukaan tanah. Pada daerah bekas pembalakan, permukaan itu adalah permukaan tanah dan vegetasi yang tersisa. Kerapatan batang dan penutupan tajuk menentukan bagian dari radiasi yang dapat mencapai lantai hutan (Grates, 1980 dalam Wenger, 1984).
Menurut de Rozari (1987) suhu udara di dekat permukaan mempunyai arti
penting bagi kehidupan oleh karena selain kebanyakan bentuk kehidupan terdapat
di permukaan, juga ada kaitan erat antara beberapa proses kehidupan dengan
suhu. Dari segi biologi, profil suhu udara penting untuk diketahui karena
adanya perbedaan yang tajam antara suhu permukaan dengan udara di atasnya,
menyebabkan sebagaian organisme hidup berada seketika pada dua rejim suhu yang
sangat berlainan. Sebuah kecambah yang baru muncul, memperoleh cekaman bahang
luar biasa dibandingkan dengan cekaman yang akan dialaminya kemudian.
Sedangkan dari segi fisika, lebih lanjut dikemukakan bahwa profil suhu
menentukan laju pemindahan momentum, bahang serta bahan. Di sisi lain, keadaan
dimana suhu udara berkurang menurut ketinggian akan mendukung pemindahan golak,
sehingga profil suhu cendrung menunjukan penurunan secara adabiatik kering (dry
adabiatic lapse rate). Sedangkan keadaan dimana suhu udara bertambah menurut
ketinggian condong menekan pemindahan golak dan dengan demikian mempertajam gradien
suhu ( de Rozari, 1987).
Dalam sebuah hutan, suhu udara maksimum biasanya lebih rendah dan suhu
minimum lebih tinggi daripada di daerah yang terbuka. Selama siang hari,
daun-daun dalam tajuk menghalang-halangi masuknya radiasi matahari ke lantai
hutan. Suhu di dalam tajuk dipertahankan melalui transpirasi dari daun-daun.
Pengaruh ini mencegah suhu pada siang hari meningkat secara cepat; dengan
demikian ruangan di bawah tajuk lebih dingin daripada daerah terbuka selama
siang hari. Pada malam hari tajuk pohon mencegah kehilangan panas yang cepat dari
lapisan batang melalui radiasi ke angkasa. Oleh karena itu, suhu udara tetap
lebih tinggi dibadingkan dengan di luar hutan (Gates, 1980 dalam Wenger, 1984).
Menurut Wenger (1984) dan Sukadaryati et al., (2002) suhu maksimum di dalam
hutan adalah berada di bagian atas tajuk. Di bawah lapisan ini, suhu biasanya
tetap sampai ke lantai hutan, bahkan sedikit berkurang jika tajuknya rapat.
Apabila tajuk hutan jarang, suhu udara dekat lantai hutan dapat menjadi lebih
panas ketimbang suhu udara di dalam tajuk. Pada malam hari puncak tajuk menjadi
lebih dingin, yang mengakibatkan inversi sehingga dapat menjerat debu, asap dan
CO2 di dalam dan di bawah tajuk. Pada tajuk yang jarang, udara yang dingin
dapat turun dan berkumpul di atas permukaan lantai hutan.
Jumlah air atau uap air di udara berpengaruh secara langsung terhadap
tumbuhan sebagai cekaman lingkungan. Udara kering yang menyebabkan pengeringan
tanah yang sangat cepat dan transpirasi tanaman yang luar biasa berpengaruh
buruk terhadap tanaman itu sendiri. Kandungan air yang terlalu banyak diudara
menghalang-halangi pendinginan daun melalui evaporasi dan dapat mengakibatkan
cekaman suhu (thermal stress) (Gates, 1980 dalam Wenger, 1984).
Kelembaban relatif sangat dipengaruhi oleh suhu. Perubahan suhu harian mengakibatkan
adanya variasi harian dari kelembaban nisbi. Jika suhu meningkat selama jam-jam
siang hari, maka kelembaban nisbi akan berkurang sampai mencapai nilai terendah
dekat tengah sore hari. Bilamana kelembaban nisbi meningkat sampai mencapai
nilai terttingginya sesaat sebelum matahari terbut, maka pada saat itu suhu
mencapai nilai terendah.
