Sabtu, 03 Mei 2014

tugas makalah fani nathania



Nama : Fani Nathania
Kelas : Biologi VI A
NPM : 116511569

HUTAN RAWA GAMBUT

A.    PENDAHULUAN

I.       Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.

B.     PEMBAHASAN

I.     Populasi
Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya semua rusa di Isle Royale membentuk suatu populasi, begitu juga dengan pohon-pohon cemara. Ahli ekologi memastikan dan menganalisa jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing spesies dan kondisi-kondisi lingkungan.
·         Faktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.
http://www.merbabu.com/artikel/images/harimau_sumatera_muda.jpg
Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.

·         Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.
II.  Komunitas
Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Serigala, rusa, berang-berang, pohon cemara dan pohon birch adalah beberapa populasi yang membentuk komunitas hutan di Isle Royale. Ahli ekologi mempelajari peranan masing-masing spesies yang berbeda di dalam komunitas mereka. Mereka juga mempelajari tipe komunitas lain dan bagaimana mereka berubah. Beberapa komunitas seperti hutan yang terisolasi atau padang rumput dapat diidentifikasi secara mudah, sementara yang lainnya sangat sulit untuk dipastikan.
Sebuah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air.
http://www.merbabu.com/artikel/images/serigala_isle_royale.jpg
Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi.
Ahli ekologi memiliki catatan yang panjang tentang beberapa spesies yang menempati peran ekologi tinggi tertentu dalam komunitas tertentu.Berbagai penjelasan banyak yang diusulkan untuk hal ini. Beberapa ahli ekologi merasa bahwa hal ini disebabkan karena kompetisi jika dua spesies mencoba untuk mengisi peran ekologi "niche" yang sama, selanjutnya kompetisi untuk membatasi berbagai sumber daya akan menekan salah satu spesies keluar. Ahli lainnya berpendapat bahwa sebuah spesies yang menempati peran ekology yang tinggi, melakukannya karena tuntutan fisik yang keras tentang peran tertentu tersebut di dalam komunitas. Dengan kata lain hanya satu spesies yang menempati peran ekologi "niche" bukan karena memenangkan kompetisi dengan spesies lainnya, tetapi karena hanya satu-satunya anggota komunitas yang memiliki kemampuan fisik memainkan peran tersebut.
Perubahan komunitas yang terjadi disebut suksesi ekologi. Proses yang terjadi berupa urutan-urutan yang lambat, pada umumnya perubahannya dapat diramalkan yakni dalam hal jumlah dan jenis mahkluk organisme yang ada di suatu tempat . Perbedaan intensitas sinar matahari, perlindungan dari angin, dan perubahan tanah dapat merubah jenis-jenis organisme yang hidup di suatu wilayah.
Perubahan-perubahan ini dapat juga merubah populasi yang membentuk komunitas. Selanjutnya karena jumlah dan jenis spesies berubah, maka karakteristik fisik dan kimia dari wilayah mengalami perubahan lebih lanjut. Wilayah tersebut bisa mencapai kondisi yang relatip stabil atau disebut komunitas klimaks, yang bisa berakhir hingga ratusan bahkan ribuan tahun.
http://www.merbabu.com/artikel/images/pulau_anak_krakatau_s.jpg

Para ahli ekologi membedakan dua tipe suksesi yakni :
-          Primer
Di dalam suksesi primer organisme mulai menempati wilayah baru yang belum ada kehidupan seperti sebuah pulau baru yang terbentuk karena letusan gunung berapi. Sebagai contoh anak krakatau yang terbentuk sejak 1928 dari kondisi steril, kini telah dihuni oleh puluhan spesies.

-          Sekunder
Suksesi sekunder terjadi setelah komunitas yang ada menderita gangguan yang besar sebagai contoh sebuah komunitas klimaks (stabil) hancur karena terjadinya kebakaran hutan. Komunitas padang rumput dan bunga liar akan tumbuh pertama kali. Selanjutnya diikuti oleh tumbuhan semak-semak. Terakhir pohon-pohonan baru muncul kembali dan wilayah tersebut akan kembali menjadi hutan hingga gangguan muncul kembali. Dengan demikian kekuatan-kekuatan alam yang terakhir menyebabkan terjadinya komunitas klimaks (stabil). Sebagai tambahan para ahli ekologi memandang kebakaran dan gangguan alam besar lainnya sebagai hal yang dapat diterima dan tetap diharapkan.

III. Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: Komponen biotik  dan Komponen abiotik.

Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.

 

Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem.

 

1.      Susunan Ekosistem

 

Berdasarkan susunan dan fungsinya, suatu ekosistem tersusun atas komponen sebagai berikut :

a. Komponen autotrof
(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan).
Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.
b.   Komponen heterotrof (Heteros = berbeda, trophikos = makanan).
Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
c.   Bahan tak hidup (abiotik). Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.
d.   Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai ini adalah bakteri dan jamur.
Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi alam. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Ahli ekologi sistem adalah mereka yang mencoba menghubungkan bersama beberapa perbedaan aktifitas fisika dan biologi di dalam suatu lingkungan. Penelitian mereka seringkali terfokus pada aliran energi dan perputaran material-material yang ada di dalam sebuah ekosistem. Mereka biasanya menggunakan komputer yang canggih untuk membantu memahami data-data yang dikumpulkan dari penelitian di lapangan dan untuk memprediksi perkembangan yang akan terjadi.


Aliran Energi
Para ahli ekologi mengkategorikan elemen-elemen yang membentuk atau yang memberi efek pada sebuah ekosistem menjadi 6 bagian utama berdasarkan para aliran energi dan nutrien yang mengalir pada sistem :
1.      Matahari
2.      Bahan-bahan anorganik
3.      Produsen
4.      Konsumen Pertama
5.      Konsumen Kedua
6.      Pengurai

http://www.merbabu.com/artikel/images/aliran-energi-s.jpg
Sebuah ekosistem yang sederhana dapat digambarkan seperti berikut. Matahari menyediakan energi yang hampir dibutuhkan semua produsen untuk membuat makanan. Produsen terdiri dari tanaman-tanaman hijau seperti rumput dan pohon yang membuat makanan melalui proses fotosintesis. Tanaman juga membutuhkan bahan-bahan abiotik seperti air dan pospor untuk tumbuh. Yang termasuk konsumen pertama diantaranya tikus, kelinci, belalang dan binatang pemakan tumbuhan lainnya. Ular, macan dan konsumen kedua lainnya atau yang biasa disebut dengan predator adalah pemakan binatang. Pengurai seperti jamur dan bakteri, menghancurkan tanaman dan binatang yang telah mati menjadi nutrien-nutrien sederhana. Nutrien-nutrien tersebut kembali ke dalam tanah dan digunakan kembali oleh tanaman-tanaman.
Tingkatan-tingkatan energi yang berkesinambungan yang berlangsung dalam bentuk makanan ini disebut rantai makanan. Di dalam sebuah rantai makanan yang sederhana rumput adalah produsen, konsumen pertama seperti kelinci memakan rumput. Kelinci selanjutnya dimakan oleh konsumen kedua misalnya ular atau macan. Bakteri pengurai menghancurkan sisa-sisa rumput yang mati, kelinci, ular, dan macan yang tidak termakan, sama halnya seperti menghancurkan kotoran binatang.
Sebagian besar ekosistem memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk sebuah rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan jaringan makanan. Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah tropis dan ekosistem lautan.
Beberapa spesies makan banyak jenis makanan tetapi ada juga yang membutuhkan makanan yang khusus. Konsumen pertama seperti koala dan panda terutama makan satu jenis tanaman. Makanan utama koala adalah eucalyptus dan makanan utama panda adalah bambu. Jika tanaman-tanaman ini mati maka kedua binatang tersebut juga ikut mati.
http://www.merbabu.com/artikel/images/rantai-makanan.jpg
Energi yang berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi. Pertama produsen merubah sinar matahari menjadi energi kimia yang disimpan di dalam protoplasma (sel-sel tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen pertama memakan tanaman, merubah energi menjadi bentuk energi kimia yang berbeda yang disimpan di dalam sel-sel tubuh. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama.
Sebagian besar organisme memiliki efisiensi ekologi yang rendah. Ini berarti mereka hanya dapat merubah sedikit bagian dari energi yang tersedia bagi mereka untuk disimpan menjadi energi kimia. Contohnya tanaman-tanaman hijau hanya dapat merubah sekitar 0,1 hingga 1 % tenaga matahari yang mencapainya ke dalam protoplasma. Sebagian besar energi yang tertangkap di bakar untuk pertumbuhan tanaman dan lepas ke dalam lingkungan sebagai panas. Begitu juga herbivora atau binatang pemakan tumbuhan dan karnivora binatang pemakan daging merubah energi ke dalam sel-sel tubuh hanya sekitar 10 hingga 20 % dari energi yang dihasilkan oleh makanan yang mereka makan.
http://www.merbabu.com/artikel/images/piramida_biomasa.jpg
Karena begitu banyaknya energi yang lepas sebagai panas pada setiap langkah dari rantai makanan, semua ekosistem mengembangkan sebuah piramida energi. Tanaman sebagai produsen menempati bagian dasar piramid, herbivora (konsumen pertama) membentuk bagian berikutnya, dan karnivora (komsumen kedua) membentuk puncak piramida. Piramid tersebut mencerminkan kenyataan bahwa banyak energi yang melewati tanaman dibandingkan dengan herbivora, dan lebih banyak yang melalui herbivora dibandingkan dengan karnivora.
Di dalam ekosistem-ekosistem daratan piramida energi tersebut menghasilkan sebuah piramida biomasa (berat). Ini berarti bahwa berat total dari tanaman-tanaman adalah lebih besar dibandingkan dengan berat total herbivora yang melampaui berat total karnivora. Tetapi di dalam lautan biomasa (berat) tanaman-tanaman dan binatang-binatang adalah sama.
Ahli-ahli ekologi mengumpulkan informasi pada sebuah piramida biomasa pada Isle Royale. Mereka meneliti hubungan piramida diantara tanaman, rusa dan serigala. Dalam sebuah penelitian mereka menemukan bahwa diperlukan tanaman seberat 346 kg untuk makanan rusa seberat 27 kg. Rusa seberat inilah yang diperlukan untuk makanan serigala seberat 0,45 kg.
Perputaran material-material
Semua benda hidup terdiri dari unsur-unsur kimia tertentu dan senyawa-senyawa kimia. Diantaranya adalah air, karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fospor dan sulfur. Semua material-material ini berputar melalui ekosistem secara terus menerus. Perputaran fospor misalnya, semua organisme membutuhkan fospor. Tanaman mengambil senyawa fospor dari dalam tanah dan binatang memperoleh fospor dari tanaman dan binatang lainya yang dimakan. Pengurai mengembalikan fospor ke dalam tanah setelah tanaman dan binatang mati.
http://www.merbabu.com/artikel/images/perputaran-fosfor.jpg
Di alam ekosistem-ekosistem yang tidak terganggu jumlah fosfor adalah tetap, tetapi ketika sebuah ekosistem terganggu terutama oleh aktifitas manusia, fospor seringkali bocor keluar. Hal ini akan mengurangi kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan tanaman. Salah satu contoh adalah ketika manusia merubah hutan menjadi lahan pertanian. Dengan tidak adanya hutan yang melindungi maka fospor hanyut bersama tanah dan tersapu ke dalam sungai atau danau. Hal ini sangat mengganggu pertumbuhan algae. Pada akhirnya fospor terjebak di dalam endapan lumpur di dasar danau atau lautan. Karena kehilangan fospor maka petani harus membeli pupuk yang mahal untuk mengembalikan unsur fospor tersebut kedalam tanah
http://www.merbabu.com/artikel/images/kebakaran_hutan.jpg
Perubahan ekosistem muncul setiap hari, secara musiman dan ketika terjadi suksesi (peralihan) ekologi sepanjang masa. Kadangkala perubahan terjadi secara berulang-ulang dan secara mendadak, seperti ketika terjadi kebakaran hutan atau ombak tsunami yang menyapu pantai. Perubahan yang paling terjadi dari hari ke hari terutama pada lingkaran nutrien, yang tidak kelihatan sekali, ekosistem-ekosistem kelihatannya cenderung stabil. Kestabilan yang nyata diantara tanaman dan binatang dan lingkungannya disebut keseimbangan alam.

IV.         Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climaticformation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yangmempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya danangin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanahorganosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antarahutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976).

Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanahgambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol. Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur  panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatandan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.

·         Ciri – ciri Ekologi

Hutan rawa gambut terbentuk di daerah pesisir sebagai lahan basah pesisir, maupun jauh di darat sebagai lahan basah daratan. Tipe lahan basah ini berkembang terutama didataran rendah dekat daerah pesisir, di belakang hutan bakau di sekitar sungai atau danau(Wetlands International - Indonesia Programme, 1997).Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam ataukemerah-merahan, sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’. Sungai-sungai air hitam yang ada di hutan rawa gambut memiliki jenis fauna relatif sedikit, karena kemasamanairnya kurang sesuai bagi sebagian besar fauna air. Keterbatasan nutrien pada lahan gambut, terutama pada bagian tengah kubahgambut, menjadikan hutan rawa gambut memiliki struktur yang khas. Pada bagian tepiumumnya didominasi jenis-jenis tumbuhan yang tinggi dengan diameter yang besar yangserupa dengan hutan dataran rendah lainnya berubah menjadi pohon-pohon dengan diameter yang lebih kecil di pusat kubah. Kekayaan jenis juga semakin menurun ke arah pusat kubah.

Beberapa species tumbuhan dapat beradaptasi dengan baik di daerah rawa bergambut. Di Indonesia, ada beberapa species indikator yang mencirikan suatu hutan rawagambut antara lain : Ramin (Gonystylus bancanus), Suntai ( Palaquium burckii), Semarum (Palaquium microphyllum), Durian burung (Durio carinatus), Terentang (Camnosperma auriculata) dan Meranti Rawa (Shorea spp.)
Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang. Keputusan Menteri PU No. 64/ PRT/1993 menyatakan lahan rawa dibedakan menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang surut/rawa pedalaman. Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terus menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’ (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
PERMASALAHAN
Berkurang atau hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, bahkan menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru menimbulkan dampak yang lebih buruk, yaitu lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan mudah terbakar. Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi; bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O) (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
RAWA
Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,10 juta ha pada awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman, pengaruh sungai besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air asin (salin) dan air payau. Dengan adanya proses sedimentasi, kini wilayah tersebut berwujud sebagai daratan yang merupakan bagian dari delta sungai. Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh dari garis pantai sehingga kurang terjangkau secara langsung oleh air laut waktu pasang. Oleh karena itu, wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping pasang surut harian dari laut. Di wilayah pasang surut terdapat dua jenis tanah utama, yaitu tanah mineral (mineral soils) jenuh air dan tanah gambut (peat soils) (Subagjo, 2006).
Tanah Mineral
Tanah-tanah mineral di wilayah pasang surut terbentuk dari bahan endapan marin, yang proses pengendapannya di dalam lingkungan laut (marin). Pada wilayah agak ke pedalaman, pengaruh sungai relatif kuat, sehingga tanah bagian atas terbentuk dari endapan sungai, sedangkan pada bagian bawah di mana terdapat bahan sulfidik (pirit), proses pengendapan lumpur bahan tanah didominasi oleh aktivitas air laut (Widjaja-Adhi et al. 2000 dalam Suriadikarta dan Sutriadi, 2007).
Tanah Gambut
Tanah gambut (Organosols = Histosols) terbentuk dari lapukan bahan organik terutama dari tumpukan sisa-sisa jaringan tumbuhan di masa lampau. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah depresi atau cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah depresi, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi, bergantung pada keadaan topografi tanah mineral di bawah lapisan gambut (Widjaja-Adhi et al. 2000; Subagjo 2006). Menurut Soil Taxonomy, tanah gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm, bergantung pada bobot jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan organik. Sedangkan bahan organik adalah: 1) Apabila dalam keadaan jenuh air, mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya 60% atau lebih; atau mempunyai Corganik 12% atau lebih jika tidak mempunyai liat; atau mempunyai C-organik lebih dari {12 + (% liat x 0, 10)}% jika kandungan liat 0−60%. 2) Apabila tidak jenuh air, mempunyai kandungan C-organik minimal 20 %. Dalam praktek digunakan kedalaman minimal 50 cm, dengan definisi bahan tanah organik mengikuti batasan Soil Taxonomy tersebut. Proses dekomposisi bahan organik dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu fibrik, hemik, dan saprik. Dalam pemanfaatan lahan gambut, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Identifikasi dan pengelompokan ketebalan gambut dibedakan atas empat kelas, yaitu: 1) gambut dangkal (50−100 cm), 2) gambut sedang (101−200 cm), 3) gambut dalam (201−300 cm), dan 4) gambut sangat dalam (> 300 cm). Tanah dengan ketebalan lapisan gambut 0−50 cm dikelompokkan sebagai tanah mineral bergambut (peaty soils).
Komposisi Floristik Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe iklim A dan B dan tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih. Pada umumnya terletak di antara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). Menurut Soerianegara (1977) dan Zuhud serta Haryanto (1994), hutan ini tumbuh di atas tanah gambut yang tebalnya berkisar 1 – 2 meter dan digenangi air gambut yang berasal dari air hujan (miskin hara, oligotrofik) dengan jenis tanah organosol.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Tegakan hutan pada hutan rawa gambut ini selalu hijau dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon yang banyak terdapat pada tipe hutan ini diantaranya adalah Alstonia spp, Tristania spp, Eugena spp, Cratoxylon arborescens, Tetramerista glabra, Dactylocladus stenostacys, Diospyros spp dan Myristica spp. Jenis-jenis pohon terpenting yang terdapat pada formasi hutan rawa gambut adalah : Campnosperma sp., Alstonia sp., Cratoxylon arborescens, Jackia ornata dan Ploiarium alternifolium) (Soerianegara, 1997; Richard, 1972; Whitmore, 1986). Selanjutnya penelitian Anderson (1976) yang dilakukan di Sungai Seangau, Kalimantan Tengah di sepanjang jalur (kurang lebih 8 km) dari pinggir sungai ke arah gambut , ditemukan tipe-tipe hutan rawa gambut yaitu : padang tepi sungai (riverian padangs) berjarak kurang lebih 300 meter, hutan gambut campuran (mixed swamp forest) berjarak 2 km sampai 4,5 km dari sungai serta padang gambut berjarak 5,75 km sampai 7,75 km. Jenis yang mendominasi pada hutan gambut campuran adalah ramin (Gonystylus bancanus).
Menurut Witaatmojo (1975) pada hutan rawa gambut umumnya ada tiga lapisan tajuk, yaitu lapisan tajuk teratas yang dibentuk oleh jenis-jenis ramin (Gonystylus bancanus), mentibu (Dactylocladus stenostachys), jelutung (Dyera lowii), pisang-pisang (Mezzetia parviflora), nyatoh (Palaqium spp), durian hutan (Durio sp), kempas (Koompassia malaccensis) dan jenis-jenis yang umumnya kurang dikenal. Lapisan tajuk tengah yang pada umunya dibentuk oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), pelawan (Tristania sp), medang (Litsea spp), kemuning (Xantophyllum spp), mendarahan (Myristica spp) dan kayu malam (Diospyroy spp). Sedangkan lapisan tajuk terbawah terdiri dari jenis suku Annonaceae, anak-anakan pohon dan semak dari jenis Crunis spp, Pandanus spp, Zalaca spp dan tumbuhan bawah lainnya. Tumbuhan merambat diantaranya Uncaria spp.
Struktur Floristik Hutan Rawa Gambut
Menurut Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) menyatakan bahwa struktur vegetasi adalah organisme dalam ruang dan individu-individu yang membentuk suatu tegakan dengan elemen-elemen primer seperti bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Menurut Ibie (1997) struktur tegakan dapat ditinjau dari dua bentuk yaitu struktur tegakan vertikal dan struktur tegakan horizontal. Struktur tegakan vertikal oleh Ricard (1984) dinyatakan sebagai sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk. Struktur tegakan horizontal merupakan gambaran sebaran jenis pohon dengan dimesinya yaitu diameter pohon dalam suatu kawasan hutan atau distribusi ruang areal populasi dan individu-individu dan kelimpahan (kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas) (Kersaw,1964; Mauricio, 1987; Köhler, et al. 2001; Kellman, 1970 dan Ewel, 1980).
Oliver dan Larson (1990), menjelaskan bahwa struktur tegakan adalah sebaran sementara fisik pohon dalam suatu tegakan. Sebaran dapat digambarkan berdasarkan (a) jenis pohon, (b) bentuk ruang horizontal dan vertikal, (c) besarnya pohon atau bagian pohon yang mencakup volume tajuk, luas kanopi, (d) umur pohon, (e) kombinasi dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya Mueller et al. (1974) berdasarkan tingkatannya membagi struktur vegetasi menjadi lima aspek, yaitu : fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik dan struktur tegakan. Kelima tingkatan tersebut tergabung kedalam satu susunan yang bertingkat, dalam hal ini tingkat pertama termasuk kedalam tingkat kedua, tingkat kedua kedalam tingkat ketiga dan seterusnya. Jadi kelima konsep struktur vegetasi tersebut hanya menggambarkan perbedaan tingkatan secara umum, dengan tingkat pertama paling umum dan tingkat kelima paling rinci.
Michon (1993) menyatakan bahwa studi profil arsitektur (stratifikasi) merupakan salah satu metode deskripsi dan analisis yang digunakan untuk ekosistem hutan di daerah tropis. Dalam profil arsitektur komunitas tumbuhan akan terlihat adanya keragaman arsitektur yang tinggi. Keragaman tersebut terjadi karena tipe-tipe habitus yang berbeda-beda seperti adanya pohon, semak belukar, rumput atau tumbuhan lain yang membentuk lapisan.
Pengetahuan menyangkut struktur tegakan ini dapat memberikan informasi mengenai dinamika poluasi suatu jenis atau kelompok jenis mulau dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Struktur tegakan hutan dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis, mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa struktur tegakan dapat diduga tingkat mortalitas dan dengan mengetahui riap diameter pada tiap kelas diameter dapat diduga volume produksi pada rotasi tebang berikutnya berdasarkan asas kelestarian (Marsono dan Sastrosumarto, 1981).
Tipologi Lahan
Penggunaan nama-nama sistem klasifikasi tanah dalam Soil Taxonomy agak sulit diaplikasikan secara langsung karena sulit dipahami. Oleh karena itu, untuk tujuan kepraktisan, digunakan klasifikasi agronomis yang disebut “tipologi lahan”. Klasifikasi tipologi lahan lebih sederhana dan mudah dipahami sehingga dapat digunakan, baik oleh pakar pertanian yang kurang atau tidak memahami disiplin ilmu tanah maupun penyuluh pertanian. Sistem klasifikasi tipologi lahan dikembangkan untuk berbagai kondisi tanah rawa. Penyusunannya didasarkan pada sifatsifat dan karakteristik tanah yang berpengaruh langsung terhadap produksi pertanian, seperti kedalaman lapisan pirit, kemasaman tanah, pengaruh garam, pengaruh pasang surut, dan ketebalan gambut (Tabel 1) (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007).
Faktor Fisika, Kimia dan Biologi
Pengembangan usaha pertanian di lahan gambut dihadapkan pada berbagai masalah yang berkenaan dengan pengelolaan air dan kesuburan tanah (sifat fisik, kimia, biologi tanah). Pengelolaan air merupakan hal yang penting dalam pengembangan lahan gambut. Pengelolaan air dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu ketepatan drainase dan upaya mempertahankan muka air tanah. Muka air tanah harus dipertahankan minimal di atas lapisan pirit, karena kondisi tergenang pirit relatif stabil dan tidak membahayakan. Dengan adanya pengaturan dan penggantian air secara berkala maka kadar asam organik dapat diturunkan yang mengakibatkan peningkatan pH tanah dan meningkatkan hasil tanaman. Kendala sifat fisik tanah utamanya adalah rendahnya bulk density (0,1 – 0,2 g.cm-3) yang menyebabkan daya tumpu (bearing capacity) tanah rendah sehingga mudah mengalami subsiden. Subsiden dan dekomposisi bahan organik dapat menimbulkan masalah apabila bahan mineral di bawah lapisan gambut mengandung pirit (FeS2) atau pasir kuarsa. Selain itu, apabila gambut mengalami kekeringan yang berlebihan akan menyebabkan koloid gambut menjadi rusak karena partikel – partikel gambut mempunyai lapis luar kaya resin yang menghambat penyerapan kembali air setelah pengeringan dan akhirnya gambut tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air. Akibatnya, gambut akan mengalami kekeringan dan mudah terbakar. Terbakarnya lahan gambut merupakan penyebab utama degradasi lahan. Dalam kondisi degradasi yang sangat berat, lahan tidak dapat lagi ditanami, sehingga petani kehilangan mata pencaharian dari lahan usaha taninya (Nurzakiah, 2004).
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Pemanfaatan Lahan Gambut
Pemanfaatan lahan gambut untuk tetap dipertahankan sebagai habitat ratusan species tanaman hutan, merupakan suatu kebijakan yang sangat tepat. Disamping kawasan gambut tetap mampu menyumbangkan fungsi ekonomi bagi manusia di sekitarnya (produk kayu dan non kayu) secara berkelanjutan, fungsi ekologi hutan rawa gambut sebagai pengendali suhu, kelembaban udara dan hidrologi kawasan akan tetap berlangsung sebagai konsekuensi dari ekosistemnya tidak berubah. Mempertahankan lahan gambut untuk tetap menjadi habitat jenis pohon adalah beralasan. Hutan rawa gambut memiliki jenis pohon bernilai ekonomis tinggi, demikian pula satwa. Berdasarkan data pada salah satu HPH yang berlokasi di lahan gambut, diketahui bahwa populasi 10 jenis pohon bernilai ekonomis tinggi dan jenis yang dilindungi dengan diameter ≥ 20 cm rata-rata 21 pohon/ha dengan volume rata-rata 30,94 m3/ha. Diantara ke-10 jenis pohon tersebut terdapat 67,83% adalah ramin (Gonystylus bancanus Kurz) (Limin, 2006).
Perlindungan Lahan Gambut
Penyalahgunaan lahan gambut dapat mengakibatkan lahan gambut terbakar dan terpaparnya lahan tersebut sehingga kandungan CO2 di udara semakin tinggi, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah untuk melindungi lahan gambut tersebut. Wilayah rawa yang termasuk sebagai kawasan lindung adalah: (1) kawasan gambut sangat dalam, lebih dari 3 m; (2) sempadan pantai; (3) sempadan sungai; (4) kawasan sekitar danau rawa; dan (5) kawasan pantai berhutan bakau. Kawasan pengawetan atau kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ekosistem yang khas dan merupakan habitat alami bagi fauna dan/atau flora tertentu yang langka serta untuk melindungi keanekaragaman hayati. Kawasan ini diusulkan untuk dipertahankan tetap seperti aslinya atau dipreservasi dengan status sebagai kawasan non-budi daya (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).




C.     PENUTUP

I.     Kesimpulan
Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis (climatic formation) dengan tipe hutan formasi edaphis (edaphic formation). Faktor iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan angin. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Secara kimiawi, tanah gambut umumnya bereaksi masam (pH 3,0-4,5). Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0-5,1) daripada gambut dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan basa rendah. Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun kandungan besi (Fe) cukup tinggi (Tim Sintesis Kebijakan, 2008).
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua.




DAFTAR PUSTAKA

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino Resort - Mapyro
    Harrah's Cherokee Casino Resort, Cherokee. 순천 출장샵 28906 likes · 1 talking 강원도 출장안마 about this · 1681 were 구리 출장샵 here. The casino is open daily 제주도 출장샵 24 제주도 출장안마 hours a day 365 days a year.

    BalasHapus