Umumnya kelembaban di dalam sebuah hutan adalah lebih tinggi daripada
tempat terbuka dikarenakan adanya transpirasi dari daun-daun dan suhu yang
rendah. Selama siang hari, tanah lantai hutan dan tajuk merupakan sumber
kandungan air. Oleh karena itu kelembaban nisbi selama siang hari adalah
tertinggi di dekat tanah lantai hutan, lebih rendah pada lapisan batang dan
lebih tinggi dari daerah tajuk. Fenomena ini disajikan Gates, (1980 dalam
Wenger, 1984).
Kelembaban relatif hutan gambut cukup tinggi pada musim hujan, yakni
berkisar 90 % - 96 %, baik dalam hutan alami maupun hutan gundul atau lahan
kosong. Pada musim kemarau, kelembaban menurun menjadi 80 %, dan pada bulan-bulan
kering berkisar 0 % - 84 % Pada siang hari di muism kemarau, kelembaban dapat
mencapai 67 % - 69 %. Tetapi pada pai hari, kelembaban pada musim kemarau lebih
tinggi daripada musim hujan, yaitu dapat mencapai 90 % - 96 % (Rieley, et al.,
1996).
Penelitian menunjukan, bahwa unsur tertentu yang terkandung di udara
diperlukan untuk pertumbuhan normal bagi tumbuhan. Unsur penting ini harus
berada dalam bentuk yang dapat digunakan tumbuhan dan dalam kosentrasi yang
optimum untuk pertumbuhan suatu tanaman (Rieley, et al., 1996)..
Tanaman tingkat tinggi mendapatkan sebagian besar karbon (C) dan oksigen (O) langsung dari udara karena fotosintesis. Sedangkan hidrogen (Hukum) diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari air dalam tanah. Nitrogen diperoleh tumbuhan dari udara tanah secara tidak langsung oleh leguminose. Unsur esensial lainnya diperoleh dari bagian tanah yang padat (Buckman dan Bardy, 1982).
Penjelasan di atas tidak boleh diartikan bahwa jaringan tumbuhan dibangun dari unsur hara tanah, yang benar adalah kebalikannya yaitu bahwa besarnya 94 sampai 99,5 % jaringan tumbuhan yang segar terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dan hanya 0,5 sampai 5 atau 6 % berasal dari tanah (Daubenmire, 1974).
Tanaman tingkat tinggi mendapatkan sebagian besar karbon (C) dan oksigen (O) langsung dari udara karena fotosintesis. Sedangkan hidrogen (Hukum) diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari air dalam tanah. Nitrogen diperoleh tumbuhan dari udara tanah secara tidak langsung oleh leguminose. Unsur esensial lainnya diperoleh dari bagian tanah yang padat (Buckman dan Bardy, 1982).
Penjelasan di atas tidak boleh diartikan bahwa jaringan tumbuhan dibangun dari unsur hara tanah, yang benar adalah kebalikannya yaitu bahwa besarnya 94 sampai 99,5 % jaringan tumbuhan yang segar terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dan hanya 0,5 sampai 5 atau 6 % berasal dari tanah (Daubenmire, 1974).
Wenger (1984) menyatakan bahwa aliran panas dan uap dari daun-daun,
pengangkutan karbon dioksida ke daun, penyebaran penyakit, pengakutan aerosol
dan unsur-unsur kimia penting serta pemencaran api seluruhnya dikendalikan oleh
angin setempat di dalam dan di dekat tajuk serta kecepatan angin dan sifat golak
galik udara di luar tajuk. Secara umum, semakin tinggi kecepatan angin dan
aliran golak galik udara di luar tajuk, maka semakin efesien diffusi dan
ekspresi gas, cairan atau material padat yang melayang diudara.
Tajuk-tajuk hutan memiliki tahanan (drag) di bagian atasnya yang menghambat
aliran angin sehingga kecepatan angin di dekat tajuk menjadi lambat. Perubahan
kecepatan angin menurut ketinggian ini disebut profil angin (wind profile).Di
atas tajuk yang kasar dan luas, profil angin dapat diduga dengan menggunakan
rumus berikut (Grace, 1977 dalam Wenger, 1984).
Selanjutnya Wenger (1984) menyatakan bahwa kebanyakan tajuk-tajuk hutan
memang ada sedikit peningkatan kecepatan angin yang relatif di lapisan batang
pohon. Akan tetapi untuk kebanyakan tujuan praktis kecepatan angin di lapisan
tersebut, yaitu di bawah bagian paling rapat dari tajuk dianggap konstan menurut
ketinggian.
2.5.Edaphis Ekosistem Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan
kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan
formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan
vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin.
Hutan rawa gambut terdapat pada
daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut
setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan
hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977)
dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang
tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air
hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut
adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau
60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik.
Identifikasi dan pengelompokan
ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu:
a. Gambut
dangkal (50−100 cm),
b. Gambut
sedang (101−200 cm)
c. Gambut dalam
(201−300 cm)
d. Gambut
sangat dalam (> 300 cm).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya
bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH
4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na)
dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai
sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk
tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi.
Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan
besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
1. Pembagian Hutan Rawa Gambut
Tanpa memandang tingkat
dekomposisinya, gambut dikelaskan sesuai dengan bahan induknya menjadi tiga
(Buckman dan Brady, 1982) yaitu :
a. Gambut
endapan: Gambut endapan biasanya tertimbun di dalam air yang relatif dalam.
b. Berserat:
Gambut ini mempunyai kemampuan mengikat air tinggi dan dapat menunjukan
berbagai derajat dekomposisi
c. Gambut
kayuan: Gambut kayuan biasanya terdapat dipermukaan timbunan organik.
Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini
dapat dibedakan atas:
1.
Gambut topogen, ialah
lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat
drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di
pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m
saja, tidak begitu asam airnya dan
relatif subur; dengan zat hara yang
berasal dari lapisan tanah mineral di dasar
cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut
topogen relatif tidak banyak dijumpai.
2.
Gambut ombrogen, lebih
sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen.
Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal,
hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada
permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya
bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur.
Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen
mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti
warna air teh yang pekat.
Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
Gambar
Proses Pembentukan Gambut
2.
Vegetasi Hutan Rawa Gambut
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut
ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang
dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari
bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur
sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu
terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.
Jenis-jenis pohon yang banyak
terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp,
Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus
stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang
terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia
sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan
rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang
dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus
stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora),
nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis)
dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada
umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp),
medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp)
dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari
jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp,
Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat
diantaranya Uncaria spp.
Ramin (Gonystylus bancanus)
Kempas (Koompassia malaccensis)
Pelawan (Tristania sp)
Pandan (Pandanus sp)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Populasi adalah sehimpunan individu
atau kelompok individu dalam satu spesies (atau kelompok lain yang dapat
melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan pada waktu
tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Sedangkan komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Tingkatan
yang lebih tinggi dari kedua hal tersebut yaitu ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.
Hutan rawa gambut merupakan
salah satu contoh dari ekosistem terestrial. Lahan gambut
adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik >
18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut
terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi
lingkungan jenuh air dan miskin hara.
Daftar Pustaka
http://elfisuir.blogspot.com/2010/03/ekologi-komunitas.html
http://elfisuir.blogspot.com/2010/03/ekologi-ekosistem.html
http://elfisuir.blogspot.com/2010/06/iklim-hutan-rawa-gambut-propinsi-riau.html
Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta
http://ekotum-11-6b.blogspot.com/2014/04/makalah-klimatologis.htm
Agus, F. dan
I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut:
Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai
Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia [http://www.worldagroforestry.org/downloads/publications/PDFs/B16019.P
http://www.mongabay.co.id/2013/09/30/lahan-gambut-indonesia-bom-waktu-emisi-karbon-dunia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar